Kehidupan Murid SD

553 94 9
                                    

Empat bulan berlalu setelah Hinata menjalani kehidupan keduanya. Dulu Hinata tak menyadarinya dan baru sadar setelah menjalani kehidupan kedua ini. Tentang tingkah-tingkah polos anak-anak seusianya sekarang, tentang pikiran unik dan mungkin... sedikit licik dari anak-anak juga. Walaupun sebenarnya yang licik adalah Hinata sendiri. Dia yang memiliki kecerdasan dan kedewasaan seorang wanita berusia 30 tahun tidak akan pernah berpikir dan berperilaku seperti anak berusia 11 tahun pada umumnya. Setiap kata yang diucapkan guru-guru dan teman-temannya selalu dia telaah dan dia perhatikan sebelum kemudian dia membalasnya.

Saat ini adalah tahun 2006, di mana ponsel dan teknologi tidak secanggih masa depan. Hinata menggunakan waktu luangnya saat istirahat untuk menggambar. Dia masih punya komik sewaan yang sepertinya dia pinjam sebelum kecelakaan yang membawanya kembali ke masa lalu terjadi. Jadi, dia gunakan jam istirahat untuk menggambar karakter dalam komik tersebut hingga teman-temannya tertarik dan berkumpul di sekitarnya.

"Gambarnya bagus, ya," kata Yuki.

"Iya, bagus," kata Setsuna.

Mereka terus mengamati hingga gambar itu selesai dibuat dan mengambilnya untuk mengamati hasilnya lalu berseru kagum.

"Kok kamu bisa gambar begini?" tanya teman-temannya yang lain. Hinata hanya tersenyum saja. Lagipula di kehidupan pertamanya, dia memang ingin masuk sekolah seni. Namun karena satu dan lain hal dia memilih jurusan arsitektur yang kemudian membawanya dalam petaka berkepanjangan.

"Yah, awalnya cuma meniru gambar, tapi lama-lama jadi seperti itu. Asal sering berlatih saja."

Hinata dan teman-teman yang mengerubungi diperhatikan oleh Ayumi dan Sayuri. Ayumi mengamati dengan sinis sedangkan Sayuri hanya mengamati saja. Hinata sesekali mendapati tatapan sinis mereka, tapi dia tidak terlalu peduli.

Beberapa minggu setelahnya, evaluasi nilai pun dilakukan. Sekolah mengadakan ujian akhir semester dan Hinata mengerjakannya dengan baik. Yang mencengangkan, saat pencocokan jawaban dan pemberian nilai, Hinata mendapatkan nilai 100 hampir di seluruh mata pelajaran. Lagi-lagi dia membuat teman-temannya heran, tak terkecuali Sayuri dan Ayumi.

Sepulang sekolah setelah semua nilai-nilai ujian dikumpulkan, Ayumi menghampiri meja Hinata saat dia sedang membereskan alat-alat tulisnya. Ayumi bertanya pada Hinata, "kamu kok bisa dapat nilai 100 terus?"

Hinata melihat Ayumi sesaat. Dia ingat dengan anak itu. Di kehidupan pertamanya, Ayumi selalu menempel pada Sayuri. Sayuri adalah juara kelas dan peringkat Ayumi selalu ada di bawahnya. Setsuna yang suka julid bilang bahwa Ayumi menyontek Sayuri dan itulah mengapa nilainya selalu bagus serta selalu mendapatkan peringkat. Hinata tidak tahu menahu soal menyontek itu, tapi ibu Ayumi adalah seorang guru SD. Jadi, wajar jika dia mendapatkan peringkat di sekolah. Mungkin ibunya mengajari putrinya sendiri.

Hinata kemudian tersenyum setelah tenggelam sesaat dalam pikirannya.

"Kenapa bertanya kayak aku nyontek jawaban guru aja. Aku belajar sendiri," kata Hinata sambil memasukkan bukunya. Namun Ayumi tidak percaya begitu saja.

"Bohong, kamu mungkin maling jawaban guru. Atau gak, kamu ikut les sama bu guru, kan?"

Hinata mengamati Ayumi lagi. Mungkinkah kelicikan lain dari anak-anak polos kelas 5 SD ada di diri Ayumi? Hinata mengamati Ayumi lagi dan tersenyum dengan ekspresi aneh. Hinata berdiri dan tubuhnya yang lebih tinggi, melihat Ayumi sambil tertawa kecil.

"Itu... fitnah yang kejam sekali, Ayumi-chan." Hinata berkata lagi. "Aku berkata jujur. Pikiranmu saja yang berpikir aku maling jawaban atau ikut les sama guru."

Ekspresi Ayumi terlihat aneh. Dia melihat Sayuri dengan sedikit aneh dan akhirnya Sayuri menghampirinya.

"Ngaku aja, Hinata. Kamu ikut les sama guru, kan? Makanya kamu bisa dapat 100 terus." Sayuri datang seakan ikut 'menindasnya'. Hinata melihat Sayuri dan mengamatinya dari bawah sampai atas. Seingatnya, Sayuri tidak pernah terlihat seambisius ini. Ayumi memang ambisius. Begitu juga dengan ibunya yang seorang guru.

Second Life Can't Be This EasierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang