Langit belum menunjukkan cahayanya, udara di bukit itu cukup menusuk kulit setiap orang yang berada di sana. Langkah langkah kaki penuh semangat menelusuri setiap sisi bukit. Rumput dan embuh yang mewangi semakin menentramkan pagi yang dingin itu. Tawa canda meramaikan sepi dan melebur rasa kantuk yang teramat berat. Di satu sudut yang cukup licin, tak sengaja kaki Dinda menginjak batu kecil yang membuatnya terpeleset hampir terjatuh. "Aaah" teriak Dinda kaget "Hati-hati Dinda" dengan sigap tangan Rendy menangkap bahu Dinda yang hampir terjatuh di depannya. Dinda merasa saat itu wajahnya memerah, untung saja hari masih gelap. "Makasi" jawab Dinda sambil kenbali berjalan. Sesekali Rendy membantu Dinda melewati bagian-bagian jalan yang licin. Entah kenapa jalan itu menjadi lebih sulit dilewati ketika gelap.
"Sampe juga guys akhirnyaa" ucap Putra saat mereka menemukan spot paling tepat untuk melihat sunrise. Tidak menunggu lama, mereka yang duduk dengan beralaskan tikar yang Nabil bawa, menikmati pemandangan matahari yang perlahan menghangatkan tubuh mereka
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Source : pinterest.
Mereka saling memuji kekuasaan Tuhan mereka yang begitu hebatnya menciptakan keindahan yang tiada tara. Nabil menatap Putra senang, mereka saling berpandang. Rendy menatap Dinda cukup dalam, bayangan di wajah Dinda yang terkena sinar matahari semakin membuatnya cantik, Dindapun akhirnya membalas pandangan Rendy dengan penuh tanda tanya dalam pikirannya. "Makhlukmu ini tak kalah indah dengan mataharimu tuhan" - ucap Rendy dalam hati "Manusia ini penuh teka teki, tidak pernah ada yang memandangku sedalam ini sebelumnya tuhan" gumam Dinda.
"Cantik banget ya" ucap Nabil. "Iya, Cantik seperti mentari" jawab Rendy yang tidak sadar menjawab ucapan Nabil. Membuat semuanya bingung. "Kan emang mentarinya yang cantik Ren, emang siapa lagi yang cantik?" Goda Putra, memecah lamunannya. Dinda dan Rendy merasa bingung harus berkata apa. Mereka menggaruk kepala tanpa rasa gatal. "I-itu, pemandangannya cakep, pinter lu put pilih spot yang bagus" sanggah Rendy.
"Hemmm ... iya aja deh... hahah" ucap Nabil
Mereka melanjutkan canda tawa mereka di bawah sorot matahari yang menghangatkan. Perlahan hari mulai terang. Mereka masih asik duduk sambil membawa sarapan yang sudah disiapkan dan mereka bawa ke bukit.
"Abis ini kita langsung ke tes jaringan ya" ajak Putra. "Oh iya, sekalian gue tes juga nih bisa konek di hp atau engga" ucap Rendy
Tak lama berselang, mereka sudah berada di tempat singgah tower yang memang dulu dibuat untuk para pekerja tower. Duduk melingkar dan saling menatap penuh harap.
"Put, ko gue deg-degan ya" ucap Rendy Tiba-tiba tangan hangat Dinda menggenggam tangan Rendy yang duduk di samping kanannya mencoba untuk menenangkannya. "Berhasil ko, Yakin" ucap Dinda
Jantung Rendy semakin tidak karuan, menyadari bahwa ada tangan yang menggenggamnya, Iya semakin mengencangkan genggaman itu.
"Oke gue hitung 1... 2... " ucap Putra sebelum menekan tombol enter. "Tigaaa" lanjutnya sambil berharap ada perubahan yang Ia harapkan pada sistem yang diaturnya. "Gimana?" Cemas Nabil. Putra memasang wajah kecewa... dan sedih... "M-maaf..." "Maksudnya gimana put?" Tanya Dinda "M-maaf jaringannyaaa... BERHASIIILLLL" teriak Putra sumringah. Reflek Rendy merangkul Dinda namun tidak lama, langsung merangkul Putra begitu erat. Dinda melakukan selebrasi kecil dengan Nabil tanda bahagia.