sepuluh 🔥

17.2K 286 2
                                    

Aku berdehem kemudian mendorong Mas Danu. Sayangnya badannya tidak bergerak sedikit pun. Akhirnya aku yang mengalah, aku merapatkan punggung ke sandaran tempat tidur.

“Ajarin dulu teorinya. Jangan langsung praktek,” pintaku untuk mengulur waktu. Jujur saja, aku belum siap.

“Memangnya ciuman ada teorinya?” tanya Mas Danu bingung, aku juga bingung. Kenapa dia bertanya sama orang yang tidak punya pengalaman sama sekali?

“Jadi langsung praktek gitu?”

Mas Danu mengangguk. “Naluri. Kemarin juga kita langsung ciuman kok, nggak pake teori.”

Mataku melotot dengan kalimat Mas Danu. “Ya itu tiba-tiba, aku nggak siap.”

Ini, serius aku belajar sekarang? Kayaknya, aku mending dirongrong pertanyaan sama dosenku daripada belajar ciuman sama Mas Danu.

Masalahnya, jantung mungilku ini belum terbiasa. Dekat Mas Danu saja dia mulai bertalu-talu, apalagi sampai dicium.

Mas Danu semakin mendekat. “Kamu ikutin Mas aja, sayang.”

“M-mas, panggil nama aku aja.” Aku menahan dada Mas Danu agar tidak merapat ke tubuhku.

“Hmm?”

“Jangan panggil sayang dulu, jantungku nggak kuat. Kalo kita ciuman terus Mas panggil gitu, takutnya jantungku meledak,” kataku nyaris berbisik. Aku malu setengah mati karena harus mengakuinya.

Mas Danu tertawa keras. Pertama kalinya aku menyaksikan Mas Danu tertawa begitu lepas.

Tapi situasinya tidak sedang memungkinkan untuk ikut tertawa atau terpesona dengan kadar ketampanannya yang bertambah.

“Sepengetahuan aku, nggak pernah ada kasus jantung orang meledak karena ciuman, sayang,” katanya setelah selesai tertawa.

“Maaaaas!” Aku memukul dadanya gemas. Sekaligus heran, kenapa suaraku memanggilnya jadi manja begitu?

Mendadak Mas Danu diam. Senyum yang tadinya menghias wajahnya, sekejap menghilang. Pandangan matanya lalu turun dan berhenti di bibirku.

“Waktunya belajar.” Mas Danu menyerang bibirku. Awalnya memang hanya menempel, namun beberapa saat kemudian bibir Mas Danu perlahan bergerak. Seperti sedang mengisap atau menggigit.

Aaaah! Aku tidak tahu menjelaskannya. Bahkan untuk berpikir jernih pun, aku tidak bisa. Mentalku belum siap.

Apalagi kalau tidak salah ingat, Mas Danu sendiri yang bilang akan mengajariku tahap demi tahap. Tapi kenapa dia malah menyerangku brutal begini! Lagi-lagi aku tidak bernapas dengan benar.

Aku mengirup oksigen rakus ketika Mas Danu melepasku.

“Mika, rileks,” kata Mas Danu di depan bibirku.

Aku menggeleng sambil terus bernapas melalui mulut.

Melihatku seperti ikan yang keluar dari air, bukannya khawatir, Mas Danu malah tersenyum. “Kamu nggak pernah nonton adegan ciuman?”

“Pernah, tapi nggak terlalu aku perhatiin.”

Dan untuk apa juga aku memerhatikan detailnya? Saat menonton film, aku lebih fokus pada plot cerita, berusaha meresapi karakter di dalam film, dan aktingnya. Adegan mesra atau ciuman kan hanya pemanis.

“Gerakin bibir kamu, kayak yang Mas lakuin kemarin.”

Tapi setelah ini, mungkin aku harus mempelajari scene ciuman dalam film baik-baik. Setidaknya biar Mas Danu tidak capek mengajariku.

Aku mengangguk. Semoga kali ini aku berhasil.

Mendapat persetujuanku, Mas Danu mendekat lagi. Menangkup sisi kanan wajahku lalu sedikit memiringkan kepala, dan bibirnya kembalil menempel.

Ajari Aku BercintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang