Ini bukan kisah remaja tentang benci jadi saling suka, bukan kisah si kaya dan si miskin yang saling jatuh cinta, bukan juga kisah perjodohan yang akhirnya bahagia.
Ini kisah tentang kita dan pernikahan. Terikat sebuah pernikahan bukan hanya tentang...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suara denting sendok yang beradu dengan piring menjadi satu-satunya suara yang mengiringi acara makan malam keluarga yang baru saja kedatangan tamu spesial dari yogyakarta. Semua tampak khidmat menikamati makan malam masing-masing.
"Piye kejaanmu Le?" tanya pria paruh baya pada pria di depannya, nadanya terdengar medok khas orang jawa.
"Lancar Opa," jawab Ardhan singkat.
Hari ini Ardhan sengaja pulang lebih ketika awal mengetahui Opa dan Omanya dari pihak ibu akan berkunjung. Ibu Ardhan adalah asli keturunan jawa tepatnya yogyakarta, sedangnya ayahnya keturunan belanda. Semasa kecil Ardhan pernah tinggal bersama Opa dan Omanya cukup lama, jadi tidak heran pria itu sedikit banyak memahami bahasa jawa. Berbeda dengan Ratu yang sejak kecil besar di ibu kota, adiknya itu sama sekali tidak mengerti bahasa daerah tersebut.
Opa Soka—biasa orang-orang mengenalnya, walaupun sudah memasuki usia kepala tujuh dan rambutnya sudah memutih Opa Soka masih tampak sehat bugar. Tentunya karena beliau rajin olahraga dan pola hidup sehat. Sejak Ayah Ardhan meninggal karena serangan jantung Opa Soka menjadi sosok Ayah bagi Ardhan dan Ratu. Kakek dan neneknya itu bukan orang sembarangn di kampung halamannya. Opa Soka adalah seorang pengusaha toko kain dan oleh-oleh khas Jogja, sementara sang Oma memiliki usaha katering dan batik tulis. Usahanya bisa dibilang sukses, cabangnya tersebar di beberapa kota. Beliau cukup terkenal di kampung halamannya, selain karena orang yang berada beliau juga dikenal dengan kebaikannya.
"Kalau kamu gimana cah ayu?" tanya Opa Soka pada Ratu.
"Lancar Opa, sekarang aku lagi main Movie Series Opa."
"Kamu nggak ada niatan jadi pengusaha nduk?"
Mendengar itu Ratu langsung cemberut berujar dengan nada merengek. "Opaaaa, Opa kan tau aku bodoh banget kalau disuruh berbisnis."
Semua tertawa kecuali Ardhan, meski begitu pria itu suka suasana hangat yang terjadi diantara mereka.
"Kamu juga Le kerjanya hati-hati ya, pekerjaanmu itu pengacara. Pasti ada saja orang yang tidak suka bahkan berniat membalas dendam, Opa dengar-dengar juga kamu beberapa hari yang lalu sempat diteror?"
"Iya Opa, semua baik-baik aja kok. Opa tau Ardhan nggak pernah sembarangan ambil kasus," jelas Ardhan.
Diteror seseorang sudah biasa bagi Ardhan, selagi tidak membahayakan nyawa dan mengusik keluarganya dia tidak terlalu memikirkannya.
"Tuh kan Mama juga bilang apa, udahlah nak kamu tinggal di sini aja sama Mama." Sinta—Mama Ardhan beseru khawatir. Meski sudah memasuki usia lima puluh wanita itu masih terlihat sangat cantik, kulitnya masih kencang jelas hasil perawatan mahal.
"Apa jangan-jangan kamu sudah punya calon istri to Le? jadi nggak mau tinggal sama Mamamu," sahut Oma Ning membuat Ardhan tersedak air liurnya sendiri.