Emily's POV
Pagi ini setengah jiwaku sangat bersemangat untuk pergi ke sekolah. Sedangkan yang setengahnya lagi, agak kecewa setelah merasakan daerah kakiku yang keseleo kemarin lusa ternyata masih terasa sakit. Aku bangkit dari tempat tidurku dan menuju ke kamar mandi. Tapi langkahku tiba-tiba berhenti, saat aku melihat sebuah pigura foto yang terpajang di dinding dekat pintu kamar mandi.
Fotoku, Sammy, Vinka dan Ditha.
Masih sangat jelas dalam ingatanku, kalau malam itu kami berempat pergi ke acara Natal bersama-sama. Sebenarnya kami tidak sengaja bertemu kala itu. Aku dan Ditha yang sudah kenal sejak lama, menjadi penerima tamu dalam acara tersebut. Sedangkan Sammy dan Vinka datang bersama keluarga mereka masing-masing.
Oh iya, nanti aku pergi bareng Sammy ke tukang urut.
Nama Sammy tiba-tiba melintas dikepalaku. Membuat aku memandangi foto itu sekali lagi, baru masuk ke kamar mandi.
Aroma nasi goreng buatan Mama langsung menyapa indra penciumanku ketika pintu kamarku terbuka. Mama dan Papa yang berada di meja makan menoleh kepadaku. "Hai, Sayang. Udah baikan kakinya?" tanya Mama, mulai menyendokkan nasi goreng kedalam piringku lalu menaruhnya saat aku sudah duduk.
"Hmmm, lumayan sih, Ma. Tapi masih terasa sakit dikit," aku memasukkan sesuap nasi goreng kedalam mulutku.
"Terus hari Sabtu nanti pentas kamu gimana?" tanya Papa seraya meneguk air putih didalam gelasnya. Seketika aku berhenti mengunyah, mengingat perkataan Kak Lena waktu itu.
"Aku, masih gak tau, Pa. Kata leader-ku, kalau hari ini kakiku gak sembuh, aku gak bisa ikut tampil hari Sabtu." Aku bersyukur karena masih bisa mengalahkan perasaan sedihku dan mampu menemukan suaraku untuk menjawab pertanyaan Papa. Tapi sedetik kemudian aku teringat akan janji Sammy bahwa hari ini dia akan membawaku dan memastikan kalau aku bisa ikut tampil hari Sabtu nanti. "Oh iya, Pa, nanti pulangnya aku gak perlu dijemput, karena aku mau ke tukang urut sama temenku."
-SIAS-
"Hai, Emil!" seru Vinka yang sedang menutup bekalnya, tanda ia sudah menyelesaikan sarapannya.
"Hai, Vin!" aku membalas sapaannya dan duduk disebelahnya. "Sarapan apa lo hari ini?"
"Sup jagung buatan Mama!" balasnya riang. Aku tersenyum karena sikapnya yang selalu riang tapi bisa tenang pada waktunya. "Kaki lo gimana, udah mendingan?" tanyanya sambil menunduk untuk melihat kakiku.
"Yah, lumayan sih. Tapi masih sakit sedikit," jawabku dengan senyuman yang mengembang dibibirku. Teman sebangkuku ini memang benar-benar perempuan yang baik dan perhatian, tentunya. Ditambah paras cantik yang Vinka miliki, tidak heran kalau banyak siswa yang rela memusatkan pandangan mereka demi melihat Vinka melintas didepan mereka.
Vinka ikut mengembangkan senyumnya, "Semoga cepet sembuh ya, Mil. Padahal gue mau ngajak lo jalan hari ini."
Aku hanya bisa mengucapkan 'terima kasih' sambil tertawa renyah padanya. Vinka juga ikut tertawa kemudian melirik sekilas kearah pintu. Tidak butuh waktu lama untuk menjawab rasa penasaranku, karena beberapa saat setelahnya, aku mendengar suara Gilang, yang notabene adalah teman sebangku Sammy memanggil orang yang tadi Vinka lihat, "Eh, Sam! Akhirnya lo dateng juga."
Aku tidak memperdulikan hal itu. Vinka langsung mengubah arah pembicaraan, "Oh iya, gue minjem handphone lo dong, Mil!"
Dalam diam, aku mengambil handphone-ku dari dalam tas dan langsung memberikannya pada Vinka. Aku orang yang cukup terbuka, jadi tidak masalah bagiku jika teman-temanku ingin meminjamnya. Lagi pula, tidak ada hal penting yang harus kusembunyikan disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine in Another Sky
Teen FictionDisaat baru membuka kelopak mata pun, aku sudah tahu. Aku bukanlah orang yang pernah mengisi hatimu. Bukan orang yang pernah membuat perutmu seperti kupu-kupu yang berterbangan ketika kau melihatku, atau membuat jantungmu berdegup lebih kencang dari...