'12

134 15 0
                                    




•~•~•~•~•~•~•~•

Seno berada di dalam kamar nya sendiri, ia masih setia memegangi perutnya yang sakit akibat Jerico tendang. Parahnya saat Jerico menendangnya, ia sedang menggunakan sepatu pantofel yang pasti sangat sakit.

"Duh perih banget, ga kaya biasa nya." ucap Seno masih merintih.

"Bang Jer kenapa ya, apa ada masalah?" gumamnya sendiri.

Cukup lama ia meringkuk di kasur, perutnya sudah mulai lebih baik dari pada yang tadi.

Ia berjalan keluar kamar menuju dapur, Seno lapar karna dari tadi siang ia belum makan. Bahkan makanan rumah sakit tidak di makan karna Seno tidak suka.

Akhirnya Seno menyeduh mie untuk ia makan, rasanya sangat nikmat dibanding makanan hambar dari rumah sakit pikirnya.

PYAR!

Tanpa Seno tahu, Jerico sudah berdiri di tangga sambil menatapnya, juga habis melempar Seno gelas. Untung saja tidak mengenai Seno.

"Bang, kenapa?" tanya Seno berwajah khawatir.

"Beliin shampo." ucap Jerico.

"Habis bang?" tanya Seno memastikan lagi bahwa Jerico tidak salah.

"Kalo ga habis gua kaga nyuruh lo anjing, ribet bener tinggal jalan doang." ucap Jerico yang langsung duduk di sofa.

Ya hikmah ngelempar gelas apaan?

"Iya, mana duitnya?" tanya Seno.

"Sopan lo begitu? Bayarin lah bangsat, enak aja." ucap Jerico tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.

"Iya, maaf." jawab Seno terakhir sebelum akhirnya ia pergi.

Suasana di komplek Seno memang selalu sepi, dingin dan gelap malam adalah favorit Seno. Benar benar ketenangan baginya.

"Ngomong ngomong, Bunda kemana ya?" monolognya masih sambil berjalan.

"Apa gue telfon aja ya? Tapi gausah deng, jangan bikin masalah lagi Seno." ucapnya pada diri sendiri sambil memukul kecil kepalanya sendiri.

Empat menit ia berjalan menuju toko, ia sampai dan segera membeli sesuai perintaan Jerico.

"Makasih ya, Bu." ucap Seno sambil tersenyum manis pada Ibu penjual toko tersebut.

"Manis banget haha, hati hati ya nak." ucap Ibu itu lagi.

Sepanjang jalan pulang Seno memikirkan perkataan sang penjual toko tadi, ia sedikit terharu. Pasalnya ia sudah jarang atau bahkan tak pernah lagi mendengar seperti itu dari ibu kandungnya sendiri setelah sang ayah meninggal.

"Bun, mau deh Bunda kaya gitu." gumamnya seraya berjalan pelan dengan pandangan yang menuju jalanan di depannya.

Scress!

"Ahk!" perih yang Seno rasakan pada lengan sebelah kirinya. Cairan merah segar mengalir sedikit demi sedikit.

"Aduh ranting pohon tanjem banget, shh." ucap Seno sambil melihat lengannya yang tergores.

VICTIMS OF WEALTH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang