Satu minggu ini dia mencoba menata hatinya lagi. Bahwa yang pergi biarkan pergi yang akan menjadi miliknya akan kembali padanya.
Dia membiarkan semesta bekerja. Dia biarkan hatinya hancur lebur kemudian utuh kembali dengan waktu.
Rasa cinta nya pada Sana akan dia simpan dan dia bawa kemanapun dia pergi
— sampai dia lupa kalau dia masih menyimpan cinta yang belum dia sampaikan.
Ruangan semakin memanas. Bulir keringat berjatuhan dibalik kemeja putih nya. Akhirnya dia bisa tersenyum setelah menjabat tangan dosen penguji pada ruang sidang, dia bisa lihat raut wajah puas dari wajah dosen-dosennya.
Dia juga merasa lega karna akhirnya semua berjalan sesuai harapannya.
"Selamat ka.. "
Dia tidak menyangka kalau orang yang akan dia temui setelah sidang adalah adiknya sendiri.
Danu yang langsung memeluknya membuat tubuh nya terasa kaku. Rasanya sudah lama dia tidak merasakan hal hangat dari keluarga. Pikirannya menerawang jauh mengingat kembali masa kecil bersama Danu.
"Aku bangga—kaka selalu keren.."
Suara Danu menyentuh hati kecilnya, matanya memerah. Dia baru menyadarinya kalau hubungan nya dengan Danu sudah sangat renggang, tidak seperti seorang kaka dan adik, dulu dia dan Danu begitu dekat. Dia merasa bersalah pada Danu karna menjadi Kaka yang tidak baik. Dia masih tidak percaya kalau Danu akan hadir pada sidang skripsi nya.
Pelukan Danu semakin erat tepukan kecil pada punggung juga semakin membuat hatinya terenyuh. Mungkin kalau orang tua nya berlaku adil dan tidak membeda-bedakan antara gaya hidupnya dengan Danu, dia tidak akan sebenci ini dengan Danu.
Kalau dia bisa berpikir panjang semua itu bukanlah salah Danu. Selama ini Danu juga tidak pernah menyombongkan diri didepannya. Dia baru sadar betapa Danu terus membela nya didepan kedua orang tuanya, dan Danu yang selalu bersikap sopan terhadapnya.
Walau dengan perasaan yang ragu dia mulai mengangkat tangannya, membalas pelukan Danu.
"Makasih.. "
Danu tersenyum sudah sangat lama dia tidak mendengar suara Tzul selembut ini saat berbicara pada nya.
Ada harapan yang Danu lantunkan dihatinya, semoga hubunganya dengan Tzul membaik. Dia merindukan seorang kaka yang sudah lama hilang.
Baginya Tzul tetaplah panutannya, Tzul banyak memberikan pelajaran bagaimana menjadi seorang manusia
—bagaimana cara mengendarai sepeda, bagaimana menuangkan susu pada mangkok sereal dan bagaimana cara memegang pensil yang baik.
Mungkin kalau bukan Tzul yang menjadi kaka nya Danu hanyalah laki-laki cupu yang tidak bisa menjadi apa-apa.
Hal itu juga yang membuat Danu memilih duduk di sekolah yang sama dari TK hingga SMA.
Semua berubah saat kedua orang tuanya terutama Ayahnya meminta keduanya untuk kuliah bisnis.
Danu yang tidak pernah menolak apa yang orang tuanya katakan akhirnya mengikuti apa yang orang tuanya perintahkan, sedangkan Tzul menolak. Karna dia merasa bisnis bukanlah jalannya.
Sejak saat itu orang tuanya selalu membandingkan Tzul dan Danu. Dari mulai prestasi selama kuliah hingga hal sekecil gaya rambut pun Tzul selalu salah dimata kedua orang tuanya.
Tzul memutuskan untuk mengikuti kata hatinya, dia ambil jurusan yang dia sukai walau mungkin jalannya tidak mulus pada akhirnya dia bisa menyelesaikan apa yang sudah dia mulai.