11

296 51 20
                                    

"Aku tunggu kabarmu ya?"

Mungkin jika tidak salah menghitung Dedex sudah lebih dari 5 kali bertanya hal serupa pada Sana, Sana sampai menghela nafas walau masih terlihat ramah tapi Dedex tau Sana cukup kesal akan pertanyaan nya.

Kabar yang dimaksud Dedex bukanlah kabar keadaan dari Sana melainkan kabar kapan Sana siap menikah dengannya. Sana sudah mengangguk sejak pertanyaan pertama, tapi mungkin Dedex tidak cukup yakin.

Suara pengumuman keberangkatan sudah terdengar disegala penjuru stasiun.

Sana memang mengantarkan Dedex ke stasiun, tentu atas perintah kedua orang tuanya.

"Keretamu kan Mas?" Kata Sana sembari berdiri, mengisyaratkan agar Dedex segera masuk.

Dedex menahan tangan Sana yang akan membawakan koper miliknya, matanya menatap dalam bola mata teduh milik Sana, sebenarnya Dedex tidak ingin memaksa Sana untuk menikah dengannya, tapi hatinya sudah terlanjur mencintai Sana, jika bisa bersikap egois Dedex akan mengatakan pada kedua orang tuanya kalau pernikahan nya harus segera diselenggarakan secepat mungkin.

"Nggih Mas—nanti aku kabari" Kata Sana, dia berjalan terlebih dulu setelah melihat senyum Dedex.

Semrawutnya stasiun semakin membuat pikirannya tidak karuan, dia tidak punya pilihan lain selain setuju dan setuju.

"Makasih ya, udah nganterin Aku.."

Keduanya sudah berdiri didepan pintu masuk penumpang, tanpa ragu Dedex ambil kedua tangan Sana, Sana tak menolaknya, Sana biarkan Dedex melakukan apapun yang dia mau.

"Kamu pulangnya hati-hati.. "

"Kabarin Aku kalau sudah sampai kosaan.. "

"Oh yaa—jangan terlalu dekat dengan cowok brandal itu.."

Sana tau cowok brandal yang Dedex maksud ialah Tzul, mendengar itu Sana langsung melepaskan tangannya.
"Dia bukan cowok brandal, Mas.."

"Iya pokoknya jangan terlalu deket, kamu juga kan gatau dia gimana aslinya.. "

Sana tidak sempat menjawab semua ucapan Dedex karna Dedex memeluknya begitu erat, Sana hanya diam, dia tak membalasnya, mungkin Dedex sudah biasa tak mendapatkan balasan dari Sana nyatanya pelukannya semakin erat.




..
.
.


Sana masih mengenakan setelan kantor dia memang sengaja langsung ke stasiun untuk mengantar Dedex tanpa kekosaan terlebih dulu.

Rasanya lelah sekali badannya juga sudah terasa lengket, Stasiun Gambir selalu ramai. Berada ditengah kota stasiun ini seolah tak pernah tidur. Sebotol air mineral dingin menyegarkan tenggorokan nya, perutnya juga terasa lapar, dia berjalan menyusuri minimarket kecil berniat mencari makanan untuk mengganjal perutnya.

Matanya berbinar saat menangkap sepotong sandwich yang hanya tersisa satu, tapi saat tangannya ingin mengambil sandwich itu ada tangan lain yang berhasil mendapatkannya terlebih dahulu, sontak Sana langsung menoleh.

"Eh Mba Sana.. "

Sana mengerutkan dahinya, wajahnya tidak asing, tapi dia tidak ingat siapa laki-laki dihadapannya ini.

"Chakra Mba.. Chakra.. "

"Anak kosaan Pak Dedy.."

Sana langsung tersenyum, pantas saja tidak asing pikirnya, sudah hampir tiga bulan dia menetap dikosaan, tapi jiwa bersosialisasi nya memang sangat buruk, dia hanya mengenal Tzul dengan Chakra dia hanya kenal nama, secara resmi dia tidak pernah berkenalan, mungkin Chakra juga tau namanya dari Tzul.

WAIT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang