25 - Little girl

24.1K 2.5K 144
                                    

haloww, hehee~

Happy Reading!
—✦◌✦—
🐻🤎

"Lou suka?" Lean yang tengah berlutut, mendongak. Menatap Lou yang duduk diatas sofa, dan mengangguk kecil menjawab pertanyaannya.

"Tapi, Lou kan bukan kucing." gumam Lou mengerutkan alis. Menundukkan wajah, menatap kembali sebuah gelang kaki berlian yang melingkar cantik pada pergelangan kaki kecilnya.

Sebuah gelang kaki berlian putih. Dengan dua buah rantai cantik yang sedikit menjuntai, dihiasi oleh berlian kuning berbentuk hati yang hampir mirip dengan warna mata Lou.

Lou mendongak, menatap Lean yang kini beranjak berdiri. "Kenapa kakak kasi Lou gelang kaki?"

"Agar orang-orang tahu Lou sudah ada pemiliknya." balas Lean asal.

"Kakak!" pekik Lou kesal. Membuat Levan, dan seorang pria yang sedari tadi hanya memperhatikan keduanya meringis kecil. "Lou bukan hewan peliharaan!" lanjutnya mengerucutkan bibir.

Lean terkekeh kecil. Mendudukkan diri di samping sang adik, kemudian mengangkat tubuh mungilnya keatas pangkuan. "Kakak hanya bercanda, itu hadiah dari kakak, Lou tidak suka?"

Mata bulat Lou mengerjap, ia langsung teringat jika sang kakak pernah mengatakan akan memberikannya hadiah. Memiringkan kepala, Lou menatap gelang kaki tersebut seraya menggoyangkan kaki. "Lou suka, cantik seperti jepit rambut yang di kasi kak Atlas~"

Lean mendengus, tak terima mendengar ungkapan jujur si bayi beruang. "Kakak harap jepit rambut itu sudah hilang."

Lou langsung menggelengkan kepala. "No, no, ada disini, Lou bawa." ucapnya, menepuk-nepuk perut tummy nya yang sedikit mengembung sehabis minum susu.

"Dimana?" Lean mengerutkan alis, tak mengerti maksud si bayi.

"Disini." Tangan kecil Lou langsung merogoh masuk kedalam saku hoodie nya yang berbentuk bebek. Dan tak lama kemudian, Lou mengeluarkan jepit rambut berlian pemberian dari Atlas dari dalam sana.

Raut wajah Lean langsung berubah datar. "Kenapa Lou harus membawanya?" 

"Mama yang suruh bawa, katanya takut Lou butuh." jawab Lou ringan, tak menyadari kekesalan sang kakak. "Kak lihat, sama-sama cantik kan?" tanyanya polos, menunjukkan jepit rambut tersebut pada Lean.

Lean hanya diam tanpa memberi si bayi respon apapun. Saat Lou ingin menoleh karena tak mendapat jawaban, netra emasnya justru bertubrukan dengan netra coklat seorang pria yang tengah duduk dengan angkuh pada sofa single.

"Apa?! Kenapa Uncle Ren Lihat-lihat Lou terus!" ketus Lou membuang muka.

"Uncle hanya melihat pipi bakpao mu, ternyata semakin mengembang."

Hati Lou langsung panas mendengar ucapan sang Uncle. "Uncle Ren, pipi Lou bukan adonan kue." ucapnya sinis.

Lorenzo Herlas, kakak kedua Lovisa. Renzo, memiliki perawakan bak seorang pria bangsawan. Rahang yang tegas, dengan mata tajam bernetra coklat terang, memancarkan jelas aura dominan yang begitu kuat.

Renzo sengaja datang kemari, untuk menemui Levan setelah bertahun-tahun lamanya mereka tak bertemu.

Mengingat jika masih ada sang Uncle disana, Lean akhirnya menoleh menatap Renzo. "Uncle yakin meninggalkan urusan di perusahaan pada Atlas?"

Sudut bibir Renzo berkedut mendengar pertanyaan sang keponakan. "Mau bagaimana lagi, Gege-mu itu memang harus ditekan dulu baru mau belajar."

"Bagaimana dengan Rio?" Levan yang duduk di sebrang Renzo, mengangkat sebelah alis bertanya.

LOUISE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang