"Emil, bangun deh! Udah jam delapan lewat tuh!" suara nyaring milik Mama kudengar semakin mendekat. Mama membuka tirai kamarku, membuat mataku berkedip-kedip untuk menyesuaikan keadaan.
"Duh apa sih, Ma? Ini kan hari libur. Liat tuh di kalender, tanggal merah tau!" aku mencoba menarik selimutku untuk menutupi seluruh bagian tubuhku.
Mama malah menarik selimut itu. "Kamu lupa ya? Hari ini kan kita janji mau ke rumahnya Dico!"
"HAH?" mataku membelalak kaget atas pernyataan Mama. "Kapan Mama ngomongnya? Aku gak denger."
"Oh kayaknya waktu kamu lagi cuciin piring abis makan deh," Mama mencoba mengingat kejadian dua hari lalu, saat Dico dan Tante Leny datang ke rumahku. Aku cuma bisa menganggukan kepalaku, masih dalam posisi berbaring. "Yuk bangun, Mil! Nanti Dico yang jemput kita disini, jam setengah sepuluh loh janjinya!"
Mama berdiri hendak meninggalkanku. Tapi sebelum ia menutup pintu kamarku, ia mengoceh sekali lagi. "Jangan sampe Dico nungguin kita ya, Mil!"
Aku mendengus pelan, lalu menjawab perkataan Mama. "Iya, Ma."
Alih-alih bangun dan masuk ke kamar mandi, justru aku mengecek handphone-ku. Siapa tahu ada sesuatu yang penting disana. Aku membuka beberapa sosial media, kemudian berhenti menatap foto seseorang. Vinka.
Ia baru saja mengubah foto profilnya. Dirinya terlihat sangat anggun dan cantik menggunakan dress selutut berwarna biru, tersenyum menghadap kamera. Tampaknya ia baru saja mengikuti sebuah pesta tadi malam.
"Cantik banget sih temen gue yang satu ini," gumamku sambil tersenyum kecil, masih memandangi foto Vinka.
Tiba-tiba aku mengingat sesuatu, sebuah benda berwarna biru. Ah, kotak itu.
Aku duduk, menarik napas, baru berdiri. Kulangkahkan kaki menuju meja belajarku. Sampai disana aku berjongkok, merogoh benda berbentuk balok berwarna biru muda yang mulai pudar. Aku menarik bangku pasangan meja belajarku dan duduk disana, memangku kotak biru muda itu.
Perlahan-lahan aku membuka tutupnya, seolah takut kalau isi dari kotak itu adalah sesuatu yang berbahaya. Aku mengangkat kertas biru laut yang terlipat dua, mengeluarkannya dari kotak. Setelah mengembalikan kotak itu ke tempat asalnya, aku beralih pada kertas biru laut itu. Membaca kembali goresan tinta yang tidak tipis, tapi tidak terlalu tebal juga.
"Gue bawa aja kali ya?" ujarku masih memegang kertas yang telah kulipat dua kembali.
Aku mengangkat kedua sudut bibirku, membentuk sebuah senyuman tipis. Kemudian kuletakkan kertas biru tersebut didekat handphone-ku agar tidak lupa.
Tanpa pikir panjang, kakiku sudah berjalan ke lemari pakaian dan berhenti tepat didepannya. Tanganku juga langsung membuka pintunya, mengambil sebuah tank top biru muda dan sebuah cardigan biru donker dengan lengan yang hanya sampai siku.
Merasa tidak ada yang perlu diambil lagi, aku masuk ke kamar mandi sambil tersenyum lebar.
Selesai mandi, jam dinding didepanku menunjukkan tepat pukul sembilan. Aku memakai baju yang sudah kusiapkan dan mengambil barang-barang yang ingin kubawa, lalu turun ke ruang makan sembari sesekali bersenandung kecil. "Loh Papa mana, Ma?"
Mama yang sedang menyiapkan sarapan menoleh kepadaku. "Papa baru aja pergi ke tempat mancing. Katanya udah janji sama temennya. Nanti pulang dari sana katanya sih mau nyusul ke rumah Dico, mau ketemu sama temen lama."
Mendengar balasan Mama, aku hanya ber-'oooh' ria kemudian duduk manis, siap untuk sarapan.
"Nih, Mil," Mama memberikan sepotong pizza yang tampaknya masih agak panas. "Untung pizza yang Papa bawa tadi malem masih sisa, jadi Mama panasin aja deh."
![](https://img.wattpad.com/cover/43134901-288-k215991.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine in Another Sky
Teen FictionDisaat baru membuka kelopak mata pun, aku sudah tahu. Aku bukanlah orang yang pernah mengisi hatimu. Bukan orang yang pernah membuat perutmu seperti kupu-kupu yang berterbangan ketika kau melihatku, atau membuat jantungmu berdegup lebih kencang dari...