VI

1.1K 183 5
                                    

Pagi itu, Jeno dan Renjun berjalan tergesa-gesa menuju bengkel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi itu, Jeno dan Renjun berjalan tergesa-gesa menuju bengkel.

Keduanya terlambat karena kedatangan mendadak Nyonya Lee, ibu Jeno.

Sebelum pergi, Jeno juga bingung menyiapkan pakaian untuk Renjun. Dengan postur tubuh Jeno yang jauh lebih tinggi dan berotot, semua bajunya tampak kebesaran di badan Renjun yang lebih kecil dan ramping.

Sesampainya di bengkel, para montir terlihat bingung melihat kedatangan mereka.

Biasanya Jeno naik motor setiap hari, tapi hari ini dia datang dengan mengendarai mobil, bersama Renjun.

Jeno turun terlebih dulu dan membukakan pintu samping untuk Renjun.

"Terimakasih, Pak."

Renjun mengenakan kaus Jeno yang jelas terlalu besar untuknya. Bahu kaus itu jatuh melewati bahu Renjun dan bagian bawahnya hampir menutupi celana jeansnya.

Dia berusaha menarik-narik kaus itu agar lebih rapi, tapi tidak banyak membantu. Ini lebih dari sekedar oversize, Renjun merasa penampilannya tidak keren.

Tiga montir yang sedang bekerja, Yuta, Johnny, dan Ten, saling melirik dengan penuh rasa ingin tahu.

Yuta yang pertama kali membuka suara, mengangkat alis sambil tersenyum lebar.

"Kok Bapak datengnya bareng Renjun?" tanyanya dengan nada menggoda.

Johnny menambahkan, "Iya, kok Renjun pakai baju Pak Jeno?"

Renjun merasa pipinya memerah. Dia menunduk sedikit, mencoba menyembunyikan rasa malunya.

Jeno segera menjelaskan, "Semalam Renjun menginap di rumah saya. Semalam kan rencana makan malam penyambutan Renjun sebagai pegawai baru gagal karena hujan deras, jadi dia nggak bisa pulang. Karena dia nggak punya pakaian ganti, aku pinjamkan baju saya."

Ketiga montir itu tertawa kecil, tapi mengangguk-angguk mengerti.

Jeno melempar pandangan tegas kepada mereka, seolah mengingatkan untuk tidak bertanya lebih lanjut.

Renjun hanya bisa tersenyum kecil, merasa sedikit lega.

Setelah itu, Jeno menuju kantor, sementara Renjun segera melanjutkan tugasnya menginput data untuk digitalisasi inventaris bengkel.

Sesekali, dia masih merasakan tatapan penasaran dari para montir, tapi dia mencoba untuk fokus pada pekerjaannya.

Beberapa saat kemudian, Jeno kembali ke area kerja Renjun dan mendekatinya dengan wajah khawatir.

"Maaf ya kalau anak-anak montir tadi bicara yang aneh-aneh." katanya dengan suara pelan, jelas menunjukkan rasa bersalah.

Renjun menoleh dan tersenyum, mencoba menghilangkan kekhawatiran Jeno.

"Nggak apa-apa, Pak. Saya paham mereka cuma bercanda. Lagipula, saya lebih nyaman pakai baju ini daripada harus kehujanan semalam."

Jeno tersenyum lega dan menepuk bahu Renjun dengan lembut. "Terima kasih atas pengertianmu, Renjun. Kalau ada apa-apa, jangan ragu buat bilang, ya."

Istri Boss BengkelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang