"Kenapa kau kegirangan begitu di pagi hari?"
"Biru... lihat! Dia mengirimi ku sebuah pesan." Masih pagi buta sudah dikagetkan dengan suara melengking bak kuntilanak di sebelahnya. Dengan gerakan malas Biru melihat layar handphone temannya, matanya menyipit kala cahaya terang benderang menubruk indra penglihatannya. "Kau berniat merusak mata ya?"
"Kenapa?"
"Kurangi!" titah Biru. Bukannya suatu kegilaan bermain handphone di pagi buta dengan lampu yang tidak dinyalakan, mata akan rusak akibat cahaya dari handphone.
"Apanya?"
"Berharapnya. Ya, cahaya hpmu mbak Nalu!" Biru greget sendiri.
Ketimbang mengurangi cahaya handphonenya Nalu memilih bangkit dari rebahannya untuk menyalakan lampu. Tapi Nalu tak kembali merebahkan tubuhnya, ia membuka jendela kamar kemudian duduk termenung di sana.
Sekarang apa? Biru bingung sendiri dengan sifat Nalu yang berubah-ubah, baru saja senang dan sekarang malah duduk termenung didekat jendela.
Memilih bangun juga dari posisi rebahannya, Biru menghampiri Nalu. "Ada apa? Jangan melamun, itu tidak baik."
"Aku kadang mikir, kenapa kakakku selalu dapat apa yang dia mau, sedangkan aku harus penuh perjuangan untuk mendapatkan hal yang ku mau."
"Karena kakakmu beruntung." Jawaban yang sangat mengguncang jiwa Nalu, ya Biru.
"Kenapa jawabanmu malah memihak kutu beras itu," kesalnya.
"Nalu?" panggilnya, "kenapa kau harus capek-capek memikirkan sesuatu yang tidak berkelas seperti itu? Cobalah untuk tidak peduli pada dia yang tidak peduli denganmu. Jangan biarkan otakmu memiliki waktu senggang untuk memikirkan kutu beras itu, kau masih ada banyak hal yang harus kau pikirkan selain dia. Seperti, pria yang mengirimkan mu sebuah pesan tadi."
Wajah Nalu tersipu mendengar penuturan Biru diakhir kalimatnya. Biru benar, kenapa harus sibuk memikirkan sesuatu yang tidak memiliki pengaruh dalam hidup, contohnya saja, penilaian orang terhadap diri kita entah masalah pakaian atau lainnya. Tugas kita hanya kembali menghujat jika dihujat, jangan diam dong!
"Kau benar Biru, daripada memikirkan kutu beras mending kita pikirkan cara menghilangkan kutu rambut."
"Kau saja, aku tidak mempunyai kutu rambut."
Pembahasan unfaedah membuat mereka tertawa sejenak.
"Biru, apa kau merindukan seseorang?"
Biru mengangguk. "Aku rindu pada Ali, pada Ibu dan Bapak."
"Pantas saja kau mengigau menyebut nama Ali." Nalu menyahut antusias.
"Oh, ya? Maaf karena mengganggu tidurmu."
Lagi Nalu menyahut cepat menyangga ketidak nyamanan dalam penuturan Biru. "Tidak, tidak, aku sama sekali tidak terganggu. Emm...apa kau begitu merindukannya? Siapa dia?"
"Dia orang yang telah membuat Biru kehilangan semangat bertahun-tahun lamanya. Tapi, Nalu, sebaiknya kita bahas hal lain saja. Aku sedang tidak ingin bersedih di pagi hari nanti rezeki tidak ada yang menghampiri."
"Biru, apa hari ini kau akan berangkat untuk bekerja?"
"Iya, kau tidak apa-apa jika ku tinggal di rumah sendiri kan? Hari ini ku usahakan untuk bisa pulang lebih awal."
"Tidak masalah, tapi kau sudah benar-benar sehat kan?"
Biru melihat raut khawatir yang begitu tulus dari wajah temannya. Biru pernah berpikir pertemuan mereka adalah suatu kesengajaan untuk saling mengisi kekosongan masing-masing, dan terbukti ada banyak kecocokan dalam setiap bait kata yang mereka lontarkan. Mereka selalu nyambung jika membahas sesuatu, tidak ada yang namanya adu nasib, mereka sama-sama saling menguatkan dan sedikit ada penistaan dari kedua bela pihak.
![](https://img.wattpad.com/cover/371506092-288-k299228.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Melautkan Rasa
Narrativa generale-Ini tentang komunikasi dua sisi antara indahnya laut dan suramnya hati- Potongan cerita : Ia terus memandangi bunga tersebut yang semakin menjauh dari dirinya. Biru menyudahi aksi pelepasan bunganya. Ia memutar tubuhnya untuk kembali ke bibir panta...