Menipu Takdir

472 78 30
                                    

Hinata diterima dengan hangat di rumah Sasuke oleh kedua orang tuanya. Dia diperlakukan seperti putri mereka sendiri, diajak makan ke sebuah kedai restoran sederhana yang makanannya enak sekali, sebelum akhirnya pulang. Sesampainya di rumah, Bunda meminta Hinata untuk mandi. Dia bahkan memberikan satu setel piyama miliknya pada gadis itu.

"Terima kasih, Tante," kata Hinata menerima piyama itu. Dia sudah dikenal cukup dekat, jadi Hinata tidak sungkan lagi. Bunda mengantarnya ke kamar Sasuke yang kini kosong karena pria itu harus dirawat sementara di rumah sakit.

"Nggak apa-apa, kan? Tidur di kamar Sasuke..." tanya Bunda sambil tersenyum. Hinata mengangguk kecil.

"Tidak apa-apa, Tante.."

"Besok kita jemput Sasuke bareng-bareng habis itu kami antar kamu pulang, ya."

"Tidak perlu, Tante," kata Hinata. "Besok Jiiyan ke rumah sakit buat kontrol. Saya sekalian pulang ikut orang tua saja."

Bunda tertegun sejenak. "Oh, Jiiyan dirawat? Sakit apa? Baik-baik saja, kan?"

Hinata lalu menjelaskan dengan singkat pengobatan yang dijalani Jiiyan dan Mikoto mengerti. Dia ikut mendoakan agar Jiiyan cepat sembuh. Setelah sedikit percakapan singkat, Bunda akhirnya meninggalkan Hinata di kamar Sasuke sendirian.

Kini gadis itu merasa tenang. Setelah semua hal yang mendebarkan terjadi dalam waktu singkat, kini dia bisa beristirahat. Sasuke baik-baik saja, jadi dia tak perlu khawatir.

Gadis itu terhenyak, melihat sekeliling kamar Sasuke. Sesaat dia lupa kalau Sasuke baru saja lolos dari maut. Baginya yang terpenting saat ini pria itu baik-baik saja. Dia terus mengamati kamarnya. Kamar anak laki-laki dengan aroma Sasuke. Kamarnya terasa lebih sempit dari terakhir Hinata datangi saat SMP dulu. Beberapa benda terlihat berbeda, seperti ukuran jaket, bola baseball, bola basket, gitar, dan koleksi topi. Beberapa hal tetap sama, seperti figurin tokusatsu koleksinya, juga poster-poster Kamen Raider yang masih tertempel di dindingnya.

Hinata merebahkan dirinya di ranjang single milik Sasuke. Bantalnya empuk dan wangi tubuh pria itu. Gadis itu tertawa kecil. Dia memejamkan matanya dan memeluk bantal Sasuke. Rasanya seperti memeluk pria itu.

"Kalau Sasuke melihatku, apa dia bakal mikir aku mesum?" tanya Hinata dalam hatinya. Namun memang bantalnya sangat empuk dan wanginya harum.

Mata Hinata lalu menerawang. Di kehidupan pertamanya, dia tak bisa seperti ini. Memiliki kehidupan yang dijalani penuh perjuangan untuk merubah takdir, yang kemudian membawanya mendapatkan kembali hati pria yang pernah sempat dia sukai.

Jantung Hinata tiba-tiba berdebar. Sepertinya karena dia baru saja mengakui kalau dia menyukai Sasuke. Dia tak bisa menahan senyumnya dan memeluk bantal pria itu dengan erat. Di masa lalu, dia harus menahan rasa sukanya karena status pria itu. Namun di masa kini berbeda. Mereka bertemu sebelum semuanya terjadi dan pada akhirnya pria itu kembali menyukainya, mencintainya.

"Aku nggak perlu ragu lagi, kan? Aku nggak perlu menahan diri lagi, kan?"

Hinata tersenyum dan mengendus aroma di bantal Sasuke yang entah mengapa membuatnya tenang. Dia lalu tenggelam dalam tidurnya.

+++

Sasuke terhenyak menatap langit-langit IGD. Ada beberapa pasien di sana yang sebagian dipindah ke rawat inap dan sebagiannya lagi dipulangkan. Kini hanya ada dia saja, pasien di ruang itu. Sasuke melihat kakaknya, tampak membaca buku yang entah apa judulnya, tapi sepertinya salah satu buku kedokteran.

"Aniki..."

"Hmm?" tanya Itachi berdeham.

Sasuke tidak tahu harus mengatakan apa tapi yang jelas perasaannya tak menentu. Ketika dia melihat Itachi, dia seperti melihat ekspresi bengis ketika dia berlutut di depannya. Namun kini, kakaknya itu duduk tenang di sampingnya seakan tak terjadi apa-apa.

Second Life Can't Be This EasierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang