Dia tatap dirinya sendiri pada cermin, gaun pengantin khas Jawa melekat ditubuhnya, dia raba pipinya sendiri satu tetes air mata jatuh di pipinya.
Malang sekali pikirnya.
Dia buru-buru hapus air matanya, saat tangan Dedex melingkar dipinggangnya.
"Kamu cantik banget.. "
Pandangan mereka bertemu lewat pantulan cermin. Sana hanya balas dengan senyum sekenanya. Mereka berdua sedang mencoba beberapa gaun pengantin.
Dedex tidak menutup mata dia sangat sadar kalau Sana terlihat murung dari awal kembali ke Jogja.
Mungkin sekarang Sana tidak mencintai nya, tapi Dedex yakin dengan waktu cinta akan datang.
Dia berharap suatu saat Sana bisa mencintai nya. Walau ntah kapan.
Tangan yang melingkar dipinggang Sana dia lepaskan, dia biarkan Sana sendiri lagi. Dia kembali mengobrol dengan pemilik toko gaun pengantin.
Setelah mencoba beberapa gaun pengantin. Sana masih belum menentukan pilihannya. Katanya "Nanti aku tanya Ibu dulu.. "
Dedex setuju saja, keduanya pun keluar dari toko gaun pengantin, mungkin besok atau lusa mereka akan kembali untuk menentukan gaun pengantin mereka.
Jalanan Jogja terlihat sepi membawa keheningan diantara keduanya. Dedex juga jadi enggan mengajak Sana untuk membuka mulutnya. Hatinya meradang, pernikahan mereka tinggal beberapa hari lagi, sedangkan Sana terlihat tidak bahagia.
"Mau makan dulu?" Kata Dedex
"Boleh.. "
Mobil yang Dedex kendarai berjalan menjauh dari kota. Jalanan yang sepi membuat mereka tiba lebih cepat.
Cafe yang tak jauh dari kaki gunung merapi ini terasa asri, udaranya mampu membuat Sana tersenyum lebih lebar. Dedex jadi ikut tersenyum.
Beruntung sore ini tak terlalu ramai, mereka masih bisa memilih dimana mereka akan duduk.
Sana memilih teh hangat untuk di sandingkan dengan satu piring roti bakar. Sana merasa tubuhnya sedang tidak fit. Tenggorokannya terasa gatal badannya juga sedikit panas.
"Kamu yakin mau nikah sama Aku?"
Gigitan pada roti sampai dia hentikan, dia tatap Dedex disampingnya yang menatapnya begitu dalam.
"Kenapa nanya begitu?" Kata Sana.
Sana cukup heran. Sebelumnya Dedex tak pernah menanyakan hal itu, walau mungkin Dedex tau kalau pernikahan ini semata hanya perjodohan orang tua. Tapi Sana baru lihat wajah sendu Dedex saat berbicara padanya.
"Aku gamau kalau nanti kamu ga bahagia sama aku.. "
Tatapan mata Dedex mengabur. Wajah Sana di hadapan nya seolah menghilang.
"Kalau kamu memang ga bisa. Jangan dipaksa. Nanti aku bisa ngomong ke Ibu lagi.."
Sana memposisikan duduk agar lebih menghadap pada Dedex. "Mas?" Katanya sambil membawa tangan Dedex untuk dia genggam.
"Aku minta maaf.. "
"Maaf kalau aku jadi buat semuanya jadi susah.. "
"Engga.. Kamu ga salah—" Kata Dedex sambil menggelengkan kepala.
"Aku cuma gamau kalau nantinya kamu jadi ga bahagia.. " Lanjutnya.Dia berikan sentuhan pada tangan Dedex. Matanya menatap jauh bola mata Dedex yang memerah. "Udah ya?"
"Jangan dibahas lagi.. " Kata Sana akhirnya dia lepaskan tangan genggamnya. Dia tidak ingin menangis di hadapan Dedex.