4

334 52 7
                                    

Motor itu melaju perlahan menghilang membawa tetangga kosnya yang sekarang namanya sudah dia ketahui.

"Sana.." Katanya tersenyum, tak lama dari itu, mobil jemputannya juga datang.

Hari ini dia dipaksa ayahnya untuk menghadiri rapat perusahaan, Ayahnya mungkin akan marah kalau tau dia tinggal di gang sempit, beruntungnya tadi pagi dia melihat Sana kebingungan, jadi dia memiliki alasan agar tidak dijemput di tempat tinggalnya, karna selama ini dia mengatakan tinggal di apartement yang Ayahnya berikan.

Suara pintu lift terbuka, langkah kakinya terus bergerak menuju ruangan kerja Ayahnya. Dia tersenyum kecut, karna benar saja dugaannya, kalau adiknya ada disini juga.

Tzul memang memiliki seorang adik, umurnya hanya beda dua tahun dengannya. Tatapan Ayahnya seakan menelanjanginya, wajar saja dia hanya menggunakan kaos polos yang dibalut jaket bomber dengan celana jeansnya.

"Ganti baju dulu ka.."

Tanpa kata apapaun Tzul Terima goodie bag yang adiknya berikan, tak memakan waktu lama, kini dia sudah rapih dengan jas hitamnya.

"Nah gini dong, kan keren anak Ayah.. "

"Rambutmu jangan gondrong lagi ya Tzul, bagus begini, keliatan gantengnya.."
Kata Ayahnya yang masih mengamati wajah Tzul.

Kepribadian Tzul dengan adiknya sangat bertolak belakang, adiknya menjadi kebanggan orang tua, adiknya selalu berprestasi dalam hal apapun, sedangkan dia selalu dipandang sebelahan mata, Tzul tidak bisa menjadi seperti yang kedua orang tuanya inginkan. Kadang dia merasa senang karna bisa bebas memilih apapun yang dia mau, tapi kadang dia juga bisa menjadi iri, karna tidak mendapat kasih sayang yang adiknya terima.

Hidup memang pilihan, tinggal bagaimana cara kita menjalaninya, semua orang mungkin memiki pilihan hidupnya masing-masing, termasuk Tzul dan juga adiknya. Walau sering di bandingkan, tapi Tzul selalu menyayangi adiknya.

Setelah hampir tiga jam lamanya berkelut dengan tumpukan lembar dan data, akhirnya rapat selesai, dari sudut yang tak jauh darinya, Ayahnya tersenyum bangga akan kinerja adiknya, dia hanya bisa ikut tersenyum tipis kemudian meninggalkan ruangan rapat.

Saat diluar sana banyak orang berlomba ingin terlihat kaya, tapi Tzul malah risih akan pandangan orang yang menatapnya hanya karna jabatan dan kekayangan orang tuanya.

Dia lepas jas hitamnya, dia masukan kedalam tas yang dia bawa, menyisakan kemeja putih dengan kancing atas yang dia biarkan terbuka.

"Ketoprak satu bang.. "

Duduk bergabung membaur di kantin dengan karyawan-karyawan yang bekerja untuk Ayahnya. Beberapa orang terlihat segan duduk bersamanya, ada juga yang biasa saja karna sudah sangat mengenal nya.

"Eh Mas Tzul.."

Penjual makanan yang ada di kantin kantor ini tentu saja sudah mengenalnya, walau berada di kantor jika Ayahnya minta saja, Tzul tetap anak dari pemilik kantor.

"Baru keliatan lagi nih.. " Kata si tukang ketoprak yang sibuk mengiris tahu dan menggoreng nya.

"Iya Pak sibuk.. "

"Sibuk cari jodoh.. " Kata Tzul lagi.

"Orang ganteng emang susah juga ya mas cari jodoh?"

Tzul hanya tertawa menanggapi suara lain yang tak lain istri dari si tukang ketoprak, logatnya sangat khas, dia jadi teringat suara Sana.

"Mas Tzul.. "

Dia pikir dia sangat mengingat suara Sana, sampai suaranya semakin terdengar jelas.

"Mas disini juga toh?"

WAIT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang