SEVENTEEN

112 24 0
                                    

Disclaimer:

All characters, events, and situations depicted in this novel are entirely fictional. Any resemblance to real persons, living or dead, or actual events is purely coincidental. The settings and organizations mentioned are also products of the author's imagination and are not intended to portray real locations or institutions. This work is created solely for entertainment purposes and does not reflect real-life scenarios or individuals.

***

"Ma princesse, trust me. Kamu berhenti sampai disini." Ucap Taksa serius. Ia menatap manik-manik di mata Nara yang perlahan meredup.

"Kamu tahu kan? Kamu tahu dan tidak memberi tahu aku Taksa." Balas Nara tegas. Ia menemukan rekaman di dalam tempat ijazah kelulusannya yang tidak terjamah saat penggeledahan. Ia ingin memuji ayahnya yang cerdas.

"Yang aku mau tahu kenapa papa tidak berani bicara. I am sure his connection is good enough. Papa diancam sama siapa? Bagaimana kamu dekat dengan papa? Did you work together? Bilang aku."

Ketika Nara mendatangi kantornya tanpa mengabarinya, ia tidak menyangka perempuan itu akan mengatakan hal ini.

"Kamu menemui papa kamu beberapa hari lalu dan baru memberitahuku tentang ini. Bukankah kita berjanji untuk selalu jujur?" Taksa balik bertanya. Ia tidak menyangka Nathanael memberitahu Nara secara langsung apa yang selama ini ia cari. Pria itu bahkan tidak membuka mulutnya ketika ia memohon.

Jika ia tahu perempuan ini sudah memegang alat bukti penting ini beberapa waktu, ia tidak akan bersantai seperti ini.

"Aku baru mendengarnya hari ini. Ada papa, Mako, dan suara lainnya. Siapa itu? Aku tahu ada derap kaki lainnya, namun tidak ada suara. Kamu tahu siapa yang harus aku jatuhkan, Taksa?"

"Kamu sudah menebaknya, Nara." Jawab Taksa tenang.

Nara membulatkan matanya, "Lukman, benar? Dia yang harus kita jatuhkan. Dia yang ada di belakang Hartono, masalah papa."

"Kamu cerdas, ma princesse. Kamu bisa menyatukan semua piece puzzle nya dengan mudah. You are almost there."

Jantung Nara berdebar cepat mendapati sebuah ide, "Kasus kampung budaya satu." Ia sudah menebaknya, kasus ini adalah kunci dari masalah ini. Itu juga berarti investigasi yang Taksa lakukan belakangan ini adalah orang-orang di balik kasus kampung budaya satu. Bahwa masalah ini lebih besar dari sekedar relokasi.

Taksa mengangguk.

"Ini semua akan lebih mudah jika kamu memberitahuku sejak awal, Taksa."

Pria itu menggeleng, "Akan mudah jika kamu tidak tahu."

Perempuan di hadapannya ini tidak tahu ancaman yang mengejarnya dan apa yang terjadi tanpa perlindungannya.

"Help me to submit this, papa bisa bebas dengan cepat."

Taksa meraih pena yang ada di tangan Nara.

"Tapi kita tidak bisa melakukannya seperti itu. I will delay the trial as long as we can."

Nara menatap Taksa tidak percaya. "Kenapa?"

"Beri aku waktu. Papa kamu bebas bukan berarti dia bisa aman. Jika kita tidak bisa memastikan keselamatan nya, sama saja kamu mau membuatnya mati bodoh."

Nara merasakan darahnya mendidih mendengarnya. Ekspresi penuh amarah dari Taksa membuat pandangan pria itu melembut.

"Aku sedang menyelidiki semuanya. Ketika aku menemukan kuncinya, aku akan memastikan papa kamu bebas secepat mungkin." Taksa menyentuh tangan Nara, berusaha meredakan amarahnya.

PASSIONATE ALLIANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang