26 (Dirga+Laura)

368 33 6
                                    

Laura kini tengah membereskan meja makan yang agak berantakan karna habis dipakai untuk sarapan. Ia mengangkat piring piring kotor dan ia letakkan di Wastafel untuk ia cuci nanti. Ketiga putrinya sudah pergi beberapa saat yang lalu dan kini hanya tersisa Laura dan Dirga saja. Ntahlah, sepertinya suaminya itu tidak berniat untuk pergi ke kantor. Laura malas untuk menyuruh suaminya itu jika Dirga sudah dalam mode malas, karna pasti jawabannya adalah "aku inikan bos, jadi bebas".

Setelah dirasa jika meja makan sudah rapi seperti semula Laura beranjak untuk mencuci piring piring kotor yang dipakai saat sarapan tadi. Ketika Laura sedang asyik mencuci piring kotor, tiba tiba ia merasakan jika pinggangnya dipeluk dengan erat dari belakang. Laura sedikit menoleh sekilas lalu tersenyum. Itu adalah Dirga yang memeluknya dari belakang, Dirga menyembunyikan wajahnya di leher istrinya sembari mengendus aroma tubuh Laura.

"Kenapa? Kau tidak pergi ke kantor? " tanya Laura meski ia masih fokus kepada piring piring kotornya. Dirga yang mendengar itu sedikit mengangkat kepalanya dan mengeratkan pelukannya.

"Tidak, aku ingin menghabiskan waktu bersama istriku yang cantik ini seharian" ujar Dirga lalu kembali membenamkan wajahnya di leher Laura hingga Laura bisa merasakan deru nafas suaminya.

"Lepaskan dulu pelukanmu, aku sedang mencuci piring" titah Laura namun Dirga sama sekali tidak merubah posisinya.

"Tidak mau, aku ingin memelukmu saja" sahut Dirga. Laura yang mendengar itupun segera mencuci tangannya yang terkena busa dan mengeringkannya lalu memutar tubuhnya menghadap kearah Dirga.

"Ohh ayolah tuan Dirga, kenapa kau manja sekali? Apa kau tidak lihat jika istrimu ini sedang sibuk? " tanya Laura sembari mencubit pipi suaminya sebentar lalu tersenyum.

"Aku melihatnya tapi aku tidak perduli, memangnya salah jika aku ingin bermanja manja denganmu? " ujar Dirga sembari memasang wajah cemberutnya. Laura terkekeh, jika Dirga sudah mode seperti ini maka ia tidak bisa membantah.

"Ayolah, apa piring piring itu lebih penting dari suamimu? Aku ingin kembali mengulang moment kita saat pacaran dulu" tambah Dirga, ia menarik narik tangan istrinya membuat Laura mau tak mau harus mengikuti kemauan suaminya.

Dirga menuntun Laura menuju ruang tengah dan mendudukkan istrinya itu di sofa, lalu dengan segera Dirga berbaring dan menjadikan paha istrinya sebagai bantalan. Tangan Dirga terulur untuk meraih remote tv, ia ingin menonton film romantis bersama istrinya ditambah cuaca hari ini sedang mendung dan disertai rintik rintik hujan.

Ketika film sudah diputar, sepasang suami istri itu menonton dengan seksama. Dirga tidak membiarkan tangan istrinya diam, ia mengarahkan tangan Laura untuk mengelus kepalanya. Laura yang diperlakukan seperti itu tersenyum dan mengelus kepala suaminya.

Ia rasa wajar jika Dirga seperti ini sebab mereka sudah jarang menghabiskan waktu berdua terlebih ketika sudah memiliki anak. Jadi untuk hari ini sebaiknya mereka menghabiskan waktu dengan baik karna mungkin setelah ini ntah kapan lagi mereka akan kembali menghabiskan waktu bersama.

Mata Laura melirik kearah sekitar, tepatnya ke sekumpulan foto yang berada di dinding rumah mereka. Foto foto itu adalah foto mulai dari awal mereka pacaran, lalu menikah, dan memiliki mentari dan diteruskan oleh kehadiran si kembar. Rasanya seperti mustahil jika mengingat keluarganya bisa sejauh dan sebahagia ini.

"Kau tau suamiku? Rasanya aku tidak menyangka jika keluarga kecil kita bisa sebahagia ini" ujar Laura. Dirga melirik istrinya dan tersenyum.

"Ya, ini karna kesabaranmu selama ini dan karna kita selalu menyelesaikan masalah dengan kepala dingin, tidak langsung memakai emosi" sahut Dirga. Laura mengangguk pelan dan tersenyum.

"Aku harap jika ada masalah yang menimpa keluarga kita, kau selalu percaya padaku Laura. Karna pasti banyak orang yang iri dengan hubungan kita dan mencoba untuk membuat kita berpisah" sambung Dirga. Dirga bahkan mulai bangkit dan duduk disisi istrinya itu, ia mengenggam tangan Laura.

"Tentu, kau suamiku jadi aku harus percaya padamu kan? " Dirga tersenyum mendengar ucapan tulus yang keluar dari mulut istrinya itu. Ia segera mendekat dan mengecup bibir istrinya sekilas.

"Aku mencintaimu, Laura" lirih Dirga.

Laura adalah hatinya, cintanya, dan separuh hidupnya. Jika tidak ada Laura maka kehidupan Dirga bisa hancur.

TBC

Kurang romantis mon maap. Ya hari ini up nya pagi pagi soalnya el gabut.

Jangan lupa vote and share

See you

Printilan Keluarga Amordan (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang