Temani

24 5 0
                                    

Pagi itu, kembali Dinda memulai aktifitas dengan mengantarkan jamu pesanan pelanggan Ibunya. Orang-orang selalu menyapa dengan antusias menyapa Dinda.
Sampailah Ia di rumah Bu Dewi yang beberapa hari ini tidak Ia singgahi.
"Permisiii.... Selamat pagi..."
Tok tok tok
"Bu, ini Dinda"
Mendengar nama Dinda, Rendy yang masih menutup mata, tiba-tiba segar, lalu berlari membuka pintu. Karena pandangannya masih kabur, Ia pun menabrak pintu dan membuat kepalanya biru.
BRUKKK...
"Loh suara apa itu?" Dinda kaget
Iya membuka pintu dengan cepat yang ternyata tidak dikunci karena Bu Dewi baru saja keluar rumah.
"Aaarhgg" Rendy terjatuh dan terkena pintu untuk yang kedua kali
Dinda yang melihat Rendy tersungkur sambil memegang kepalanya pun semakin panik.
"Loh loh maaf saya ga sengaja, abisnya tadi ada suara kenceng" ucap Dinda
"Duuuh bisa pelan-pelan ga sih buka pintunya" jawab Rendy yang kesakitan
"LAGIAN LU JUGA PAKE LARI SEGALA MAU BUKA PINTU" teriak Putra yang melihat kejadian tersebut karna tempat tidurnya bersebelahan.
Rendy merasa sedikit malu, namun gengsi. Dinda yang jongkok untuk menyetarai posisi Rendy, hanya tersenyum merasa tidak terlalu bersalah setelah mendengar ucapan putra.
"Hihihi, lain kali.. santai aja, yg dateng cuma tukang jamu, bukan artessst" bisik Dinda sambil mengejek.
"Mana yang sakit?" Lanjutnya sambil memegang kepala Rendy.
"Eh mau ngapain?" Rendy kaget karena tangan Dinda menyentuh kepalanya dan wajahnya begitu dekat. Pagi-pagi gadis ini sudah rapih, dan wangi. Berbanding terbalik dengan dia yang baru bangun tidur.

"Hooaamm ada apa si pagi-pagi heboh sekali?" Lamunan Rendy buyar melihat Nabil yang baru bangun dan memeluk bantal itu menghampiri mereka. Mereka langsung merubah posisi menjadi duduk dilantai. Nabil berjalan lurus ke arah karpet lantai ruang tamu dan merebahkan tubuhnya kembali dengan menaruh bantal yang lebih layak disebut dengan boneka tersebut di bawah kepalanya.
Putra pun mengikuti jejak Nabil untuk duduk di dekatnya.
"Hehe maaf ya Bil, biasa ni Ibu nyuruh anterin jamu. Aku simpan mana ya Bil?" Jawab Dinda
"Minta tolong simpan di meja makan ya..."
"Ookee" ucap Dinda sembari bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah meja makan lalu kembali lagi ke ruang tamu.
"Emm Ren lu udah gapapa?"
"Gapapa ko"
"Syukur deh..."
"Yaudah kalau gitu aku pamit ya guys"
"T-tunggu... kamu mau kemana?" Tanya Rendy
"Pulanglah" ucap Dinda
"Anter ke rumah Pak Tio mau ga?" Ajak Rendy
"Emmm kenapa ga sama Nabil aja?" Jawab Dinda.
"Duh pagi ini aku rencana ajak Putra Snorkling, masa dia liburan tapi ga kemana-mana" ucap Nabil
"Iya, sorry ya, gue kan ga lama disini, bukannya gamau bantuin, tapi..."
"Ko lu ga ajak-ajak gue siii? Yaudah gue ikut kalian deh" sela Rendy
"ENGGA... kapan beresnya itu skripsi bang" ucap Nabil.
"Dengerin tuh adeknya! yaudah sekalian aku juga udah lama ga ke rumah beliau" ucap Dinda
"Ikhlas ga nih?" Tanya Rendy.
"Yee mau dianterin ga?" Ucap Dinda sedikit marah
"I-iyaaa mau... tunggu aku mandi dulu"

//
"Yuk, aku yang bawa sepeda ya"
Ajak Rendy yang sudah rapih dan wangi dengan kaos putih serta cepana panjang berwarna cream. Rambut yang sedikit lembab membuatnya semakin terlihat segar dan tampan.
"Wangi banget" ucap Dinda pelan.
"Apa?" Tanya Rendy
"Engga, ayo jalan... Nabil, Putra, kita duluan ya" Pamit Dinda meninggalkan mereka berdua di Ruang tamu.
"Iya kita juga mau siap-siap pergi"
"Have fun" ucap Rendy.

//

Tok-tok tok
"Selamat Pagi... Pak Tio... "
*suara pintu terbuka*
"Pagii... eh ada Nak Dinda sama Rendy toh... masuk-masuk Nak" sambut Pak Tio.
"Baik Pak... udah lama nih ga kesini" basa-basi Dinda. Sembari duduk di kursi tamu.
"Iya. Sibuk kamu ya hehe... ada yang bisa saya bantu?" Tanya beliau
"Emm gini pak, saya mau nerusin masalah skripsi saya kemarin" jawab Rendy
"Oooh iya.. gimana sudah ketemu jawabannya?"
"Sudah pak... jadi gini....(Rendy menjelaskan latar belakang yang ingin di telitinya, dan juga menceritakan berbagai kesulitan yang Ia hadapai dalam menyusun skripsi)"
Dinda yang melihat sisi Rendy yang berbeda dari sebelumnya merasa kagum ketika mengetahui keseriusannya mengerjakan skripsi, dan dia benar-benar menerima semua saran yang Ia berikan pada saat di bukit. Dinda hanya tersnyum kecil melihat hal tersebut sampai suara Pak Tio memecah lamunannya.

Belum mulaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang