BAB 4 : kertas kusut

13 7 0
                                    

"Dia bilang bunga adalah bahasa cinta. Tapi, dia bukan orang yang mahir memaknai setiap warna bunga."

Biru mengayuh sepedanya meninggalkan pekarangan rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Biru mengayuh sepedanya meninggalkan pekarangan rumah. Hari ini ia akan ke pantai, tak lupa bunga sudah duduk tenang di keranjang sepedanya. Jika saja bunga itu bisa berbicara, mungkin ia akan mengatakan serahkan semua padaku, aku akan menyampaikan kegundahan hatimu pada laut sana. Jika kali ini aku gagal, tolong titip tugasku pada bunga lainnya.

Dres selutut nya melambai-lambai diterpa angin. Seperti biasa, ia akan selalu memakai dress sederhana yang ia padukan dengan sebuah jaket.

Biru menghentikan laju sepedanya. Ia turun dan menuntun sepedanya melewati pasir-pasir dipinggir pantai.

"Baiklah bunga, mari kembali bertaruh dengan laut." Biru menyimpan sepedanya dibawah pohon. Dan setelahnya ia berjalan menuju bibir pantai.

Dan ternyata air laut sedang surut. Biru terpaksa berjalan lebih jauh untuk mencapai kedalaman, agar dapat melepas bunganya tanpa kendala.

Dengan gerakan perlahan yang menuntut kepastian, Biru melepaskan bunga ditangannya. Ia menundukkan sedikit tubuhnya untuk mengusir jauh bunga itu.

Hingga bunga itu berlabuh jauh, barulah Biru memutar tubuhnya untuk kembali ke bibir pantai.

Hatinya begitu kuat. Kuat menunggu harapan, yang kepastiannya sangatlah abu-abu. Ia sedikit iri saat menengadahkan kepalanya menatap langit. Walaupun tak dapat memeluk, tapi langit selalu dapat melihat laut. Selalu tahu apa yang laut kerjakan. Sedangkan dirinya, tak dapat memeluk dan melihat Ali.

Biru bisa bebas melakukan apapun di pantai tersebut, karena suasana selalu sepi saat ia berkunjung ke pantai. Sedikit yang ia ketahui, bahwa pantai tersebut hanya di isi oleh kapal-kapal nelayan, dan tak ada pengunjung yang pernah datang ke pantai tersebut. Karena, pantai tersebut memang tidak dibuka untuk menjadi tempat liburan masyarakat.

"Tidak masalah Biru, sebentar lagi kau akan bertemu Ali." Semangatnya pada diri sendiri.

Biru kembali mengambil sepedanya. Hari ini tujuannya bukan hanya pantai, tapi ada hal lain yang ingin ia lakukan.

Kembali mengayuh sepedanya. Biru membawa arahnya kesebuah tempat pemakaman umum.

Biru berdiri didepan sebuah makam yang bertuliskan nama seseorang.

"Lihat Ali! Mereka pernah membodohiku dengan sebuah makam, yang namamu tertulis disana. Mereka bilang jasadmu sudah ditemukan. Mereka bilang kau telah mati. Tapi, Ali, aku tidak akan percaya. Tubuh yang berada dibalik batu nisan ini, bukanlah tubuhmu." Biru jongkok di samping batu nisan itu. "Mereka membodohiku, karena mereka pikir saat itu aku gila.

Melautkan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang