Part 15

42 5 2
                                    

Author's POV

Emily memilih bungkam setelah membaca deretan kata yang ada di handphone-nya. Ia tidak menyangka teman baiknya akan melakukan hal yang baginya amat privasi.

Pikirannya kacau, beribu-ribu pertanyaan menghinggapi kepalanya, membuat Emily tidak menyadari pertanyaan yang diajukan Dico beberapa detik yang lalu.

"Mil? Lo baik-baik aja kan?" tanya Dico ketika pertanyaannya tidak dijawab. Emily tersentak dan menatap Dico seperti orang linglung.

"Oh gue baik-baik aja kok," Emily melebarkan senyumnya, menutupi detak jantungnya yang amat cepat. "Emang tadi lo nanya apa? Gue lagi mikir aja kenapa ini macet, biasanya kan gak."

Dico memandangi jalanan didepannya. "Tadi gue nanya, tempat latihan dance lo masih jauh gak?"

"Enggak kok, dikit lagi juga nyampe. Gara-gara macet aja nih jadi lama," Emily mencoba mencari penyebab kemacetan dengan menyipitkan matanya agar dapat melihat lebih jauh. Tapi hasilnya nihil. "Gimana kalo gue jalan aja? Udah deket ini kan. Nanti lo tinggal muter disini."

"Eh jangan!" refleks Dico memegang lengan atas Emily, walaupun Emily tidak mengambil ancang-ancang untuk keluar dari mobil. Menyadari hal canggung baru saja terjadi, Dico langsung melepas pegangannya. "Sorry, Mil, gue refleks. Gak enak kan kalo gak anterin lo sampe tujuan."

Emily manggut-manggut, lalu menoleh ke bangku belakang untuk melihat keadaan Diana. Ternyata gadis kecil yang satu itu masih terlelap.

"Lo sayang banget ya, Co, sama Diana?" Emily mengalihkan keheningan di mobil.

Dico menatap Emily yang juga sedang menatapnya untuk menunggu jawaban. "Iyalah, kayak gue sayang sama—"

Dico menghentikan kalimatnya mendadak, menyadari bahwa apa yang hampir saja ia katakan bisa saja membuat semuanya berubah.

"Sama? Cewek lo?" rupanya Emily memperhatikan tiap kata yang diucapkan Dico.

"Gue mah jomblo, Mil, hehehehe," Dico terkekeh pelan, dan hambar.

"Kok gitu? Belom move on?" tanya Emily lagi, tidak sadar kalau topik pembicaraan kali ini lebih sensitif. "Tapi pasti punya mantan kan ya?"

Setelah hening beberapa detik, Dico akhirnya bersuara kembali, "Gue gak ada mantan."

Emily sempat terkejut, lalu dengan sigap bisa bersikap kembali seperti biasa. "Kok bisa? Gak ada cewek yang lo suka emangnya?"

"Hehe, bukan gitu, Mil. Susah deh dijelasinnya," Dico menelan ludahnya sambil menginjak pedal gas pelan karena kemacetan didepannya sudah mulai terurai. "Gue masih nunggu seseo—"

"Itu tempatnya, Co, yang ada plang nama warna oranye!" tunjuk Emily saat melihat tempat latihannya tinggal beberapa meter didepan.

"Oh oke," Dico melajukan mobilnya hingga akhirnya mereka sampai didepan tempat latihan Emily.

"Karna udah sampe, gue turun dulu ya. Makasih banyak buat hari ini!" seru Emily seraya membuka pintu mobil dan menurunkan kaki kirinya. "Titip salam buat Diana ya! Hati-hati, Co!"

Pintu mobil ditutup, mobil perlahan-lahan mundur dan meninggalkan Emily yang kemudian melambaikan tangannya sambil tersenyum. Ia pun berbalik dan masuk ke dalam gedung Virginia Dance Company.

Tapi kemunculan Fira secara tiba-tiba dari dalam membuat langkahnya terhenti. "Eh, Mil-Mil-Mil, temenin gue beli minum yuk! Minum gue ketinggalan. Sekalian beli pulsa juga ya!"

"Iya-iya, santai dong!" Emily mencoba memperlambat gerakan kaki mereka, lalu berjalan pelan ke arah warung yang ada diseberang jalan.


-SIAS-


"Itu, Kak, gedungnya! Yang ada warna oranye!" Cicha menunjuk sebuah gedung yang berjarak sekitar tiga puluh meter didepannya.

Sammy mulai mengambil jalur kiri dan memperlambat kecepatan motornya. "Kamu turunnya disamping gedung aja ya, kakak mau ambil jalan pintas buat pulang."

"Iya deh, terserah kakak aja," Cicha merapikan rambutnya sekils juga merapikan tas berukuran sedang yang ia bawa.

Motor Sammy berhenti disamping gedung bercat oranye-putih, tepat seperti apa yang dikatakan Sammy. Cicha turun dari motor, meminta kakaknya untuk menjemputnya jam tujuh, lalu pergi.

Sammy memasukkan gigi motornya, berniat untuk langsung pulang karena mendadak ia merindukan game di komputernya. Tetapi postur tubuh seseorang yang dikenalnya membuatnya membeku. Ia hanya terus memandangi tubuh wanita yang sedang berjalan kearahnya dengan handphone di tangannya. Sampai saat jarak diantara perlahan-lahan menipis, wanita itu mendongak.

"Sammy?" tanyanya dengan keterkejutan yang amat kentara. "Ngapain lo disini?"

"Nganter adek gue," Sammy membalas singkat. Namun rasa penasarannya membuatnya melontarkan sebuah pertanyaan, membuat percakapan mereka tidak akan berakhir cepat. "Lo latihan dance disini juga?"

"Iya. Adek lo namanya siapa?" ternyata Milena juga tidak terlalu ingin membuat percakapan mereka berakhir begitu saja.

"Cicha; dia baru masuk hari ini," Sammy ingin sekali membawa wanita didepannya ini ke suatu tempat untuk menyelesaikan masalah masa lalunya yang buatnya masih sangat menggantung.

"Hmm gitu," gumam Milena pelan. "Yaudah, gue masuk dulu ya."

"Len," panggil Sammy sambil menahan lengan Milena. Sammy mematikan mesin motornya, lalu turun dari motor. "Gue mau ngomong sama lo. Sebentar aja."

Milena memandangi Sammy dengan alis yang terangkat sebelah, seolah tahu topik apa yang akan mereka bicarakan. "Ngomong apa lagi? Sebentar lagi latihannya mulai, dan gue leader-nya."

"Apa latihannya gak boleh ngaret tiga menit aja?" Sammy melepaskan pegangannya. "Semuanya tergantung sama lo, Len. Kalo lo terlalu ngulur waktu, pembicaraan kita bisa lebih dari tiga menit."

"Oke kalo itu mau lo," emosi Milena mulai tersulut. "Gue bakal ngomong."

Sammy menutup matanya sebentar, menghembuskan napas perlahan. "Gue cuma minta lo jelasin alasan lo ngilang, itu aja."

"Jadi gue harus cerita semuanya ya, hm?" Milena melipat kedua tangannya didepan dada. "Se-kepo itukah lo?"

"Lo bilang lo mau cepet-cepet kedalem?" Sammy membalas sarkas.

Milena tersenyum miring. "Dulu gue taruhan. Puas lo?"

"Maksud lo?" Sammy mengerutkan alisnya, tak mengerti apa yang dikatakan Milena barusan.

"Lo pura-pura gak ngerti ya, Sam? Gue taruhan sama temen-temen gue buat dapetin lo. Awalnya kita emang cuma main-main, tapi ternyata mereka beneran maksa gue buat taruhan," Milena menjawab santai, tanpa rasa bersalah sedikit pun. Sedangkan Sammy, menggeleng-geleng kecil karena tidak percaya.

"Gue gak nyangka, Len," hanya itu yang bisa diucapkan Sammy.

"Huh, ya-ya-ya gue minta maaf deh. Dulu gue terlalu pintar untuk ber-acting­ jadi cewek yang sayang banget sama lo," Milena memutar bola matanya.

"Tapi kenapa lo bertahan sampe hampir setengah tahun?" cecar Sammy lagi, masih tidak habis pikir akan kelakuan wanita didepannya ini.

"Karena memang taruhannya seperti itu, Sammy," ujar Milena dengan suara yang dibuat lelah. "Udah kan? Gue mau masuk, udah empat menit."

Sebelum Milena sempat melangkah, Sammy langsung menarik lengannya hingga handphone-nya terjatuh. Mereka sama-sama berjongkok untuk mengambil benda kotak milik Milena itu, kemudian membeku sepersekian detik karena kejadian itu.

Tanpa mereka tahu, seorang gadis yang memakai baju putih panda sedang memperhatikan mereka.

Gadis itu Emily.


silahkan di vomments dan makasih udah baca sejauh ini;)

gue emang udah niat buat ngepost cerita ini walaupun readersnya sedikit:') jadi gue tetap bertahan:')


Sunshine in Another SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang