Kenapa harus dia

8 1 0
                                    

"Woosh..." Bus kota melaju dengan kecepatan yang stabil, meninggalkan jejak angin yang menerpa jalanan kota

"Aduh, sial banget, Git..." keluhku ketika menyadari bahwa ponselku sudah hampir kehabisan daya, nyaris tak bernyawa lagi.

"Ada apa, Sam?" tanya Gita dengan nada khawatir, sambil menoleh ke arahku yang tengah mengerutkan dahi.

"Baterai hp-ku tinggal lima persen lagi," jawabku sambil menunjukkan layar ponsel yang menunjukkan angka merah pada ikon baterai.

"Pemberhentianmu udah mau sampai kok. Lihat tuh, udah dekat halte. Nanti cas aja di kamar," kata Gita dengan senyum lembutnya, menunjuk ke arah depan. Aku pun langsung menoleh ke luar jendela bus dan memang benar, logo bus stop sudah terlihat di kejauhan. Hanya butuh sedikit langkah lagi dari persimpangan, dan aku bisa segera mengisi daya ponsel ini. Sialnya, aku sangat ingin membeli es krim MALIXIE, tapi uang tunai pun tidak ada, mau scan QR juga pasti hp ini sudah mati duluan. Hadehhh...

"Citttt..." suara rem bus yang mendadak menghentikan lamunanku.

"Pemberhentian Simpang Empat Distrik C telah tiba. Mohon periksa barang bawaan Anda sebelum turun.." suara dari pengeras suara bus terdengar jelas. Mendengar pengumuman itu, aku segera berdiri dan tidak lupa menyapa Gita sebelum turun.

"Bye, Git."                 "Bye, Sam."

Malam itu, jalanan terasa lengang, hanya beberapa kendaraan yang berlalu lalang. Aku melihat jam tanganku yang menunjukkan pukul 20.30. Mungkin karena ini masih weekdays, jadi jalanan sepi.

Lampu lalu lintas berubah merah saat aku mulai melangkahkan kaki menuju zebra cross. Menggenggam erat tali tas selempang kulitku, aku melangkah dengan hati-hati. Ada satu angkot yang berhenti tepat di depanku. Tidak memikirkannya terlalu banyak karena lampu jalanan merah, aku tetap melanjutkan langkahku. Tanpa sadar, sebuah sepeda motor melaju kencang ke arahku...

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Woooo, lebih cepat lagi, Boy!" teriak seorang pemuda di atas sepeda motor.

"Oke siap, tapi ini lampu merah, Gaiss..." jawab pengemudi motor, sedikit ragu.

"Trobos aja lah, gak ada mobil, depan kosong tuh," kata temannya dengan suara penuh semangat.

"Siap, wkwkwk..." Tawa mereka bergema di jalanan yang sepi. Seorang remaja pria membungkuk ala-ala pembalap internasional, melaju kencang dengan dua temannya. Satu memegang botol miras, dan yang duduk di tengah menggenggam tongkat baseball. Mereka seperti anak sekolah yang baru saja selesai tawuran, melaju tanpa beban, menyalip kendaraan sambil tertawa terbahak-bahak, bahkan menyenggol kaca spion mobil mewah berwarna San Marino Blue Metallic.

"Dasar biadab..." gerutu seorang pemuda yang hanya mengenakan kutang putih. Merasakan benturan, ia segera menancap gas untuk mengejar pelaku.

"Bhugg..." suara benturan itu mengerikan, itu bukan suara benturan yang biasa saja. Seorang gadis terkulai lemah di zebra cross dengan darah segar mengalir dari dahinya, tubuhnya penuh goresan, bajunya tersobek.

Pelaku hanya tertawa dan meninggalkan korban. Lampu jalan masih merah, kendaraan sepi, tapi dia malah terkena sial.

"Kecelakaan... kecelakaan..." teriak para pengemudi dan penumpang di situ. Gadis itu hanya bisa menitikkan air mata, bibirnya terus mengucapkan "tolong" tanpa suara. Orang-orang seperti sopir angkot dan ojol serta para penumpang hanya melihat saja dan mengeluarkan ponsel mereka untuk merekam gadis malang itu.

PRAKASA ASTI   [ON GOING]Where stories live. Discover now