EPISODE 5.0.1

108 91 7
                                    

Ruangan gelap tanpa penyinaran yang benar, hanya remang remang cahaya lampu yang menembus dari selah selah kayu yang terkelupas.

"Oy, Orato. Kau dapat klien, tugasmu kali ini memata-matai." Kata seseorang yang baru memasuki ruangan.

"Berapa bayaranya dan siapa targetnya?" Tanya Orato.

"Untuk bayarannya tidak perlu khawatir dan untuk kali ini kau punya tugas untuk memata-matai seorang murid sekolah Aadhyaatmik."

"Apa? kau bilang anak sekolah?" Tanya Orato kesal.

"Tenang tenang. Bukan masalah dia anak sekolah atau bukan. Tapi ini sangatlah tidak wajar karena pada dasarnya sekolah itu memilih yang terbaik diantara yang terbaik."

"Jadi? Apa aku harus mata-matain anak abg terus pergokin dia lagi coli atau memata matai dia yang selingkuh dari pacarnya hah?"

"Bukan itu bang. Ini adalah misi yang menarik, oleh sebab itu kau lah yang harus turun tangan-assasin masa lalu."

"Emang apa yang membuat ini menjadi menarik?"

"Kau tau penyerangan rapat lima raja dan kematian raja dari kerajaan Buddhis? Klein kita menyangka bahwa anak itu lah pelakunya."

"Tolol, yang benar saja. Dia hanya anak SMA"

"Siapa yang kau bilang anak SMA biasa. Namanya Efnday, murid baru dan dari keluarga mana dia berasal tidak ada satupun yang dapat menjelaskannya. Lagi pula dia itu kelas S. Kelas yang menciptakan monster monster dunia ini. Apa kau tidak tertarik hah?"

"Cih. Kalau begitu jelaskan apa peraturannya"

"Hehe begitu dong..." tawa puas terdengar semu di dalam ruangan. "Pertama dan yang paling penting adalah jangan sampai ketahuan dan usahakan jangan ada sedikitpun pertarungan yang terjadi."

"Kalau terjadi?"

"Habisi saja dia kalau kau bisa"

***

Kembali kemasa sekarang di sebuah gang gelap Orato dengan tatapan tajam melihat Efnday yang terdiam di hulu gang lalu beberapa saat kemudian Efnday melangkahkan kembali kakinya ke arahnya.

"Yang benar saja Yugos memata-matai anak ini tanpa adanya pertarungan. Dari awal aku sudah tertangkap olehnya tau." gumam Orato pada dirinya sendiri.

***

Di ruangan kamar rumah sakit nomor 99 terlihat banyak orang yang menjenguk pasien.

"Oh jadi begitu ya." Kata Deiva dengan senyuman di bibirnya.

"Iya. Jadi nanti kita latihan di rumahnya-bukan, bukan rumahmu juga kan? Eissa?" tanya Siddharta.

"Iya. Sekitar seminggu sebelum festival dimulai, kita dijadwalkan sudah boleh keluar untuk berlatih. Bukan-bukan dirumah tapi di resort milik keluarga" Jawab Eissa duduk di kursi disamping Deiva.

"Yes.." ujar Siddharta gembira.

"Ngomong ngomong, Maria sama Efnday gak ikut?" Tanya Deiva.

"Untuk Maria dia bilang akan datang. Tapi buat Efnday.." penjelasan Eissa terhenti lalu melirik Siddharta dan M yang berdiri di belakangnya.

"Mungkin dia nyasar" timpal M yang akhirnya berbicara.

"Yah... mending nyasar. Kalau sampai berbuat masalah.. penangguhannya akan di batalkan." Tambah Siddharta.

"Penangguhan?" Tanya bingung Deiva.

"Panjang ceritanya tapi biar ku jelaskan dengan singkat. Jadi awalnya begini..."

SpirituilS 1.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang