12

85 17 58
                                    

Yeorin.

Tiga hari kemudian, tidak ada yang berubah.

Dan sekarang aku punya ketakutan baru yang harus dihadapi untuk meninggalkan apartemen, jadi aku hanya diam di dalam, merasa sedih, cemas, dan kecewa karena Jimin masih bekerja dengan jam kerja yang sangat panjang.

Terdengar ketukan di pintu — peringatan kecil dari Jungkook bahwa dia akan masuk sebelum dia melakukannya — dan kemudian pintu terbuka sedikit demi sedikit.

“Ada… tamu,” katanya, tampak sama terkejutnya dengan perasaanku.

Tamu?

Salah satu kakak-ku, mungkin?

Yungie?

"Kakak-ku?" tanyaku, mendengar suara mencicit penuh harap.

"Benar. Seperti salah satu dari mereka akan menelan harga dirinya, berjalan ke sini, dan mengakui bahwa mereka... wah," suara perempuan yang ku kenal mulai terdengar saat dia mendorong Jungkook, hanya untuk membeku satu kaki di dalam pintu saat dia melihatku.

Sejujurnya, dalam daftar panjang anggota keluarga yang kupikir akan muncul untuk menemuiku, dia hampir berada di urutan paling bawah.

Seonjoo adalah istri sepupuku, Kim Yeonjun. Yang merupakan tangan kanan salah satu Capo ayahku.

Dia wanita cantik dengan wajah agak bulat dan mata biru-abu-abu muda.

Namun, ketika aku memikirkannya sebentar, masuk akal jika itu adalah Seonjoo.

Karena Seonjoo adalah seorang Choi.

Yah, semacam itu.

Seonjoo adalah anak tiri seorang capo dari keluarga Choi.

Dia sebenarnya bertemu sepupuku Yeonjun ketika Jimin menggunakannya untuk memata-matai keluarga ku.

Jadi jika ada orang yang akan merasa nyaman berjalan-jalan ke wilayah keluarga Choi, itu adalah seseorang yang telah tinggal di sana hampir sepanjang hidupnya, yang mengenal semua orang.

Dia menatap tajam Jungkook yang membuatnya berdeham dan berjalan keluar.

Kemudian Seonjoo bergegas menyeberangi ruangan ke arahku.

"Katakan padaku dia tidak melakukan ini," katanya, matanya menatap wajahku.

Aku bisa melihat pikiran-pikiran berputar di kepalanya saat dia mungkin bergulat dengan gagasan harus kembali ke keluarga ku dan memberi mereka kabar terbaru ini.

"Dia tidak melakukannya," kataku, menggelengkan kepala. Kemudian, dengan sedikit lebih tegas, "Jimin tidak melakukan ini. Aku dirampok."

"Dirampok," ulangnya. "Kau, istri bos mafia, dirampok?"

"Ya. Tapi... um... anggap saja dia sudah belajar dari kesalahannya," kataku.

"Dia lebih baik belajar," katanya. "Maksudku, siapa yang waras yang akan menghancurkan wajah istri Choi Jimin? kecuali mereka menantikan rahang yang dijahit. Oh, apakah itu kopi?" tanyanya, tetapi berjalan ke dapur tanpa menunggu jawaban.

Aku menyukai Seonjoo.

Dalam keluarga yang banyak pria nya yang tampaknya memiliki segalanya, Seonjoo adalah angin segar. Karena dia terkadang bisa berantakan. Selalu mengoceh, mengumpat terus-menerus bahkan ketika dia bermaksud untuk tidak melakukannya, tersandung dan menumpahkan barang, menangis secara acak, tertawa sangat keras hingga dia mendengus. Dia membantu ku merasa sedikit tidak canggung.

Dia membuka dan menutup lemari, mencari cangkir saat aku bergerak mendekat.

"Dimana gulanya?" tanyanya, membuka lebih banyak lemari.

Love Him Like WaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang