“Mika.”
Aku yang sedang membuka produk skincare yang nantinya akan promosikan, segera berhenti dan menengok ke sumber suara. Mas Danu baru saja masuk ke kamar setelah menyantap makan malamnya.
Hari ini, Mas Danu pulang terlambat. Tadinya aku berniat menunggunya, sayangnya aku keburu lapar. Selain itu, aku tidak suka makan terlalu malam. Jadinya, kami makan sendiri-sendiri.
“Iya, Mas?”
Mas Danu duduk di atas tempat tidur. “Nanti Mas mau ngomong, setelah kamu selesai.”
Aku membalik ponselku. “Sekarang aja, Mas. Ini bisa lanjut nanti. Aku nggak bisa kerja kalo penasaran.”
Mas Danu mengangguk-angguk. Aku menunggunya bersuara, tapi selama beberapa detik, Mas Danu hanya diam. “Mas?”
“Kamu.. deket ya sama Angga?” tanya Mas Danu hati-hati.
Aku mengangguk pelan. “Deket, dia kan temen aku, Mas. Kayak Jihan, Gita, Sarah.” Jadi itu pertanyaan Mas Danu yang sampai dipikirkan lama?
“Dia pernah suka sama kamu?” tanya Mas Danu lagi.
“Suka sama aku?” Aku tertawa lepas. Entah mengapa pertanyaan Mas Danu jadi terdengar lucu. “Angga cuman anggap aku temen, Mas. Mana mungkin dia suka sama aku.”
Mas Danu mendengus samar. “Nggak ada yang nggak mungkin, sayang.”
Butuh beberapa saat untukku memerhatikan Mas Danu lamat-lamat. Mencerna dua pertanyaannya barusan, ekspresinya, dan Angga yang sore tadi mengantarku pulang.
Aku menyipitkan mata. “Mas, jangan-jangan kamu ngira aku ada sesuatu sama Angga?”
Mas Danu menggeleng. “Aku percaya sama kamu, tapi tiap kalian bareng, nggak tau kenapa Mas ngerasa was-was aja.”
“Mas, cemburu?” tebakku.
Mas Danu mengangkat bahu. “Kurang lebih gitu.”
Aku bangkit dari dudukku, menghampirinya, dan memeluk suami yang sedang cemburu ini. “Aku nggak nyangka loh Mas bisa cemburu juga.”
Mas Danu balas memeluk pinggangku. “Suami mana yang nggak cemburu kalo istrinya deket sama cowok lain? Apalagi istrinya secantik kamu.”
Aku terkekeh, mengurai pelukan, lalu duduk di atas ranjang bersamanya. “Mas juga ganteng. Nggak ada gitu yang suka sama Mas di rumah sakit?”
“Kok jadi Mas yang introgasi.” Mas Danu mengerutkan alis.
“Cuman nanya, Mas.”
“Kalo pun ada, ya kenapa?” Mas Danu mencubit gemas pipiku. “Mas punya istri secantik ini, ngapain diladenin?”
“Berarti ada?”
“Nggak ada, sayang.”
Aku mulai curiga. “Boong. Pasti ada, kan?”
Benar saja. Mas Danu tiba-tiba mengalihkan pandangannya. “Oh, Mas mau mandi.” Mas Danu segera turun dari tempat tidur.
“Mas! Jangan kabur!”
**
“Jadi, sekarang lo takut suami lo kecantol teman seprofesinya?” tanya Jihan setelah mendengar ceritaku soal percakapanku dan Mas Danu semalam.
Hari ini, hanya ada dua mata kuliah. Dan salah satunya dibatalkan karena dosen bersangkutan berhalangan hadir.
Aku yang malas pulang, melipir ke apartemen Gita. Dengan Jihan dan Sarah yang tidak ingin ketinggalan tentunya.
Dan di sinilah kami, duduk melantai dengan berbagai macam makanan dan minuman untuk menemani cerita kami. Terutama ceritaku.
Aku mengangguk. “Dan gue butuh tips biar Mas Danu sayang terus sama gue dan nggak tertarik ke cewek lain.”
“Gampang kok.” Gita melipat tangannya di depan dada. “Bikin dia puas.”
“Puas? Puas..” ulangku. Aku sedikit bingung, konteks puas yang dimaksud Gita itu apa?
Jihan menyenggol lengan Gita. “Dia mana ngerti.”
“Puasin dia di ranjang,” jelas Sarah.
Aku menoleh cepat ke arah Sarah yang duduk di sebelahku. “Ra-ranjang?” Tiba-tiba aku tergagap.
“Kayaknya mereka belum sampe sana,” bisik Jihan pada Gita, tapi aku bisa dengar.
“Oh, gue nggak ada saran kalo gitu,” kata Gita.
Bahuku merosot turun. Masa tidak ada hal lain yang bisa kulakukan selain solusi yang berhubungan dengan sex?
Aku bahkan baru sampai ke tahap berciuman. Itu pun bikin aku jantungan.
“Mika, gini ya.” Jihan menarik atensiku. “Selingkuh itu salah pelakunya, itu udah tabiatnya. Bukan karena pasangannya nggak cantik, nggak puasin dia, nggak sesuai sama yang dia mau, tapi emang pelakunya aja yang nggak punya otak.”
Aku diam, mendengarkan.
Jihan melanjutkan. “Jadi bukan salah pasangannya. Maksud gue, lo nggak perlu berusaha biar dia nggak selingkuh. Karena mau bagaimana pun lo, kalo dia emang doyan selingkuh, ya tetep aja bakal cari cewek lain.”
“Tapi kayaknya laki lo nggak gitu deh,” sambung Gita. “Coba deh lo pikirin, kalo emang dia suka sama salah satu temen kerjanya, ya kenapa nggak dari awal aja dia nikah sama orang itu. Kenapa nikahnya malah sama lo, kan?”
Aku manggut-manggut. Kepercayaan diriku bangkit lagi. Gita ada benarnya. Sebelum menikah denganku, peluang Mas Danu dan teman seprofesinya untuk terlihat cinta lokasi terbuka lebar.
Waktu mereka banyak dan saling mengerti satu sama lain.
Tapi pada akhirnya, Mas Danu justru memilihku yang tidak banyak menghabiskan waktu dengannya.
“Karena nggak direstuin orang tuanya?” sambar Sarah.
Aku melotot horor, sementara Jihan yang duduk di hadapan Sarah langsung membekap mulut Sarah.
“Jangan dengerin dia,” kata Gita.
Mendadak aku terpikir celetukan Sarah. Itu sangat masuk akal, mengingat sifat Mama Ainun—mertuaku. Padaku, beliau memang sebaik ibu peri, tapi Mama adalah sosok tegas. Bahkan Bunda pun berpendapat sama.
Seluk beluk calon menantu untuk anak satu-satunya adalah hal penting. Dan mungkin saja, Mas Danu malah menyukai perempuan yang tidak sesuai kriteria mamanya.
Aku menghela lesu. “Nggak ada cara lain apa selain masalah ranjang? Gue tetep pengen coba usaha buat nyenengin Mas Danu.”
Mereka bertiga tiba-tiba saling bertukar pandangan lalu berdiri dan menjauh dariku. Mereka berdiri memunggungiku, seperti sedang mendiskusikan sesuatu.
Menunggu mereka selesai membuatku kembali memikirkan Mas Danu. Padahal awalnya Mas Danu yang cemburu pada Angga, kenapa akhirnya malah jadi aku yang gelisah begini?
Sepertinya, perasaanku pada Mas Danu semakin dalam. Aku jadi mencemaskan berbagai macam hal yang bersangkutan dengan Mas Danu.
“Mik, ini cuman saran dari kita,” kata Gita. Mereka bertiga telah selesai dan kini duduk di hadapanku.
“Dari lo, jangan bawa-bawa gue,” sela Jihan.
“Gue juga,” tambah Sarah.
“Oke, oke!” Gita mendengus. “Ini saran dari gue. Dari gu-e, oke?”
Aku mengangguk antusias. Meskipun Jihan dan Sarah tampak tidak setuju dengan saran Gita, aku tetap harus mendengarnya. Barang kali aku bisa mengikutinya.
Gita melirik Jihan dan Sarah sekali lagi sebelum menatapku. Tapi itu pun, butuh beberapa detik jeda lagi hingga akhirnya Gita menarik napas dan..
“Coba lo nonton film porno, biar makin mahir,” kata Gita cepat.
Aku melongo. “Hah? Po-porno!”
![](https://img.wattpad.com/cover/371576900-288-k545463.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ajari Aku Bercinta
RomanceSebagai perempuan yang dijaga ketat oleh keluarganya, Mika tumbuh menjadi perempuan yang tak tahu apa-apa soal laki-laki. Bahkan soal percintaan sekali pun. Dan ketika Mika akhirnya menikah dengan Danu, Mika seolah buta arah. Namun Danu sebagai suam...