(not) EPILOG

584 80 5
                                    

Hari ini adalah hari ulang tahun Julian.

Benar. Sekarang Julian sudah berusia 17 tahun. Entah mengapa Julian merasa bangga dengan umurnya yang telah memasuki usia dewasa. Bukankah itu artinya dia bebas melakukan apapun?

Setelah Julian berbincang dengan beberapa kenalannya, dia pun memilih untuk pergi ke balkon—memang sengaja dia ingin menghindari orang-orang. Dia merasa lelah, padahal satu jam belum berlalu.

Tapi Julian merasa kesepian.

Sembari menghela napas, Julian menopang dagunya pada sandaran balkon dan menatap halaman istana. Selain untuk mengusir rasa sepinya karena ketidakhadiran seseorang, dia ingin menghirup udara segar. Hanya bertemu dengan keluarga dari orang itu saja tidak cukup. Julian ingin bertemu langsung pada orang yang tengah ia rindukan saat ini.

“Erios ...” gumam Julian disertai helaan napas beratnya, berharap akan ada keajaiban yang muncul. Misalnya, Erios tiba-tiba mengejutkannya dengan kehadirannya yang tiba-tiba. Ah, tapi mana mungkin Erios akan melakukan hal itu.

Julian masih ingat tepat 4 tahun yang lalu, tiba-tiba Erios memberinya surat yang mengatakan bahwa mereka tidak akan bertemu selama 5 tahun. Tentu saja awalnya Julian keberatan dan hendak melayangkan protes. Demi dewa, selama satu bulan tidak bertemu saja dia sudah rindu setengah mati! Bagaimana bisa lima tahun ... lima tahun ... dia tidak bisa membayangkannya!

Namun Erios telah memberikan alasan yang masuk akal dengan mengatakan dia ingin fokus berlatih supaya bisa menjadi seseorang yang kuat dan menuntut Julian untuk melakukan hal yang sama. Erios berjanji bahwa setelah lima tahun berlalu, mereka akan lebih sering bertemu.

Tapi ... sekarang masih 4 tahun. Kurang 1 tahun lagi. Julian memasang wajah cemberut mengingat surat terakhir Erios itu. Kejam sekali bahkan dia juga tidak mau datang untuk pesta ulang tahunnya. Padahal Julian rajin mengiriminya surat undangan tiap tahun. Dia tahu para calon pendeta di Kuil Besar Dewa Kasih Sayang tidak memiliki kewajiban untuk menghadiri acara kenegeraan, terutama yang berasal dari keluarga bangsawan. Tapi memangnya harus sefokus itu—

“ ... huh?”

Seketika Julian menegakkan tubuhnya. Hidungnya menangkap sebuah aroma yang teramat dia kenal. Mawar yang segar. Hanya dua hal yang langsung muncul di otak Julian ketika menghirup aroma ini: Erios dan mawar hitam—mengingat bunga favoritnya Erios adalah mawar hitam.

Angin malam berhembus kencang, meniupkan rambut pirang Julian, bersamaan dengan kelopak mawar hitam yang entah berasal darimana. Aroma itu semakin kuat ... seakan mengitari tubuhnya. Julian melangkah mundur, merasakan kehadiran seseorang di depannya. Kelopak-kelopak mawar itu berputar di hadapannya, berputar hingga membentuk tubuh seseorang ...

“Julian ...”

Julian terbelalak. Apakah dia sedang bermimpi? Ini ... dia tidak salah lihat, ‘kan?

“ ... Erios?”

Julian tidak menyangka bahwa Erios kini berdiri tepat di depannya. Pemuda yang berusia 2 tahun lebih tua darinya itu sedang menatapnya dengan penuh kerinduan. Banyak emosi yang Julian tangkap pada sepasang mata ruby indahnya.

Tapi ... apakah 4 tahun mampu mengubah seseorang menjadi seperti ini? Dia tetaplah Erios yang Julian tahu, namun ada sesuatu yang membuat Julian sedikit merasa tertekan. Ada sesuatu yang berbeda dari Erios dan Julian tidak tahu apa itu.

Erios tertawa kecil. “Empat tahun kita tidak bertemu, kau jadi semakin tinggi dan gagah. Bagaimana kabarmu?”

Julian menggigit bibirnya. Apa yang dia pikirkan? Mau berubah atau apa, dia tetaplah Erios yang Julian cintai! Dia tidak peduli pada apapun! “ ... kau juga. Tinggimu bertambah.”

“Benarkah?” Erios mengangkat tangannya ke atas kepalanya, mengukur tingginya yang hanya sebahu Julian. “Yah, kurasa kau benar. Tapi pertumbuhanmu itu sangat luar biasa.”

“ ... “

Menyadari Julian tidak menjawab apapun, Erios pun tersenyum tidak enak. “Jangan membuatku merasa bersalah. Aku juga terpaksa melakukan ini supaya kita jadi lebih kuat. Baiklah, maafkan aku. Tinggal satu tahun lagi. Kau harus menahan dirimu.”

Julian mendengus pelan dan memalingkan wajahnya. Perasaan kesal dan senang bercampur menjadi satu. “Oke. Satu tahun lagi.”

Erios tersenyum lembut dan berjalan mendekati Julian yang mulai merajuk. “Maaf juga karena aku datang mendadak begini dan tidak menyiapkan hadiah apapun ...”

“ ... kehadiranmu saja sudah menjadi hadiah terbesar untukku.” balas Julian langsung. Erios masih mengenakan setelan Kuil Besar Dewa Kasih Sayang, terlihat sekali dia mati-matian meluangkan waktunya untuk Julian.

Erios mengulurkan tangannya dan memegang kedua pipi Julian. Sejenak, dia tidak mengatakan apapun, hanya menatap Julian lekat-lekat seakan-akan tengah merekam wajah Julian di benaknya. “Selamat ulang tahun ...” ucapnya pelan seraya berjinjit, lalu menempelkan bibir lembutnya di pipi Julian.

Perlahan sepasang mata biru cerah Julian melebar.

... ini benar-benar bukan mimpi, ‘kan?

Erios ... sungguh-sungguh mencium pipinya? Kenapa? Apa yang terjadi? Julian senang, tapi ... dia juga bingung!

Ketika Julian hendak memeluk pinggang Erios, sayangnya pemuda itu langsung menghilang, ditelan oleh kelopak-kelopak mawar hitam yang berguguran ke lantai bersamaan dengan tawa kecil dari lelaki itu. Julian terdiam, masih terpaku di tempat.

Dia ...

Julian gemetar dengan wajah memerah. Jantungnya berdetak kencang tak karuan. Apa-apaan ... apa-apaan Erios meninggalkannya setelah memberinya serangan pada jantungnya?! Wah, bukankah ini tidak bisa dibiarkan?! Julian mengusap wajahnya, berusaha mengontrol ekspresinya agar tetap terlihat seperti orang waras.

Julian memandang langit malam yang dihiasi bulan dan bintang-bintang yang berkedip. “Lihat saja, Erios. Nantikan apa yang akan kulakukan padamu saat kita bertemu lagi." gumamnya disertai senyuman penuh optimisnya.[]

END

[BOOK 1] The Villain Wants To Repent (BL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang