प्रथम गमन (Prathama Gamana)

5 1 0
                                    


Hari ini adalah hari Sabtu, hari di mana semua anggota kelas akan menyaksikan hasil diskusi kasus pasien yang diberikan ke masing-masing kelompok. Akan dipilih satu kelompok untuk mempresentasikannya. Selama awal masuk pelajaran blok pertama semester baru ini, kelompok satu lah yang berturut-turut presentasi. Sekarang adalah diskusi terakhir di blok ini. Kira-kira apakah kelompok satu akan presentasi untuk keempat kalinya sebagai penutup blok ini?

"Hey, ini kosong?" tanya seorang pria berkulit putih dengan kawat gigi hitam kepada seorang pria berkulit sawo matang dengan gaya rambut buzz cut yang sedang duduk sendiri di belakang dengan satu bangku kosong di sampingnya. Di name tag-nya tertulis namanya, yaitu Sigit Pranama.

"Gak," ucapnya datar sambil terus bermain game.
"Oke, aku duduk,"
ucap pria berkawat gigi itu.
Sigit dengan sigap menarik kursi itu dan hanya memelototi pria berkawat gigi itu, yang membuat pria itu sedikit takut dan pergi. Tak lama kemudian, sosok pria berkacamata dengan gaya rambut acak-acakan datang dan duduk di bangku itu. Dia adalah Elerick, pria yang selalu duduk berdua dengan Sigit di sebelah kiri paling belakang kelas sejak awal semester.
Tak lama kemudian, kelas sudah penuh oleh mahasiswa dan dosen telah tiba. Inilah saatnya pemilihan kelompok presentasi.
"Baik, hari ini adalah hari untuk presentasi hasil kerja salah satu kelompok. Mohon tiap kelompok mengirim makalah hasil kerja ke asisten dosen agar dikirim ke saya," ucap dosen wanita itu.

"Baik, karena hari ini saya akan memilih kelompok yang maju, kelompok dari kamu yang duduk di depan saya," lanjutnya. Ya, dosen itu terkenal suka sekali memilih kelompok secara random sesuai suasana hatinya, dan orang yang duduk di depannya bernama...
Clara Widjaja.

"Wow, keren, rekor terbaru kelompokmu maju terus selama blok ini, Sam," ucap seorang gadis dengan name tag Agita Talita kepada seorang gadis dengan rambut dikuncir yang duduk dengan kesal di sampingnya.
"Diam, ih. Malas banget maju, tahu!" balas gadis bernama Samantha itu sambil beranjak maju ke depan untuk memulai presentasi kelompoknya.
Samantha duduk dengan laptop di depannya yang tersambung ke monitor, dan Erick yang duduk di sampingnya bertugas sebagai penanggung jawab kelompok. Clara berdiri membuka presentasi, sementara yang lainnya duduk bersampingan dengan Erick membentuk satu garis lurus di depan monitor, yaitu bangku depan kelas yang sengaja dikosongkan untuk mereka yang akan presentasi.
Presentasi pun berjalan dengan mereka yang bergantian menjelaskan kasus kondisi pasien, begitu juga Erick yang mengambil alih laptop saat Samantha bergilir mempresentasikan ke depan.
"Baik, teman-teman, jika ada pertanyaan atau usul bisa maju ke depan ya," ucap pria bernama Ridho yang barusan selesai membaca kesimpulan dan beralih bertanya ke kelas.
"Sini laptopnya biar aku ketikkan pertanyaan mereka," ucap Erick, tidak sengaja menyenggol tangan kanan Samantha yang masih terbalut.
"Shhh," desisnya ngilu.
"Eh, sorry, sorry,"
ucap Erick spontan, menyentuh pelan tangan kanan Samantha.
"Iya, gak apa-apa, ambil aja laptopnya,"
ucap Samantha sambil menunjuk laptop yang ada di depannya. Erick pun mengambil laptop itu dan kembali fokus ke depan.Beberapa anggota kelompok sebagai perwakilan maju ke depan untuk bertanya sebagai formalitas saja, dan anggota kelompok satu pun menjawab pertanyaan itu dengan mudah.

"Baik, presentasi yang baik dari kelompok satu. Silakan duduk kembali. Di sini akan saya simpulkan kembali kondisi pasien," ucap dosen wanita berhijab tersebut lalu menjelaskannya.

Setelah presentasi diakhiri oleh dosen dan ruangan mulai kosong, suasana kelas menjadi lebih tenang. Beberapa mahasiswa masih berdiskusi dengan teman sekelompok mereka, sementara yang lainnya sibuk dengan laptop atau ponsel mereka. Samantha dan kelompoknya mulai membereskan barang-barang mereka, merasakan campuran lega dan kelelahan setelah sesi presentasi yang panjang.

Sementara itu, pengurus kelas, seorang pria berkacamata yang dikenal sebagai komting kelas, mengambil mikrofon di depan kelas dan mengumumkan jadwal praktikum. "Baik teman-teman, jangan lupa ada praktikum Histologi setelah ini. Sesi pertama adalah untuk kelompok satu sampai lima, sesi kedua kelompok enam sampai sepuluh, dan sesi ketiga kelompok sebelas sampai empat belas."

Samantha dan kelompoknya, yang terlibat dalam sesi pertama, langsung menuju laboratorium histologi setelah kelas. Ruangan laboratorium dipenuhi aroma formalin yang tajam dan diterangi oleh lampu neon yang terang benderang. Meja-meja kerja dipenuhi mikroskop, slide, dan berbagai alat laboratorium lainnya. Samantha dan Erick duduk bersama di salah satu meja, sementara anggota kelompok lainnya, termasuk Clara, Frans, dan beberapa mahasiswa lain, sibuk dengan tugas mereka masing-masing.

Samantha memandang slide di bawah mikroskop dengan konsentrasi tinggi, mengernyitkan dahi saat mencoba memahami struktur jaringan. Di sampingnya, Erick juga memeriksa slide yang sama dengan tatapan penuh fokus. Namun, ketegangan tampak jelas antara mereka.

"Erick, aku rasa kita seharusnya memeriksa bagian ini lebih detail," ujar Samantha, suaranya penuh keraguan.

"Ini kelihatan seperti jaringan epitel, tapi aku bingung apakah ini epitel skuamosa atau kolumnar."Erick, merasa frustrasi dan sedikit jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya, menghela napas.

 "Aku sudah memeriksa ini sebelumnya. Jaringan ini jelas-jelas epitel skuamosa. Lihat saja, sel-selnya tipis dan pipih."
Samantha tetap tidak yakin dan menekankan sudut pandangnya.

"Tapi, lihat bagian ini. Ada beberapa sel yang agak lebih besar dan tampak lebih panjang. Mungkin itu epitel kolumnar."
Perdebatan kecil antara Samantha dan Erick menarik perhatian anggota kelompok lainnya. Clara, yang sebelumnya sibuk mengatur alat-alat praktikum, mendekati meja mereka.

"Apa yang terjadi? Kenapa kalian terlihat seperti sedang berdebat?" tanyanya, dengan senyum penasaran.

Samantha, dengan napas dalam, mencoba menjelaskan.
"Erick berpikir kita sudah benar, tapi aku merasa kita mungkin melewatkan beberapa detail penting."
Clara mengangguk, memahami situasi tersebut.
"Baiklah, mari kita periksa bersama. Kita bisa melihatnya dari sudut pandang yang berbeda."

Clara mengambil alih mikroskop dan memeriksa slide dengan cermat. Sementara itu, Samantha dan Erick saling memandang dengan penuh ketidakpastian. Clara akhirnya memberikan kesimpulan yang menenangkan.

"Kalian berdua benar dalam hal ini. Ada elemen dari epitel skuamosa dan beberapa area yang mungkin menunjukkan karakteristik epitel kolumnar. Jadi, kita harus memasukkan kedua kemungkinan dalam laporan kita."

Erick mengangguk dengan rasa puas, mencoba menyembunyikan rasa frustrasinya. "Oke, kalau begitu. Aku setuju. Tapi, mungkin kita bisa mengurangi waktu berdebat dan lebih fokus pada penyelesaian praktikum."

Samantha tersenyum lega. "ah ya ya."

Dengan suasana yang kembali baik, Samantha dan Erick kembali bekerja dengan lebih tenang dan fokus. Samantha mulai mengatur slide-slide untuk laporan, sementara Erick mencatat hasil pengamatan mereka dengan lebih hati-hati. Clara, Frans, dan beberapa anggota kelompok lainnya membantu memastikan bahwa semua data tercatat dengan benar.

Namun, di tengah-tengah praktikum, sebuah kejadian kecil menambah ketegangan. Salah satu slide yang diletakkan di meja tiba-tiba terjatuh dan berserakan. Samantha dan Erick, dalam usaha untuk mengumpulkan slide tersebut, saling bertabrakan saat mencoba meraihnya. Hanya sedikit terkejut dan gelagapan mengambil slide itu seperti ikan koki yang merebut makanan dengan heboh.

Frans, yang duduk di meja sebelah, mengamati kejadian tersebut dengan senyum kecil di wajahnya. "Sepertinya ada sedikit kekacauan di sini," ujarnya dengan sedikit tertawa.

Samantha, meskipun merasa sedikit jengkel, tidak bisa menahan malu di balik senyum canggungnya. "Ya, tampaknya kita harus lebih baik dalam berkoordinasi."

Erick, merasa sedikit gugup dengan suasana yang baru tercipta, membalas dengan suara datar dan tatapan tajam. "Tentu, mari kita fokus untuk menyelesaikan ini."

Mereka kembali fokus ke tujuan utama mereka, mereka bersama-sama membersihkan kekacauan dan kembali ke pekerjaan mereka. Suasana menjadi lebih tenang dan penuh kerjasama agar mereka cepat usai. Clara membantu mereka dengan cepat, memastikan semua slide kembali pada tempatnya, sementara anggota kelompok lainnya juga ikut membantu.

Ketika praktikum akhirnya selesai, semua orang berkemas dan bersiap untuk pulang. Samantha dan Erick berdiri di depan laboratorium merapikan jas lab mereka .

Samantha, dengan senyum tipis sambil memasukkan jas lab ke tasnya, berkata, " eh tattomu tadi hampir nyaris terlihat dosen, lain kali hati-hati  ya "Erick membalas senyum Samantha dengan tatapn datar, meskipun masih merasa sedikit tidak nyaman.

 " ya whatever."


PRAKASA ASTI   [ON GOING]Where stories live. Discover now