Prioritas atau sebatas Formalitas

29 4 0
                                    

"Happy Birthday, Vino... Happy Birthday Vino... Happy birthday... Happy Birthday... Happy Birthday Vino"

Suara berpadu di sebuah ruang di rumah mewah di kediaman Rere.
Mereka terlihat sangat kompak memberikan selamat kepada adik kecil berusia 7 tahun tersebut.
Vino meniup lilin di atas kue bergambar superhero kesukaannya.
Ia memberikan kue pertamanya kepada Papa yang berdiri disampingnya.
Melihat adegan tersebut, Dinda merasa sedih mengingat beberapa kali ulang tahunnya tidak dihadiri oleh Ayahnya tersebut. Perlahan Ia mundur berjalan keluar rumah mencari tempat untuk menyendiri.

Sebuah taman kecil berada di teras belakang rumah menjadi tempatnya untuk sekedar membuang memori yang tidak ingin teringat.
Tak sadar air mata jatuh saat Ia menundukkan kepala. Sampai ada suara yang memaksanya menghapus air mata tersebut.

"Din... Lo lagi ngapain disini?"
Tanya Putra yang tidak sengaja melihat Dinda saat Ia sedang ingin ke toilet
"Eh put, gue nyari angin, gerah tadi"
"Gerah? Kan ada AC.. oh... Gerah karna suasanya?"
"Apa si lu put... Engga gitu ko.."
"Tanpa Lo cerita pun, Gue paham apa yang Lo rasain..." Ucap Putra sambil menepuk dan mengelus bahu Dinda.

"Kalian ngapain disini berdua?"
Tiba-tiba Rendy muncul entah darimana datangnya.
"Gue.. mau ke toilet" ucap Putra sambil meninggalkan tempat
Rendy menatap wajah Dinda penuh curiga.
"Ke dalem yu. Ga enak disini" ajak Dinda.
"Tunggu... Ada apa?... Kenapa Putra ngelus-ngelus bahu kamu gitu sih?"
Tanya Rendy tegas.
"Loh, emangnya kenapa? Salah kalo dia ngasih semangat?"
"Semangatin apa sih? Kamu tuh kalo ada apa-apa cerita sama aku!"
"Aneh, aku bukan siapa-siapa kamu.. kenapa apa apa jadi harus bilang sama kamu?"
"Ya... Aku yang bertanggung jawab sama Ibu buat jagain kamu disini... Bukan yang lain...!"
"Ya harusnya kamu juga ngerti kaya putra ngertiin aku"
"Ooh gitu.. oke kalau maunya gitu"

"Ini apaan si ribut-ribut. Adik Kaka ini aku cariin kemana-mana taunya ada disini" ucap Rere.

"Dia nih nyebelin banget Re!" Jawab Dinda.
Rere hanya tersenyum melihat tingkah mereka berdua.

"Haduh kaya anak kecil ribut-ribut... Yuk makan yu. Papa udah nungguin tuh sama vino"

***
"Ka Dinda, makasi banyak ya kadonya, aku sukaa banget..." Ucap Vino sambil melahap makanannya.
"Hem. Iya sayang syukur kalau kamu suka. Hati-hati makannya jangan sampe kesedak ya"
"Vino, tau ga, ka Dinda juga bisa ciptain lagu loh... Suaranya bagus" ucap Diana..
"Oh ya?? Aku mau doang dibuatin lagu sama Ka Dinda" ucap Vino
"Boleh, tapi nanti ya..." Jawab Dinda.

Di meja makan, mereka semua berkumpul dan bercanda satu sama lain. Dinda sedari tadi mencoba konsentrasi untuk menjawab topik-topik yang ada. Raganya ada ditempat itu. Namun, pikirannya ingin segera pulang. Apalagi Ia melihat Rere dan Rendy begitu sangat dekat, terlihat sangat menyenangkan obrolan mereka berdua. Dinda benar-benar merasa tidak nyaman ada di tempat ini, Ia juga merasa harus membangun chemistry kembali dengan Ayahnya.
"Ayah, lusa aku mau pulang... Ayah bisa ikut? Ajak Vino juga liburan... Gimana yah?" Tanya Dinda pada Ayahnya
"Emh. Ayah, mungkin menyusul nanti  bulan depan"
"Kenapa Yah?"
"Ayah ada urusan penting"
"Jadi keluarga kita ga penting?"
"B-bukan gitu nak... Tunggu.. Ayah titip sesuatu untuk Ibu"
Sebelum emosi Dinda meledak, Ayahmencoba menenangkan, Ia bangkit dari duduknya, dan mengambil sebuah kotak berukuran sedang berwarna biru tua.
"Ini nak... Tolong beritahu Ayah, ketika Ibu susah menerimanya"
"Ini apa Ayah?"
"Kamu bilang saja, ini oleh-oleh dari kota.... Rendy .... Saya Titip Dinda ya sampai pulang"
"Baik Ayah" Rendy dan Dinda menjawab berbarengan. Seketika suasana menjadi canggung.

Dinda memilih untuk bangkit dari duduknya.
"Vino, Ka Dinda pulang dulu ya... Maaf ka Dinda ga bisa lama-lama"

"Iya Kakaku yang cantik..  hati-hati yaa"

Belum mulaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang