8

93 19 16
                                    

Ditempatkan kalian matahari terbit jam berapa?
Disini 5.51
.
.
.

Yeorin.

Aku hanya berdiri di sana, bersandar di dinding kamar mandi untuk waktu yang terasa seperti selamanya, tidak mundur ke bawah semprotan air.

Beberapa bagian dasar diriku yang aneh, tidak dapat diketahui, dan sangat terangsang oleh gagasan pelepasannya masih ada di kulitku.

Aku hampir tidak bisa menahan keinginan untuk meraih dan menyentuhnya dengan jari ku.

Suara pintu kamar yang dibanting hingga tertutup itulah yang akhirnya membuatku terbangun dari kabut orgasme, menyadari bahwa dia baru saja... meninggalkanku lagi.

Aku melangkah maju ke dalam semprotan, membiarkan air membasuhnya, lalu menggosoknya lagi dengan sabun, ingin menghilangkan rasa berlendir yang seakan-akan menyelimuti pikiranku.

Soal perasaan, entahlah, bekas.

Satu-satunya saat dia mendatangiku, berbicara kepadaku, bahkan menatapku, adalah saat dia ingin menyentuhku, ingin berada di dalam diriku.

Dan aku, yang sangat putus asa akan minatnya, bahkan mungkin hanya sebagian kecil dari hatinya, membiarkan dia melakukannya.

Air mata menyengat mataku dan aku mengedipkannya kembali saat aku keluar dari kamar mandi, mengeringkan badan, dan berusaha untuk tidak membiarkan pikiranku menjadi gelap lagi.

Padahal aku tahu dia ada di sana bersama teman-temannya.

Siapa pun kecuali aku.

Aku berjalan dengan handuk kembali ke kamar tidur, melihat sesuatu tergeletak di meja samping tempat tidurku yang belum kutinggalkan di sana. Sebuah kotak kecil.

Aku merasakan sedikit sensasi, bertanya-tanya apakah dia mungkin telah membelikanku sesuatu, yang selalu ada dalam pikirannya ketika dia bepergian dalam hidupnya.

Namun ketika aku berjalan mendekat dan mengambilnya, apa yang ku temukan hanya menambah perasaan gelap itu.

Dia belum memberiku hadiah.

Dia memberiku sekotak pil KB.

"Brengsek," bentakku pada diriku sendiri saat aku merasakan air mata panas mengalir di pipiku.

Sambil meraihnya, aku menggeseknya sambil melemparkan kotak itu kembali ke bawah.

Aku akan mengambilnya, aku tahu aku akan melakukannya. Sebab, meski ada kekecewaan, dan celah-celah kecil yang terus menjalar di hatiku setiap kali dia hanya mengingatku ketika dia ingin dekat denganku, hanya itu yang bisa kudapat darinya.

Dan aku akan mengambilnya.

Karena kebutuhannya sepertinya semakin bertambah seiring berjalannya waktu.

Pindah ke dalam lemari, aku menemukan beberapa piama untuk dipakai, lalu mendapati diriku mengobrak-abrik salah satu tasku, menemukan sesuatu yang tidak mau kulihat sejak pagi hari pernikahanku ketika aku mematikannya dan mengabaikan tsunami teks yang memintaku untuk tidak melanjutkannya.

Telepon ku.

Aku tahu aku tidak akan cukup kuat untuk menghadapi kekesalan keluarga ku ketika aku merasa begitu rapuh. Namun sekarang aku meraihnya seperti tali penyelamat, mengetahui bahwa tali itu dipenuhi oleh orang-orang yang tidak ingin memanfaatkanku, yang hanya ingin mencintaiku.

Aku mengambilnya dan pengisi dayaku kembali ke meja samping tempat tidurku, mencolokkannya dan mengisi dayanya sambil merobek kotak sialan itu, lalu mengeluarkan pil dari kemasan lepuhnya, menempelkannya ke lidahku, dan menelannya.

Love Him Like WaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang