Bukit

42 6 0
                                    

Pagi hari seperti biasa ibu Dinda meminta iya untuk mengantarkan jamu ke rumah Bu Dewi. Namun pagi itu Dinda merasa masih malu karena kejadian semalam.

"Dinda, ini jamunya... seperti biasa ya..."
"Duh... Bu... maaf bisa ga hari ini Kaka aja yang antar jamu?" 
"Loh kenapa?... Kaka sudah pergi tadi subuh..."
"Hemm... tapi bu..."
"Ayo nak, bantu Ibu. Ibu harus mengantar beberapa pesanan juga"
"Bu Dewi tidak ada dirumah bu, kemarin juga yang nerima bukan Bu Dewi"
"Ada, sudah pulang beliau"

Dengan sangat terpaksa Dinda mengayuh sepeda kerumah Bu Dewi, namun hari ini tidak begitu lincah, karna kakinya masih terasa sakit.
Tok tok tok

"Permisi, Bu Dewi, saya Dinda.."
dalam hati Ia berdo'a semoga tidak bertemu pria yang benama Rendy tersebut.
"Permisi Bu..."
Lalu pintu terbuka,
"Dinda... masuk nak" beruntungnya Dinda tidak bertemu dengan Rendy. Dinda tidak menerima tawaran Bu Dewi untuk masuk karena khawatir bertemu dengan Rendy. Karena pasti dia masih tertidur seperti waktu itu.
"Makasi bu, saya langsung pulang aja bu, masih ada perlu..." Pamit Dinda dengan sedikit tergesa.
Alih-alih untuk pulang kerumah, Ia memilih untuk pergi ke bukit.
"Udah lama nih ga ke Bukit, di rumah juga sepi... cari angin aah"
Ia pun mengayuh sepeda birunya menuju bukit.
"Duh sakit lagi kakinya..."
Akhirnya dia memilih berjalan kaki karna jalan menuju bukit sedikit menanjak.
Sampailah Ia di satu titik dibawah pohon rindang dengan pemandangan pantai, pohon tersebut cukup lebar melindungi tubuhnya dari sengat matahari.  

"Hemmm udah lama banget ga kesini... makin cantik aja nih tempat favoritku..."
Dia memang selalu senang berbicara sendiri ditempat ini... karena baginya pohon ini adalah teman ceritanya... Dinda bukan tidak punya teman cerita, namun Ia tidak ingin membebankan pikiran teman-temannya.
"Daun, kaki aku sakit banget nih, gara-gara malem, aku ketemu orang yang selonjoran sembarangan... terus aku kesandung... harusnya gapapa kan, ternyata ada batu dipasir kena mata kakiku... aku marah sekaligus malu.. kenapa juga mesti tiba-tiba orang itu muncul diwarung... " gerutu Dinda sambil memeluk kakinya.

"Ooh jadi anda malu" tiba-tiba ada suara yang entah darimana sumbernya. Ia melihat sekeliling tidak ada orang, langsung Ia berdiri dan panik.
"Suara siapa? Sejak kapan bukit ini ada hantunya?" Teriak Dinda ketakutan.
Tiba-tiba muncul sesosok pria yang ternyata Rendy dari belakangnya yang mengagetkan Ia, sehingga Dinda nyaris terperosok ke tebingan.
"AAAhhh"
"AWAS"
Kaki dinda sudah terperosok, beruntuk hanya sebatas betis, karena tangan Rendy itu sigap menolongnya. Rendy langsung merangkul melindungi posisi Dinda agar aman, dan menenangkannya dibawah pohon.
Wajah Dinda mengeluarkan ekspresi yang cpur aduk. Takut, malu, sakit, marah... semua jadi satu.

"Ada yang sakit?" Tanya Rendy datar.
"Ga ada" jawab Dinda ketus.
"Yasudah, saya pulang ya"
"Enak aja, udah bikin orang hampir celaka bukannya tanggung jawab malah pergi"
"Loh emang saya ngapain kamu?"
"Eerrghhh" Jawab Dinda kesal hendak berdiri namun Ia meringis karena kakinya berdarah.
"Kaki kamu berdarah"
"Sakit... duh... "
Keluh Dinda menahan nangis sambil melihat kakinya berdarah.
"Saya ga bawa obat, kita pulang ya... saya bantu... kalau mau nangis gapapa"
"Dih masa gini doang nangis"
"Sini... "ucap Rendy sambil mengulurkan tangan.
Dengan ragu, Dinda meraihnya. Dan Rendy dengan kuat menahan tubuh Dinda yang hendak berdiri.
"Sepedanya biar saya yang bawa... "
"Yaiyalah, siapa lagi yang bawa? Macan?"
"Ga marah-marah dulu bisa kan?"

Kahirnya Dinda pulang dengan dibonceng oleh Rendy. Sepanjang jalan mereka hanya terdiam.

"Ini orang dingin banget ya. Gabisa komunikasi dengan baik. Katanya anak kuliahan, tapi masa outputnya begini" (ucap Dinda dalam hati)
Sampai dirumah Dinda...
"Bu... " Dinda turun perlahan dari sepeda. Rendy pun berjalan di belakang Dinda untuk menjaganya
"Oalah nak, kamu kenapa toh? Kaki yang semalem kerasa lagi?"
"Ini Bu, Aku jatoh ga sengaja di bukit..."
"Yaampun... ini? " tunjuk ibu kepada Rendy
"Oh saya ponakannya Bu Dewi, Rendy Bu..."
"Ohini yang sering diceritain Bu Dewi"
Rendy bingung dengan jawaban Ibu Dinda.
"Emmh iya bu. Ini kakinya Dinda berdarah. Butuh bantuan tidak bu?"
"Ooh ini sih ibu juga bisa. Makasi ya nak udah anterin Dia"
"Baik bu, kalau begitu saya pamit... semoga lekas pulih, lainkali hati-hati ya Dinda"
"Loh..."jawab Dinda menahan kesal tidak bisa marah karena ada ibunya.

Rendy pun berlalu.

Ibu bertanya kepada Dinda sambil membersihkan luka dikakinya.
"Ko bisa sama dia?"
"Gatau bu tiba-tiba muncul di pohon kaya genderuwo, orang kan jadinya kaget, terus kepeleset"
"Hemm hati hati makanya kalau dibukit pikirannya harus jernih, gaboleh suuzdon"
"Iya bu..."

Belum mulaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang