Part 11

50 5 1
                                    

Ujian Kenaikan Kelas – atau yang biasa disingkat UKK – tinggal beberapa hari lagi. Setiap malam aku mulai menyicil beberapa pelajaran eksak yang kurang ku pahami. Aku tidak menyangka, semester dua ini berlalu begitu cepat.

Sepulang sekolah aku langsung mengganti seragam putih-abu yang kukenakan, lalu meregangkan otot-ototku sebentar. Ini masih sore, jadi aku punya sedikit waktu untuk bersantai.

Saat aku baru ingin beranjak pergi menuju balkon, terdengar suara ketukan pintu kamarku yang disusul suara Mama. "Mil? Kamu lagi ngapain?" Mama membuka pintu.

"Gak ngapa-ngapain, Ma. Lagi nyantai aja." Aku berjalan ke balkon, tidak membatalkan niatku untuk duduk santai disana.

"Kalo gitu kamu mau temenin Mama sebentar gak? Ke supermarket deket stasiun?" Mama menghampiriku dan duduk disebelahku, menikmati angin sepoi-sepoi yang berhembus sore ini.

Aku menoleh pada Mama. "Boleh aja sih, tapi kok musti jauh kesana? Emang Mama mau beli apa?"

"Mama mau nyari beberapa bahan makanan yang agak susah dicari. Sekitar satu bulan yang lalu Mama liat disana ada, mungkin sekarang juga masih ada," Mama menatapku penuh harap. "Mau kan? Ayo siap-siap, mumpung masih jam empat nih!"

Aku menganggukkan kepala, diikuti senyum Mama yang langsung merekah. Kami pun masuk ke kamarku dan Mama keluar untuk pergi ke kamarnya.

Empat puluh lima menit sudah terlewati. Aku dan Mama memasuki supermarket yang cukup ramai. Mama mengambil trolley kemudian mulai menyusuri lorong-lorong supermarket.

"Kamu mau ikut ke bagian sana atau tungguin trolley disini?" Mama menunjuk deretan bahan-bahan makanan dalam lemari pendingin.

Aku berpikir sebentar sebelum memutuskan. "Hmm, disini aja deh. Gak lama kan Mama?"

Mama menggeleng lalu melesat pergi. Aku menepikan trolley agar tidak menghalangi jalan.

Ketika aku sibuk melihat barang-barang yang ada didekatku, aku menangkap sosok yang asing, namun sepertinya aku pernah melihatnya. Lelaki tinggi dengan kulit kecoklatan sedang mendorong sebuah trolley. Disampingnya ada seorang wanita setengah baya, sedang mengutarakan sesuatu pada lelaki itu.

Aku berusaha tidak peduli. Tapi ternyata kedua orang itu malah berjalan memasuki lorong tempatku berdiri. Bukannya mengalihkan pandangan, aku justru menaikkan sebelah alisku sambil berpikir. Apa yang aneh dari mereka ya?

Semakin mereka mendekat, aku juga semakin tidak bisa memalingkan wajahku. Beberapa saat mereka tidak melihatku, hingga akhirnya lelaki yang kira-kira seumuran denganku itu mengedarkan pandangannya dan berhenti untuk menatapku.

Kayak kenal deh, tapi siapa?

Pertanyaan dalam kepalaku menguap begitu Mama menghampiriku. "Emil, lama ya?"

Karena kedua objek yang aku lihat tadi sudah dekat, wanita setengah baya yang kupikir adalah ibu dari lelaki tinggi itu menoleh. Matanya melebar saat melihat Mamaku.

"Marissa?" panggilnya, menatap Mama begitu lekat. Karena menyadari ada yang memanggil namanya, Mama menengok ke sumber suara. Detik itu juga, Mamaku tersenyum dan memeluk wanita itu.

"Leny! Apa kabar?" Mama melepaskan pelukannya, tapi tidak menghapus senyuman di wajahnya. Aku dan anak laki-laki yang ada di sebelah ibunya hanya bisa memandang kedua wanita didepan kami dengan heran.

"Aku baik! Kalau kamu gimana?" balas ibu bernama Leny, kemudian beralih memandangku. "Oh, jangan bilang kalau ini Emily?"

Kok ibu ini bisa tau gue? Temennya Mama kali ya?, kataku dalam hati sembari mengembangkan senyum sopan padanya.

Sunshine in Another SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang