Meski banyak hal yang sedang dia pikirkan, nyatanya hidup memang harus tetap berjalan, untungnya keberuntungan selalu ada padanya, hari pertama kerja tak membuatnya jadi gila.
Jam makan siang tiba, dia memutuskan untuk pergi ke kantin sendiri, dia masih terlalu segan untuk ikut gambung dengan teman yang lain.
Dia pilih Soto Ayam untuk dia santap siang ini, aroma kuah soto membuat dia kembali memikirkan bagaimana dia harus terima kenyataan, kalau dia dan Dedex harus menikah.
Make up tipis nya mungkin tak menutupi mata sembab akibat menangis semalam, sehingga seseorang didepannya kini menatapnya begitu dalam—sampai dia bingung, dia tak berani balik menatap, hanya menyapa sekenanya, kemudian kembali fokus pada makan siangnya.
"Boleh kan saya duduk disini?"
Sana mau tak mau harus mengangkat kepalanya, dia berusaha menenangkan dirinya, menerima kalau yang duduk didepannya ini direktur perusahaan tempatnya berkerja.
"Iya—Pak.."
Sana tidak tau apakah hal ini umum terjadi, saat seorang direktur makan di kantin bergabung bersama dengan karyawan yang lain, dari gelagat yang Sana liat, Pak Danu terlihat nyaman.
"Kenapa liatin saya terus?"
Hampir saja tersedak, Sana buru-buru mengalihkan pandangannya, dia baru saja bertindak tidak sopan, dia berdoa dalam hati, semoga Pak Danu tidak memecatnya.
"Saya memang biasa makan disini, jadi kamu gausah heran.."
Sana percaya saja apa yang diucapkan bos nya itu, karna orang-orang disini pun seperti sudah biasa akan kehadiran Pak Danu.
"Iya Pak.." Lagi—Sana hanya mengangguk saja.
Beberapa menit suasana jadi sepi tak ada yang membuka suara lagi, baik Sana maupun Danu, mereka berdua sibuk menghabiskan makan siangnya.
Ada kelegaan dalam hatinya saat Bu Jianna ikut bergabung duduk, mungkin memang semua yang bekerja disini makan di kantin, tidak terkecuali orang-orang penting.
Karna kedatangan Jianna membuat atensi Danu jadi teralihkan, Jianna terus mengajaknya berbicara, jadilah Sana berpamitan kembali ke kantor.
Berhasil pergi dari hadapan kedua atasannya, Sana baru bisa bernafas dengan leluasa. Walau Danu dan Jianna terlihat biasa saja, tapi tetap saja Sana merasa tidak pantas duduk bersama mereka.
..
.
.Akhir-akhir ini Jakarta diguyur hujan bukan hanya Jakarta mungkin hampir seluruh Indonesia sedang dilanda hujan besar.
Dua hari yang lalu Ibu nya di kampung memberi kabar kalau tanaman padi nya habis terendam banjir.
Air memang sumber kehidupan dan rahmat bagi sebagian mahluk, tapi ada kalanya air juga menjadi bencana untuk beberapa mahluk. Sana ikut sedih mendapati kabar itu, sore ini pun langit begitu gelap angin juga terasa kencang, dia harus cepat berjalan agar masih mendapat kereta sore.
Rambut yang dia biarkan tergerai jadi berantakan karna angin, dia hentikan langkahnya untuk sekedar mengikat rambut.
Suara mobil berhenti membuat nya langsung menoleh, betapa terkejutnya karna dia mendapati Pak Danu yang berada didalamnya. Dia benar-benar tak biasa harus dihadapkan dengan kehadiran bos nya secara tiba-tiba.
Jika Sana tidak salah menilai, Danu yang berada di mobil terlihat ragu, lambat laun mulutnya terbuka.
"Kamu pulang kemana?"
"Ke kos, Pak.." Jawab Sana dengan wajah polosnya.
Danu tersenyum membuat Sana semakin takut apakah dia salah bicara?