sebelas

7.8K 238 2
                                    

“Mika, beres kuliah lo langsung pulang?”

Belum lima menit aku duduk, perkuliahan belum dimulai, Jihan sudah menanyakan soal rencana setelah kelas.

Aku menoleh sambil mengirimkan pesan pada Mas Danu. “Rencananya sih gitu. Kenapa?”

Gita yang duduk di baris depan bersama Sarah menengok. “Ada janji sama laki lo?”

“Nggak ada. Kenapa sih?”

Setelah pesanku sukses terkirim, aku memasukkan ponsel ke tas sambil menunggu siapa pun dari mereka bertiga bersedia menjawab pertanyaanku.

“Kayaknya semalam dia asyik sama suaminya, makanya nggak tau,” Gita berbisik ke telinga Sarah namun aku bisa mendengarnya dengan jelas.

Jelas sekali kalau dia sengaja biar aku dengar.

Sarah tampak terkejut. “Masa? Jadi temen gue udah nggak perawan! Sakit nggak?” tanyanya padaku.

Aku mengernyit, tidak paham dengan apa yang mereka bahas sebenarnya. “Apa sih? Gue belum gituan sama suami gue!”

“Oh…” Gita dan Sarah kompak beroh ria.

“Beres kuliah kita mau jenguk nyokapnya Angga,” ujar Jihan.

“Nyokapnya Angga?” Aku mengedarkan pandangan dan baru sadar temanku itu tidak masuk hari ini. “Ah, gue baru sadar.”

“Kan?” Gita memicing ke arahku. “Semalam dia keasyikan sama suaminya, makanya nggak nimbrung di grup.”

“Semalam?” Aku berusaha mengingat-ingat.

“Iya, dari semalam kita planning. Lonya aja nggak muncul-muncul. Mau nelpon, tapi Jihan bilang nggak usah,” kata Sarah.

Jihan mengangguk, membuatku percaya. Biasanya kalau cuman Gita dan Sarah, terkadang aku tidak percaya.

Karena ya mereka memang kadang suka bercanda. Tapi kalau Jihan, aku langsung percaya.

“Sorry,” ucapku.

Gita mengibaskan tangannya. “Nggak usah sorry-sorry, intinya lo mau ikut atau nggak?”

“Ikut lah!” Angga itu temanku yang berjasa selama kuliah. Tiap berangkat dan pulang, hampir selalu sama Angga. “Kalian bawa mobil?”

Jihan mengangguk. “Gue sama Sarah bawa, lo ikut sama gue aja.”

“Oke, Mami.”

Adakalanya, aku iri pada teman-temanku. Jihan, Sarah, Gita, dan Angga punya mobil pribadi masing-masing. Sementara aku cuman bisa nebeng ke mereka.

Uang sih ada. Tapi Ayah dan Bunda tidak mengizinkanku beli apalagi bawa mobil.

Larangan itu datang karena aku pernah terlibat kecelakaan mobil sewaktu SMA. Diam-diam aku belajar menyetir dari temanku hingga memberanikan diri membawanya ke jalan raya.

Walau hanya luka ringan di beberapa titik tubuhku, keluargaku panik bukan main. Bunda bahkan hampir pingsan.

Sejak saat itu, aku hanya boleh disetir orang lain.

Makanya selama kuliah, kalau tidak bareng teman-temanku, biasanya aku naik taksi online.

“Eh, nyokapnya Angga sakit apa?” tanyaku.

“Nggak tau, Angga belum bales dari semalam,” jawab Jihan.

Aku mengangguk-angguk sembari mengeluarkan ponsel dari tas. Aku harus mengabari Mas Danu tentang rencana ku. “Tapi rumah sakitnya kalian udah tau?”

“Tempat laki lo kerja,” sahut Gita.

“Oh ya!” seruku semangat.

“Makanya kita mau ke sana agak sorean, biar nanti lo pulangnya sama suami lo,” kata Jihan.

Ajari Aku BercintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang