FIVE

154 25 1
                                    

Disclaimer:

All characters, events, and situations depicted in this novel are entirely fictional. Any resemblance to real persons, living or dead, or actual events is purely coincidental. The settings and organizations mentioned are also products of the author's imagination and are not intended to portray real locations or institutions. This work is created solely for entertainment purposes and does not reflect real-life scenarios or individuals.

***

Razak dan timnya membawanya pulang setelah berpamitan dengan Marni dan Sudirman. Untungnya keduanya terlihat tidak mempermasalahkan statusnya dan masih berbicara dengan baik padanya.

Ia harus mengakui mentalnya tidak cukup tangguh untuk menghadapi kejadian tadi. Ia takut setengah mati membayangkan air yang dilempar oleh pria itu dapat melukai wajahnya. Sebagai perempuan berusia dua puluh tiga tahun yang beberapa bulan lalu baru saja menyelesaikan pendidikan magister nya di Cambridge University, ia belum banyak menghadapi realita tentang dunia.

Nara selalu merasa dirinya tangguh, namun menghadapi sesuatu yang berada di luar rencananya adalah sebuah tantangan untuknya. Razak tadi memberitahunya bahwa orang yang datang tadi bukanlah warga lokal, melainkan provokator yang datang tak diundang. Setelah menyelidiki mobil yang mengikuti mereka, ia mendapati ada yang tidak senang dengan kehadiran Nara yang ingin membantu masyarakat.

Hal yang lebih mengagetkan baginya adalah mendengar ayahnya, Natanael Darsono adalah orang pertama yang melindungi masyarakat disana ketika aparat negara berusaha mengusir paksa beberapa waktu lalu. Tak lama setelah itu, Natanael ditangkap dan media memberitakan tentang kasus di kampung ini yang membuat mereka memiliki waktu untuk bernapas.

Sayangnya tidak banyak yang tahu partisipasi ayahnya dalam masalah ini. Hanya beberapa orang penting yang berhubungan langsung dengan Natanael dan anak buahnya. Ia bisa menebak kalau Mako, ajudan ayahnya yang 'disebut' menjadi korban pembunuhan ayahnya tahu apa yang terjadi. Atau mungkin, Mako adalah orang penting dalam kasus ini.

Ia membenamkan dirinya ke dalam sofa.

Ia menerima sebuah panggilan. Ia mengernyitkan dahi menyadari Hartono menghubunginya.

"Halo."

"Apa kabar, Nara? Selamat atas pernikahanmu. Jangan lupa mengundang saya, sebagai sahabat dekat papa kamu, saya ingin mendukungmu." Jika Hartono mengatakan ini beberapa bulan yang lalu, tentu Nara akan percaya. Tapi setelah menemui ayahnya di penjara, ia tidak menemukan kebenaran di ucapan Hartono.

"Ada apa bapak menghubungi saya?"

"Saya dengar kamu datang Kampung Budaya Satu." Balasnya dengan kekehan yang terdengar menyebalkan di telinga Nara.

"Iya. Semua orang membenci bapak disini. Orang yang tidak menepati janjinya akan mendapatkan karma." Balas Nara dengan tenang.

"Nara, masuk politik bukan hal yang mudah. Lebih baik kamu mundur sebelum terluka."

"Saya tidak takut." Nara membalasnya dengan lantang. Meskipun ia tidak punya rencana untuk masuk ke dunia politik secara langsung sebelumnya, pendidikannya di ilmu politik selama di Cambridge memberikannya modal. Ia menyadari tidak selamanya ia bisa melakukan apapun yang ia inginkan.

"Saya hanya menjalankan perintah, Nara. Lagipula kita sudah susah payah mendapatkan investor yang mau membangun pabrik di pulau itu. Jangan sampai hanya karena beberapa ribu rumah tangga, kamu menghancurkan perencanaan investasi penting untuk negara kita."

Penjelasan Hartono berhasil membuat Nara tak bisa berkata-kata. Ia tidak mengerti bagaimana masyarakat memiliki harga lebih rendah dibandingkan dengan investasi tersebut. Ide investasi itu baik secara esensial, tapi dengan perkembangan perencanaan yang ada sekarang dengan memindahkan total seluruh masyarakatnya, sama saja menghilangkan identitas dan sejarah masyarakat disana, sekaligus menghancurkan perekonomian masyarakat.

PASSIONATE ALLIANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang