Pagi-pagi sekali. Rendy berkunjung ke rumah Dinda. Sengaja Ia berkunjung ketika Dinda tak ada dirumah karena sedang mengantar jamu.
"Permisi..."
"Eh Nak Rendy, Dinda lagi keliling antar pesanan..." Jawab Ibu
"Oh yaudah gapapa Bu, saya tunggu aja" Ucap Rendy yang sengaja menunggu karena ingin mengobrol dengan Ibu.
"Yawes yu masuk dulu nak... Kebetulan ibu lagi masak"
"Baik Bu"Rendy masuk sambil melihat sekeliling ruangan rumah sederhana tersebut. Sepi...
Tak ada kehidupan yang menghidupi rumah tersebut. Rendy dengan berani membuka obrolan."Bu, saya boleh bantu?"
"Loh Ndak usah, Ibu bisa ko."
"Gapapa Bu, sambil saya nunggu Dinda biar ga bosen"
"Yawes, nih bantu ibu potong sayuran ini ya"
"Siap Bu" Rendy melirik ke arah Ibu sebentar sebelum mengucapkan"Bu, saya mau jelasin sesuatu"
"Apa itu? Kamu bikin ibu deg-degan, tentang Dinda?"
"Iya Bu, dan juga.... Tentang..... Ayah"Seketika Ibu yang sedang memotong bawang terhenti. Dan mengeluarkan air mata.
"Bu, maaf kalau saya lancang.... Ibu jangan nangis dulu. Saya belum jelaskan"
"Ibu ga nangis, perih mata ibu kena bawang... Kenapa? Teruskan!" Lanjut ibu dengan nada sedikit menekan.
Rendy menceritakan semua hal yang Dinda alami selama di Kota. Semua hal tentang Ayah. Hati-hati sekali Rendy bercerita. Karena Ia takut ibu akan marah seperti pada Dinda.
"Jadi begitu Bu, Dinda belum berani untuk bercerita karena trauma... Saya mohon maaf ya Bu kalau saya kelewatan"
Ibu menghela nafas. Air mata yang terjatuh bercampur dengan rasa sakit yah Ia ingat. Rasa ikhlas yang perlahan hadir, kini terasa maju mundur untuk bertahan dengan keikhlasan.
"Terima kasih banyak Nak, kamu hadir disini, bukan hanya menyelesaikan tugas kuliahmu. Tapi Tuhan kirim Kamu,untuk memperbaiki keluarga kami yang lama hancur ini... Keluarga kami yang sudah 10 tahun mati"
"Bu, aku yakin, semuanya akan kembali lagi seperti semula, asalkan semua bisa ikhlas untuk saling memahami keadaan satu sama lain"
"Benar, kamu benar nak. selama ini, semuanya tidak berjalan semestinya karena tidak ada rasa ikhlas dalam hati kami..."
Dinda menangis di balik dinding ruang tamu. Diam-diam Ia mendengarkan semua obrolan mereka.
"Bu..." Dinda memberanikan diri untuk menghampiri Ibu dan Rendy.
Tanpa bicara apapun, Dinda memeluk Ibu dan mereka menangis dalam pelukan satu sama lain. Rendy hanya tertunduk melihat itu semua. Ia sedikit lega karena tugasnya sedikit demi sedikit selesai.
Rendy perlahan pergi tanpa pamit karena ingin membiarkan mereka untuk membicarakan hal tersebut lebih lanjut.
Rendy pergi ke Pantai dan duduk di bawah pohon rindang.
Sendiri, menikmati deburan ombak kecil, dan semilir angin yang menyentuh kulitnya.
Ia teringat berbagai memori masa kecilnya dengan sang Ayah.
Ayah yang selalu menemaninya berolahraga, Ayah yang selalu membelikannya hadiah, Ayah yang selalu berusaha terlihat baik-baik saja meskipun berat beban di pundaknya.
Rendy menghela nafas mengingat begitu tidak bersyukurnya Ia ketika mengecewakan sang Ayah yang sudah berjuang untuknya."Rendy...."
Suara lelaki yang cukup berat itu menyadarkan lamunannya.
Suara yang sangat jarang Ia dengar."Ka Rio..." Rendy menoleh kearah sumber suara di belakangnya.
"Lo lagi ngapain? Ini bukan tempat biasa Lo nongkrong" ucap Rio.
"Eh Ka... Sengaja, biar ga ada yang ganggu.. hehe" sambil
KAMU SEDANG MEMBACA
Belum mulai
General Fictionsesuatu seringkali usai lebih cepat, padahal kisah dan perjuangannya belum mulai.