Di hadapannya, aku dan Mama tersenyum lembut, senyum yang penuh arti, penuh misteri. Mata kami bertemu dengan matanya, mengundang tanpa kata, menciptakan gelombang ketegangan di antara kami. Setiap tarikan bibir kami, setiap kilauan mata, seolah berbicara dalam bahasa yang tak terucapkan, tetapi sangat jelas dirasakan.
Perlahan, atmosfer di dalam ruangan berubah—menjadi lebih tebal, lebih intens. Setiap detik yang berlalu terasa semakin lambat, seperti dunia di luar ruangan ini tidak lagi ada, hanya tersisa kami bertiga dan ketegangan yang mengisi setiap sudut kamar. Suara detak jantung Papa terdengar di telinganya sendiri, begitu keras seolah ingin melompat keluar dari dadanya. Napasnya semakin tertahan, seakan ia takut bahwa hembusan napas yang terlalu keras akan memecahkan keheningan ini.
Akhirnya, dengan suara yang sedikit bergetar, Papa berhasil berbicara. "Kok kalian begini?" ucapnya, masih setengah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Mama, dengan senyum yang semakin menggoda, menjawabnya dengan nada manis. "Iya, ini hadiah spesial ulang tahun buat Papa," ucapnya santai, seolah-olah apa yang ia katakan adalah hal yang wajar.
Papa menelan ludahnya, matanya kembali melirik ke arah kami, mencoba memastikan bahwa ia tidak sedang bermimpi. "Mama serius?" tanyanya, suaranya terdengar ragu, tapi ada nada harapan di sana.
Mama terkikik pelan, nadanya semakin menggoda. "Iya dong," jawabnya dengan mata yang berbinar penuh godaan. "Mama sama Lina udah dandan cantik dan seksi ya cuma buat Papa."
Kata-kata itu bergema di ruangan, membuat suasana semakin intens. Papa mengerjap beberapa kali, masih sulit percaya bahwa semua ini nyata. Sementara itu, aku yang duduk di samping Mama berusaha menenangkan diriku. Awalnya, suasana ini begitu asing, tapi perlahan-lahan, sesuatu di dalam diriku mulai bangkit. Gairah yang tadinya berusaha kutahan mulai perlahan meningkat. Napas kami yang perlahan semakin sinkron, pandangan mata Papa yang penuh keingintahuan dan kegugupan, semua menciptakan ketegangan yang tidak bisa diabaikan.
Dengan setiap detik yang berlalu, suasana di antara kami semakin menggeliat, penuh ketegangan yang menggantung di udara. Aku bisa merasakan detak jantungku yang berdebar semakin cepat, beriringan dengan dorongan tak terelakkan yang tumbuh dalam diriku. Setiap tarikan napas terasa berat, seolah udara yang kami hirup dipenuhi oleh keinginan yang tidak diucapkan. Kami bertiga terjebak dalam keheningan yang tak perlu dijelaskan dengan kata-kata—sebuah keheningan yang justru berbicara lebih banyak, semakin memperjelas apa yang tak bisa kami ungkapkan.
Di sampingku, Mama tersenyum lembut, pandangan matanya tertuju ke arah Papa, mengundangnya tanpa berkata-kata. Tatapan itu membuat udara di antara kami semakin panas, dan aku bisa merasakan sesuatu yang berbeda mulai merayap masuk ke dalam suasana, sesuatu yang lebih intens dan menggoda.
Mama mengangkat tangan perlahan, isyarat kecil tapi jelas, dan memanggil Papa dengan suara lembut namun tegas, "Ayo, sini, Pa."
Baca selengkapnya di https://karyakarsa.com/auliashara atau klik link di bio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Mama
General FictionDimas, seorang siswa kelas dua SMP, menjalani masa pubertas dengan banyak perubahan dan rasa penasaran tentang tubuh wanita, terutama mamanya yang cantik. Suatu hari, Dimas jatuh sakit dan didiagnosis dengan penyakit darah langka yang menghentikan r...