Happy Reading ❤️
jangan lupa komen yang banyakNico mengernyit melihat stok kopi di tempat penyimpanan tinggal sedikit dan ada beberapa kopi dengan merk yang berbeda di sampingnya.
"Wan kita ganti merk kopi?" tanyanya pada Irwan yang tengah menyusun gelas.
"Iya Mas, kata Mba Sekar ganti kopi itu aja dulu untuk sementara," jawab Irwan.
"Lo tau sendiri kopi di kafe kita tuh udah khas, kenapa harus ganti segala sih?" ujar Nico bingung.
Irwan mengedikan bahu. "Kemarin gue udah bilang sama Mba Sekar, tapi katanya stok dari sananya emang lagi kosong jadi sementara kita pake itu aja."
"Masa sih? emang udah nggak produksi lagi? tapi nggak mungkin pabrik segede itu masa stop produksi." Nico semakin bingung.
"Nggak tau gue Mas, manut aja gue mah."
"Udah bilang sama Bu Lovy?"
"Kata Mba Sekar udah. Katanya nggak papa untuk sementara."
Nico menganggukan kepala, melanjutkan pekerjaaannya walaupun masih merasa janggal dengan masalah kopi itu.
Dari arah kitchen Irma berjalan sambil membawa beberapa roti untuk dimasukan ke dalam etalase.
"Mas bahan-bahan di dapur udah pada tinggal sedikit," kata Irma tanpa menghentikan pekerjaannya.
"Lah kenapa bilang sama gue? bilang sama Mba Sekar sana," balas Nico.
"Gue udah bilang dari hari jumat kemarin, udah tiga hari tapi nggak ada orang kirim barang."
Nico berdecak. "Sekarang dimana Mba Sekar?"
"Belum dateng."
"Sorry nih Mas, entah perasaan gue aja dua minggu belakangan ini kafe berantakan banget ya," ujar Irma pelan. "I mean kaya masalah Freezer yang rusak di belakang aja belum diganti sampai sekarang, padahal gue udah ngomong dari kapan hari."
Nico tidak menjawab, tapi dalam hati dia membenarkan ucapan Irma. Kalau terus seperti ini dia yakin kafe bisa saja sepi pengunjung bahkan sampai tutup.
"Nanti deh gue bilang lagi sama Mba Sekar." setelah mengatakan itu Nico berlalu.
Pukul sepuluh lebih lima belas menit Lovy memasuki kafe sambil berbicara dengan seseorang di ponselnya, sesekali wanita itu mengangguk membalas sapaan karyawannya.
"Bukannya dari awal Bu Mayang maunya bagian dada nggak dikasih payet kan? terus kenapa sekarang jadi komplain begini?"
"Aduh saya juga nggak tau Bu, jam delapan tadi Bu Mayang udah dateng sambil marah-marah. Udah saya jelasin juga tapi orangnya nggak mau tau, Bu Mayang juga tadi bilang kalau misal nggak mau ganti bakal diviralin di sosmed,"
Lovy menghela napas, dia menaiki tangga menuju ruangannya. "Ya udah hubungin lagi Bu Mayang, bilang kita siap ganti kebayanya."
"Oke Bu."
Setelah sambungan terputus Lovy meletakkan ponselnya di atas meja. Customer seperti Bu Mayang memang tidak sekali dua kali dia dapati, namun tetap saja membuat dia kesal dengan kemaunnya yang ini itu. Baru mendaratkan bokongnya di kursi ponselnya kembali bergetar.
"Hallo Yah," ujar Lovy setelah mengangkat telepon dari sang Ayah.
"Gimana kabarnya nduk? sehat?" tanya pria paruh baya di sebrang sana dengan lembut.
"Allhamdulilah sehat, Ayah Ibu sehat?" tanya Lovy.
"Sehat Nak, gimana kabar cucu-cucu Eyang?"
"Sehat Yah, Ana makin aktif, nggak mau diem, ada aja kelakuannya yang bikin Lovy geleng-geleng. Kalau Kakanya lagi sibuk ujian kenaikan kelas," jawab Lovy, satu tangannya mencari sesuatu di laci meja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Benang Merah
ChickLitIni bukan kisah remaja tentang benci jadi saling suka, bukan kisah si kaya dan si miskin yang saling jatuh cinta, bukan juga kisah perjodohan yang akhirnya bahagia. Ini kisah tentang kita dan pernikahan. Terikat sebuah pernikahan bukan hanya tentang...