Emily's POV
Jam delapan pagi alarm di handphone-ku sudah berteriak, membangunkanku dari mimpi indah yang rasanya baru aku nikmati satu menit lalu. Aku mencoba menyesuaikan cahaya mentari pagi yang menelusup lewat jendelaku dengan membuka kelopak mata perlahan, lalu buru-buru meraba letak handphone-ku berada.
Hari ini, aku akan bertemu kembali dengan Diana dan Dico. Mereka berjanji untuk menjemputku pukul sepuluh nanti.
Aku bangkit dari tempat tidur, berjalan ke arah lemari baju.
Pake baju apa ya?, gumamku sembari menilik satu per satu baju yang ada di lemariku. Yang putih panda aja deh.
Aku mengeluarkan baju pilihanku, mengambil handuk dan pakaian dalam, kemudian masuk ke kamar mandi sambil bersenandung ria.
"Mil," suara Mama terdengar sebelum kakiku menginjak lantai kamar mandi. Aku pun menoleh dan mendapati kepala Mama yang menyembul dibalik pintu. "Jangan lupa loh mau dijemput Dico sama Diana jam sepuluh!"
"Iya, Ma. Ini juga mau mandi," aku mengangkat handuk di tangan kananku sekilas.
"Bagus deh, Mama kira kamu lupa," kemudian Mama menutup pintu dan meninggalkan satu pertanyaan dalam kepalaku.
Kenapa Mama 'sangat' peduli?
-SIAS-
Deru mobil terdengar samar di telingaku. Mama yang sedang membaca majalah diruang tengah langsung menurunkan objek ditangannya itu dan mengalihkan pandangannya padaku. "Mil, itu kayaknya mereka udah dateng deh!"
Aku memasukkan suapan terakhirku sesaat sebelum bel rumahku terdengar.
"Halo, Tante!" sapaan riang yang sangat kuyakini keluar dari mulut Diana sudah terdengar.
"Hai, Diana! Hai, Dico!" Mama membalasnya dengan suara yang tak kalah ramah.
"Kak Emilnya ada kan, Tante?" aku tersenyum kecil mendengarnya. Gelas air putih yang sudah kosong di tanganku segera aku taruh di kitchen sink.
"Ada kok, lagi didapur kayaknya. Sebentar lagi juga muncul," suara Mama terdengar agak dekat. Mungkin sekarang mereka sudah duduk di ruang tengah.
Tak ingin berlama-lama, aku bergegas untuk menyapa mereka. "Hai, Diana, Dico!"
"Kak Emily!"
Aku tersenyum lebar, menghampiri mereka yang sepertinya sudah menungguku. "Yuk, berangkat!"
Seusai berpamitan, kami bertiga langsung memasuki mobil Dico. Atas permintaan Diana, aku duduk di depan. Katanya, Diana susah liat pemandangan kalau duduk didepan.
Saat mendekati jalan raya, Dico yang daritadi hanya mendengarkan candaanku dan Diana membuka percakapan. "Kita mau kemana nih, Na? Mil?"
"Gue terserah Diana aja, kan dia yang mau main," aku menunggu respon Diana yang tampaknya sedang berpikir di kursi belakang.
"Hmmmm, kemana ya?" Diana memegang dagunya. "Aha! Kita ke toko buku aja yuk, Kak!"
"Boleh tuh, Co!" sambarku cepat, membuat Diana bertepuk tangan heboh dibelakang.
Dico tersenyum tipis, seakan terkena virus kebahagiaan yang dibuat Diana. Aku memandanginya sesaat, menikmati setiap inchi dari wajahnya yang terlihat jelas dibawah sinar mentari yang menembus kaca mobil.
Dia tetap sama, selalu ikut bahagia disaat orang yang dia sayang bahagia. Dan ikut sedih, disaat orang yang dia sayang juga sedih.
Tanpa sadar, aku tersenyum kecil. Tapi, tengokan Dico dan tatapannya saat mata kami bertemu membuat senyumku berubah menjadi kikuk. "Oke, kita ke toko buku ya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine in Another Sky
Teen FictionDisaat baru membuka kelopak mata pun, aku sudah tahu. Aku bukanlah orang yang pernah mengisi hatimu. Bukan orang yang pernah membuat perutmu seperti kupu-kupu yang berterbangan ketika kau melihatku, atau membuat jantungmu berdegup lebih kencang dari...