CHAPTER 20

3K 346 26
                                    

"Apa ini?" Aku menerima sebuah amplop yang diberikan oleh Pendeta Agung Rennaisance begitu aku menemuinya di ruangannya yang sederhana.

Pendeta Agung Rennaisance tersenyum. "Buka saja."

Dengan alis terangkat sebelah, aku pun membuka amplop tersebut dan mengeluarkan secarik kertas. Aku membaca kata demi kata yang tertera disana. Mataku membulat begitu aku menangkap apa isinya. "Saya ... sudah boleh terjun keluar?"

Pendeta Agung Rennaisance mengangguk. "Benar. Itulah keuntungan yang didapat oleh seseorang yang mendapat peringkat satu saat tes Pendeta Pertahanan kemarin. Kalau kau berhasil menyelesaikan misi pertamamu dan hasilnya memuaskan, kau sudah sepenuhnya boleh terjun keluar lebih dulu dari anak-anak seangkatanmu. Tapi jika gagal, kau akan tetap sama seperti anak-anak lainnya, menunggu sebulan di kuil ini."

Aku memandang kertas itu tak percaya. "Apa saya sudah mendapat misi?"

"Belum. Misi yang lain masih bisa ditangani pendeta lainnya. Aku akan memanggilmu lagi ketika kau mendapat misi yang cocok untukmu."

Senyumku mengembang. Aku tak bisa menahan rasa kegembiraan yang meluap ini. Akhirnya! "Terima kasih, Pendeta Agung! Oh, ngomong-ngomong ... apa anda tahu kejadian tadi malam?"

"Ya. Kudengar kau ada disana juga, 'kan?"

"Benar. Apa anda sudah menemukan sesuatu, seperti efek samping atau semacamnya?"

"Aku sudah mengirim beberapa pendeta untuk melihat situasi ke beberapa tempat, tapi aku belum mendapatkan hasilnya," Pendeta Agung Rennaisance menghela napas. "Semoga tidak ada sesuatu yang buruk yang terjadi."

Aku mengangguk. "Semoga saja. Kalau begitu, saya kembali ke kelas dulu. Terima kasih sebelumnya untuk informasinya."

Pendeta Agung Rennaisance tersenyum hangat. "Sama-sama."

Aku membalikkan tubuhku ketika Pendeta Agung Rennaisance tiba-tiba memanggilku lagi.

"Erios."

Aku menolehkan kepalaku. "Ada apa, Pendeta Agung?"

Lagi, senyum lembut Pendeta Agung Rennaisance seperti angin musim semi yang hangat. "Aku tahu kau anak yang baik."

Aku tertegun. Aku membalas senyumnya dan hanya mengangguk sekali, lalu pergi dari hadapan Pendeta Agung Rennaisance. Di depan ruangan, si kembar Meinham sudah menungguku.

"Ada apa?" tanya Alessandra.

"Aku mendapat surat rekomendari untuk terjun ke dunia luar," jawabku, membuat si Kembar Meinham terbelalak. "Misi pertama yang akan kudapat nanti seperti tes untukku. Jika aku berhasil menyelesaikannya, aku sudah bisa keluar lebih dulu. Kalau aku gagal, aku akan kembali terkurung lagi disini seperti kalian selama sebulan."

Alessandra menghela napas lega. "Itu hal yang bagus. Apa kau sudah mendapat misi?"

Aku menggeleng. "Belum ada yang cocok untukku. Ayo, kita ke tempat Azura dan Flin."

Kami bertiga berjalan menuju ruang kelas—yang kata beberapa pendeta saat kami menanyai dimana ruang kelas Pendeta Pengabdian Sihir Cahaya—Flin dan Azura. Tetapi rupanya mereka tidak ada di kelas, namun berada di sebuah lapangan. Kulihat, para Pengguna Sihir Cahaya sedang mempraktikkan sihir mereka.

Tetapi aku tidak tertarik kepada mereka. Pandanganku langsung tertuju pada Azura. Perempuan itu sudah mengikat rambut pirangnya, membuat wajahnya jadi lebih cerah. Ekspresinya begitu fokus saat ia mengeluarkan sihirnya pada luka seseorang—oh, apakah dia menguasai teknik penyembuh? Energi yang memiliki bentuk seperti cahaya menguar dari kedua telapak tangannya yang menempel pada punggung seorang pria yang terluka.

[BOOK 1] The Villain Wants To Repent (BL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang