नव निवासी (Nava Nivāsī)

4 1 0
                                    


Samantha melepas jaket hoodie hitamnya dengan kasar, membiarkan tank top hitam yang membentuk lekuk tubuhnya dan celana training yang dipakai hanya sampai pinggul terlihat. Ia menarik napas panjang, berusaha menenangkan pikirannya yang penuh dengan kekhawatiran. Rambut hitam legamnya yang panjang tergerai bebas, ia mengikatnya dengan asal menggunakan jedai, lalu berjalan ke arah tas kecilnya.

Dari dalam tas, ia mengeluarkan sebuah mancis dan benda kecil berbentuk silinder panjang. Tangannya yang masih dibalut perban menyelipkan benda itu di antara bibirnya. Dengan tangan kirinya, ia menyalakan api, membiarkan ujung rokok itu terbakar perlahan. Samantha berjalan ke balkon kamarnya, menghirup dalam-dalam asap pertama, dan memandang kota yang penuh dengan hiruk-pikuk dari atas.

Ia bertumpu pada pagar balkon, menghembuskan asap ke udara. Matahari sore memancarkan sinar lembut, menciptakan bayangan yang mempertegas bentuk tubuhnya. Tangannya yang dibalut perban terasa berdenyut, mengingatkannya akan kecelakaan itu. Beban pikirannya semakin berat, mulai dari tangannya yang harus dijaga ekstra hati-hati, teman sekelompok yang tidak menyadari keberadaannya, hingga hutang dari teman lamanya yang belum terbayar.

Rasanya ia tidak punya tempat untuk berpaling, kecuali Gita. Tapi Gita pun akhir-akhir ini lebih sibuk dengan teman sekelompoknya. Samantha merasa semakin terisolasi, terjebak dalam dunia yang penuh dengan kesendirian dan kebingungan.

Ia kembali mengisap dalam-dalam rokoknya, melepas handplas di tengkuknya yang menutupi sebuah tulisan. Ia menghembuskan asap ke udara dengan sinis, tak peduli pada apa yang ada di sekitarnya. Saat itu, matanya menangkap sosok pria di balkon sebelah kiri atas. Erick, dengan tubuh shirtless yang dipenuhi tato, menatap tajam ke arah bawah, langsung ke arahnya.

Samantha memandang balik Erick, tanpa rasa takut atau malu. Asap rokok mengalir dari mulutnya, naik ke udara dengan tenang. Erick tetap menatapnya, seolah-olah ada sesuatu yang ingin ia katakan, tapi tidak keluar dari bibirnya. Samantha mengangkat dagunya sedikit, mengisyaratkan bahwa ia tidak akan mundur dari tatapan itu.

Keheningan itu penuh dengan ketegangan, namun juga dengan pengertian yang tak terucapkan. Tanpa disadari, Samantha merasa sedikit terbebani oleh kehadiran Erick. Ia menghela napas panjang, membuang puntung rokoknya dan masuk kembali ke dalam apartemen, meninggalkan Erick dengan pikirannya sendiri di balkon atas. Namun, di dalam hati kecilnya, ia tahu bahwa interaksi ini hanyalah permulaan dari sesuatu yang lebih rumit.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Malam semakin larut di apartemen Samantha, dan suasana terasa semakin tegang. Samantha berdiri di tengah apartemennya yang baru, melihat barang-barang yang masih berserakan di seluruh ruangan. Setelah Gita pergi untuk malam mingguan dengan teman-temannya, Samantha merasa sendirian dengan tumpukan barang dan kekacauan emosional yang menyertai proses pindahannya. Suara riuh dari pesta di luar apartemen, yang terasa semakin menjengkelkan di telinganya, hanya menambah beban emosional yang sudah berat.

Dengan hati yang penuh frustrasi, Samantha melanjutkan pekerjaannya. Dia memindahkan kotak-kotak berisi barang dari satu sudut ke sudut lainnya dengan gerakan yang tidak bersemangat. Pikirannya melayang ke banyak hal—utang temannya yang belum dibayar, tangannya yang terluka menjadi beban dan banyak hal pribadi lainnya. Setiap kali dia melihat ke luar balkon, dia tidak bisa menghindari tatapan tajam dari Erick yang duduk di balkon atas, seolah-olah dia sedang diperhatikan oleh hakim yang tak pernah berhenti mengawasi.

"Kenapa harus seperti ini?" Samantha menggerutu dengan frustrasi. Tangannya yang terluka terasa semakin nyeri, menambah beban emosional yang sudah menggerogoti dirinya. Proses pindahan ini seolah-olah merupakan bagian dari siklus kesialan yang tak kunjung berakhir. Setiap kali dia memikirkan Erick yang tampaknya selalu ada di tempat yang salah, hatinya semakin merasa tertekan.

PRAKASA ASTI   [ON GOING]Where stories live. Discover now