Waktu berjalan cepat selaras dengan langkah keduanya, angin kota Jakarta begitu kencang membawa banyak harapan dari sorot mata nya.
Jantungnya berdegub membiarkan tangannya teranyun beriringan dengan tangan gadis yang mulai dia kagumi.
Ingin rasanya mengenggam tangan itu, dia rendam sendiri hasratnya, ini terlalu cepat untuk melangkah, dia tidak ingin Sana tau, kalau dia sedang jatuh cinta padanya.
Tak pernah dalam hidupnya jatuh cinta semudah ini, tapi Sana membuat prinsip nya berubah, bahwasannya tidak ada salahnya menaruh harapan walau baru beberapa hari mengenal.
Sana memintanya untuk menunggu sebentar, seperginya Sana untuk masuk kedalam mini market, Tzul setia menunggu, dia duduk dibangku kosong yang disediakan, dia keluarkan rokok nya.
Bahkan rokok itu belum sempat dia hisap, tapi Sana sudah kembali berada di sampingnya, memberikan minuman kaleng dingin.
Kebanyakan perempuan tidak suka laki-laki perokok, kali saja Sana adalah salah satu diantara perempuan itu, jadi Tzul buru-buru matikan rokoknya, menerima minuman kaleng yang Sana sodorkan.
"Kenapa dimatiin?"
Awalnya Tzul kaget dengan pertanyaan Sana, dia pikir Sana tidak akan membahas rokoknya itu. "Oh itu.. Ya gapapa, takut kamu jadi bau asep"
Mereka berdua melanjutkan perjalanan mereka menuju kosaan, sore hari dipinggiran kota Jakarta yang masih sangat ramai, banyak orang berlalu lalu lalang sibuk akan aktifitasnya masing-masing.
Ditangannya Sana membawa satu kresek berisikan beberapa cemilan dan juga pembalut yang baru saja dia beli, dia bersyukur hari pertamanya tidak menyusahkan, perasaanya juga cukup stabil, tapi perasaan yang sudah dia jaga dari pagi itu, tiba-tiba jadi kesal, alasan tak mendasarnya itu membuat dia geram sendiri.
Tidak ingin terlalu peduli, tapi dia kepalang kesal dengan siapapun yang tak bisa menjaga dirinya sendiri. Kalau tidak dibarengi dengan masa menstruasi mungkin Sana tidak akan selancar ini berbicara pada Tzul.
"Bapak saya juga di rumah ngeroko.."
Minuman soda yang baru saja Tzul tenggak seolah susah masuk, dia tatap baik-baik wajah samping Sana, rambutnya yang dikepang dengan beberapa rambut yang terbawa angin, membuat Tzul seketika peduli dengan apa yang akan Sana katakan.
"Saya ga suka laki-laki perokok.." Kata Sana dengan jelas.
Sudah Tzul duga, perempuan ayu seperti Sana memang sudah sepantasnya tidak suka laki-laki perokok.
"Tapi susah memang kalau sudah kecanduan. Saya aja sampai capek kasih tau bapak.."
"Padahal sudah sering masuk rumah sakit gara-gara rokok, tapi ya ga ada kapoknya.."
"Kamu juga loh Mas-" Tiba-tiba Sana menoleh pada Tzul, nada bicaranya juga semakin menekan, Tzul lagi-lagi menelan paksa minuman dingin itu agar masuk kedalam tenggorokan nya.
"Jangan keseringan ngeroko, apalagi kamu masih muda.."
"Nggeh Mba.." Dengan senyum tipisnya Tzul mengangguk.
Sana alihkan pandangan nya, wajahnya ditekuk-cukup sebal mendengar Tzul menirukan gaya bicaranya.
..
.Dari jarak pandang yang cukup dekat Tzul bisa lihat Chakra sedang berbicara dengan sosok laki-laki yang tidak dia kenal, Sana disampingnya sibuk menerima telpon, yang Tzul simpulkan bahwa itu adalah panggilan dari orang tuanya.
