“Jadi, Emil nyuruh Vinka buat nanya kepastian gitu?” Sammy mengerutkan keningnya sesaat. “Maksud lo, Emily punya perasaan ke gue?”
Gilang dan Adit saling lirik, tidak bisa langsung menjawab kesimpulan yang dibuat Sammy.
“Gue sih gak tau ya, bro, mungkin iya,” ujar Adit sebelum keheningan yang canggung menyeliputi ketiga lelaki itu.
“Lagian sih, lo bikin anak orang baper. Ribet gini kan jadinya,” sahut Gilang.
“Gue gak niat sama sekali buat dia baper, man. Gue cuma memperlakukan dia,” Sammy berpikir sejenak untuk mencari kata yang tepat. “agak beda dari yang lain.”
Adit tersenyum miring, kemudian membuang napasnya. “Nah kan, itu lo ngaku sendiri.”
“Cewek itu makhluk peka, bro. Dia bisa ngebedain dan ngeliat perlakuan spesial dari lo itu.” Gilang menenggak habis es tehnya. “Emang ada juga sih yang tingkat ke-geer-annya tinggi, tapi untuk yang satu ini udah keliatan, Sam.”
“Iya, udah keliatan lo ‘ngebedain’ sikap lo ke dia sama ke temen-temen cewek yang lain,” sambar Adit lagi.
Sammy memijit keningnya pelan, hingga ia tersadar suatu hal. “Berarti jawaban yang gue bilang ke Vinka juga dikasih tau ke Emily dong?”
“Emang lo jawab kayak gimana?”
-SIAS-
Akhirnya, setelah melewati beberapa jam di sekolah yang terasa berat, sekarang Emily sudah berdiri di depan halte di dekat sekolahnya untuk menuggu dijemput. Pakaian putih-abunya masih terlihat licin, karena saat ini jam tangannya baru menunjukkan pukul sepuluh lewat tujuh belas menit.
Hari Selasa memang sudah ia tunggu dari dua minggu yang lalu. Hari ini Emily akan kembali bertemu dengan Dico dan Diana.
Seenggaknya bisa ngisi waktu luang daripada harus mikirin Sammy, ucapnya dalam hati.
Lama menunggu, Emily mulai bosan. Ia tidak mengira bahwa ojek yang dipesannya akan tiba selama ini.
Dikejauhan, ia melihat Sammy dan teman-temannya berada didepan gerbang.
“Ah, gue harus gimana lagi ini.” Emily menghelas napas. Ia tidak tahu akan bersandiwara seperti apa lagi.
Tanpa diduga, tatapan matanya bertemu dengan tatapan Sammy. Ia tertegun sejenak, lalu berhasil membuang muka.
Saat ini yang Emily harapkan hanya kedatangan si ojek, tidak ada yang lain.Ia melirik jam tangannya lagi, berusaha menyibukkan diri ditengah keramaian jalanan itu. Sampai ia mendengar suara motor yang berhenti didekatnya, Emily langsung memalingkan wajahnya.
Ternyata perkiraannya salah. Bukan ojek yang menghampirinya, tapi Sammy.
“Nunggu apa, Mil?” Sammy membuka helmnya, sekaligus membuka percakapan tanpa turun dari motor.“Ojek.” Emily tidak menyangka nada bicaranya akan seketus itu.
“Oooh. Tapi lo udah pesan?” tanya Sammy, masih berusaha memperpanjang percakapan.
“Udah kok, gak tau nih kenapa belom nyampe juga.” Emily tidak mau terdengar seperti tadi, jadi ia memperpanjang kalimatnya.
“Kalo gitu bareng gue a—“
“Gue duluan ya, Sam. Ojeknya udah sampe tuh diseberang.”
Emily menyeberang, meninggalkan Sammy dibelakang.
Tanpa sepengetahuan keduanya, baik Sammy maupun Emily, sama-sama kecewa.
-SIAS-
“Kak Emily!!!” seru Diana dari dalam mobil sambil melambai-lambaikan tangan heboh dan segera berpindah tempat duduk ke belakang.
![](https://img.wattpad.com/cover/43134901-288-k215991.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine in Another Sky
Teen FictionDisaat baru membuka kelopak mata pun, aku sudah tahu. Aku bukanlah orang yang pernah mengisi hatimu. Bukan orang yang pernah membuat perutmu seperti kupu-kupu yang berterbangan ketika kau melihatku, atau membuat jantungmu berdegup lebih kencang dari...