Proses seleksi karyawan baru memakan waktu hampir dua minggu membuat Danu jadi kelelahan.
Harusnya tugas ini bisa dia serahkan pada HRD dan supervisor divisi. Tapi Danu terlalu ragu untuk menyerahkan wewenang itu terlebih Tzul yang banyak mau membuat dia jadi serba salah.
Sudah 7 kandidat tidak ada yang masuk dalam kriteria sesuai standar Tzul.
Ditemani Jianna. Danu sedang mengecek beberapa emaile yang masuk. Dia jadi ingat telpon dua minggu yang lalu.
Seharusnya kemarin Sana sudah tiba di Jakarta. Dan hari ini akan bertemu Danu di kantor.
Iya—yang menghubungi Danu dua minggu lalu adalah Sana. Sana menanyakan terkait tawaran Danu satu tahun yang lalu. Danu yang mendengar hal itu tentu tanpa pikir panjang langsung menjelaskan bahwa tawaran itu akan berlaku sampai kapanpun.
Suara pesan masuk membuat Danu segera membereskan meja kerjanya. Meminta Jianna untuk melanjutkan pekerjaanya. Dia segera keluar untuk menemui Sana yang sudah datang.
Sedangkan Sana menunggunya di lobby kantor. Setelah satu tahun lama nya tak menginjak kan kaki di kantor ini. Sana jadi merasa canggung lagi. Anggap saja dia datang memang sebagai karyawan baru. Dia berharap kali ini langkah nya tak salah.
Mungkin langkahnya akan terasa ringan kali ini kedua orang tua nya merestui nya mencari pekerjaan di Jakarta. Sana tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang tak datang dua kali.
Ada satu hal yang dia takutkan. Hatinya sejak tadi berdebar tak tenang sampai matanya menangkap sosok Danu berjalan kearahnya.
"Hai.. Apa kabar?" Kata Danu. Dia mengajak Sana berjabat tangan.
Keramahan Danu membuat ketegangan dalam hatinya sedikit berkurang. Sana selalu suka cara Danu bersikap, dia selalu ramah dan tenang sekalipun menghadapi karyawan biasa seperti Sana.
Danu tak pernah terlihat sombong.
"Baik Pak.. " Kata Sana
Danu tersenyum membalasnya. "Yaudah kalau gitu kita ketemu presiden perushaan ya." Kata Danu mengajak Sana pergi.
Sana yang mendengar hal itu tentu kaget. Untuk apa Sana bertemu presiden perusahaan pikirnya. Bukannya Sana hanya perlu melewati tes wawancara yang seharusnya dilakukan oleh Danu dan Jianna selalu HRD yang Sana tau.
Sana simpan semua pertanyaanya. Dia ikuti langkah Danu, dia tak berani untuk berjalan sejajar dengan Danu. Tapi Danu seperti memelankan langkahnya, membiarkan tubuhnya jadi sejajar dengan Sana. Jelas hal ini membuat beberapa mata memandangnya.
Sana hanya bisa menunduk. Sana tak suka jadi pusat perhatian.
Tiba lah mereka di lantai 10. Selama Sana bekerja di kantor ini dulu. Sana tak pernah menginjakkan kakinya di lantai ini.
Sekarang kakinya membawa tubuhnya tepat di pintu ruangan presiden perusahaan. Danu mengetuk beberpa kali sebelum suara dari dalam memberi isyarat untuk Danu masuk.
"Duduk dulu aja.. "
Sana mengangguk. Mata nya berkeliling mengamati ruangan yang cukup besar. Beberapa lukisan terpajang, ada satu lukisan yang membuatnya tertarik, dia amati lukisan itu, walau dengan sentuhan tinta yang tak jelas tapi dia yakin kalau sosok pada lukisan itu adalah dirinya sendiri.
Kalau suara Danu tak masuk kedalam telinganya mungkin dia tak akan berpaling dari lukisan itu.
Dia hampir saja menjatuhkan tas nya saat matanya tak mendapati Danu. Melainkan sosok yang sudah sangat dia rindukan.
