"Lo kenapa? tegang banget perasaan"
Neina mengangkat kepalanya menatap Sila dengan bibir bergetar"Nilai gue Sil, ancur banget"
Sila meletakkan susu kotak di atas meja, lalu menggeser buku miliknya ke arah Neina"Mangkanya banyakin belajar, bukan nonton drakor terus"
Neina semakin ingin menangis rasanya, lalu kepalanya menoleh ke belakang. Di bangkunya Madafa sedang membaca buku sambil menyumpal telinganya dengan earphone.
"Gue nyesel Sil. Seandainya waktu itu gue terima contekan yang di kasih Madafa, pasti sekarang ga perlu ikut remedial"
Sila ikut menatap Madafa yang sedang fokus. Sila juga sangat heran kenapa Madafa bisa sepintar itu, jarang sekali ada anak laki-laki yang rajin membaca buku tebal, seperti yang sedang Madafa pegang.
"Itu sih, lo nya aja yang bego"
Neina kembali menelungkupkan kepalanya di atas meja"Iya, otak gue nya yang bego Sil"
Sila menghela nafasnya panjang. Neina di kata-katain bukannya mikir malah meng'iyakan jika dirinya bego.
Madafa bangkit saat bel istirahat berbunyi, melewati bangku Neina dan menyerahkan sebuah buku yang sejak tadi dibacanya. Neina mengerutkan keningnya tidak mengerti"Baca, biar pinter"
Sila langsung menutup mulutnya menahan tawa. Astaga berarti sejak tadi Madafa mendengar pembicaraannya dengan Neina.
Sedangkan Neina menatap tajam ke arah Madafa"Lo ngeledek, gue?"
Madafa hanya mengangkat alisnya tinggi"Emang gue kelihatan ngeledek, ya?"
Neina menahan emosinya. Jangan sampai dia terpancing emosi saat ini. Dengan gerakan cepat tangannya langsung menarik tangan Madafa membawanya keluar kelas, Madafa tidak terlihat memberontak malah mengikuti dengan pasrah.
Matanya menatap penjuru kantin yang tidak begitu ramai, lalu kembali menarik Madafa ke pojok kiri kantin. Mencari posisi meja yang agak nyaman.
Neina membuang nafas dalam sekali tarikan, dan memejamkan matanya dengan erat"Lo mau jadi guru privat gue ga?"
Neina membuka satu matanya, menatap Madafa dengan ragu. Entahlah tiba-tiba saja ide itu terlintas begitu saja di otaknya.
"Kalo gue nolak?"Madafa mengangkat alisnya tinggi, terlihat sangat songong.
"Ya ga boleh nolak lah, harus mau!"
Madafa memajukan wajahnya lebih dekat ke arah Neina, membuat Neina dengan reflek menjauhkan wajahnya juga"Gue dapet apa, kalo gue mau?"
Neina terlihat berfikir, lalu tangannya merapihkan topi yang sedang Madafa kenakan, menaikan topi itu agar bisa sedikit melihat mata milik Madafa.
"Gue bayar, berapapun yang lo minta"
Madafa mendecakan mulutnya terlihat kesal"Gue bukan cowok bayaran kali"
Neina membulatkan matanya terkejut"Astaga, ya maksud gue bukan gitu juga kali!"
Neina melihat kanan kirinya, memastikan jika tidak ada yang memperhatikan mereka berdua saat ini"Lo harus ada kapanpun gue butuh, tetep stay 24 jam kalo gue lagi pengen belajar. Kan itung-itung dapet pahala juga Lo ngajarin anak yang kurang pinter"
Madafa melipat tangannya di bawah dada, menatap Neina dengan wajah datar"Harus ada kapanpun lo butuh? selama 24 jam?"
Neina mengangguk dengan cepat, terlihat senyum lebar ciri khas Neina yang kembali Madafa lihat. Akhirnya setelah sejak tadi Neina terus cemberut, sekarang perempuan itu kembali tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
MADAFA'S EVIL EYES
Teen FictionAda banyak luka untuknya. Ada banyak cinta untuknya. Bahkan ada banyak cara untuk menyembuhkannya. Tapi kenapa akhirnya, memilih mengakhiri? Dia Madafa, pemilik mata iblis semerah darah. Keunikan yang dia miliki membawanya pada kesialan, dirinya ter...