"Bu ayu kayanya lagi red day deh, soalnya keliatan murung begitu. Biasanya kan ramah dan banyak bercandanya supaya kita bimbingan tuh enjoy. Tapi kayanya hari ini beda" sembari merapihkan sepatu kets putih yang ia kenakan. Abil tak henti mengoceh pada Deva yang juga turut menurunkan tubuhnya guna memakai sepatu. "Bimbingan kali Ini gak asik ah"
Abil mengumpat di depan ruangan dosen yang sedang dibicarakan. Ditanggapi pula oleh raut wajah Deva yang selalu ekspresif.
Bunyi ponsel milik Abil mengalihkan atensi keduanya dari sepatu. Segera Abil lihat nama siapa yang tertera pada layar ponselnya.
"Bu Irma" ucapnya pada Deva yang tentu penasaran.
"Assalamualaikum Bu.."
"....."
"Iya ibu"
"....."
"Baik Bu, nanti Abil antar ke rumah ibu"
"....."
"Oh, engga Bu. Abil gak repot kok"
"....."
"Baik Bu, sama-sama."
"....."
"Waalaikumussalam."
"Kenapa bil?"
Abil kembali menaruh benda pipih itu pada saku celana panjang yang ia kenakan.
"Bu Irma minta titip salad di kantin"
"Terus?"
"Ya nanti aku antar ke ruangannya" terangnya lagi.
Tak heran, sebab beberapa kali Bu Irma selalu meminta bantuan Abil untuk mengambil makanannya di kantin. Bu Irma juga salah satu dosen pada prodi yang mereka ambil, itu sebabnya Abil tidak pernah keberatan jika dimintai tolong olehnya.
"Mau aku antar?" Tawar Deva dibalas gelengan dengan segera.
"Ga usah Dev, tunggu aku di parkiran ajah. Paling cuman sebentar kok ke ruangan Bu Irma."
Deva mengacungkan ibu jarinya, percaya. Biasanya memang tak menghabiskan waktu lebih dari 10 menit jika sekedar mengantarkan makanan.
Permintaan bantuan Bu Irma menjadi kegiatan menyenangkan di akhir semester ini. Karena kedatangannya ke kampus hanya sekedar menemui dosen pembimbing, Abil jadi bosan sendiri. Untungnya, Bu Irma beberapa hari ini selalu menghubungi Abil, untuk sekedar mengambil pesanan di kantin.
Sejauh ini, Abil tak punya pikiran negatif terhadap dosennya.
Selain karena Bu Irma memang baik orangnya, dan Abil juga cukup senang direpotkan oleh dosen.Selama satu tahun terakhir, Bu Irmalah yang membantunya di beberapa mata kuliah yang sempat tertinggal. Sebab duka yang Abil alami sempat menghambat kegiatan perkuliahan.
Bu Irma yang cukup mengenal almarhum Fero, juga sering menanyakan perihal perasaan Abil pada lelaki itu. Dan Abil selalu dengan tenang mengatakan bahwa ia sudah sepenuhnya rela, meski sebagian perasaannya masih kecewa.
Kecewa pada takdir yang sempat menghambat kebahagiannya. Tapi jujur, sekarang ia sudah mulai lapang.
"Cari siapa mba?"
Sontak Abil mengangkat kepala yang sejak tadi menunduk, hingga tak sadar ia sudah sampai di depan pintu ruang dosen.
"Cari siapa?" Ulang seorang lelaki yang duduk di sofa.
"Itu pak, Bu irma nya ada?" Tanya Abil dengan gugup, tapi masih berusaha Abil netralkan perasaannya.
Masalahnya, Abil tidak kenal siapa lelaki ini. Yang masih santai duduk di atas sofa. Abil tidak pernah melihat pria dewasa itu, sebagai mahasiswa ataupun dosen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seni mengeja duka
RomanceBagi seorang pria dewasa, kabar duka lima tahun lalu membuatnya takut kehilangan lagi. Pun bagi gadis manis yang merasa satu tahun ini teramat lama prosesnya untuk menamatkan sebuah cerita kesedihan. Lalu bagaimana jika semesta mempertemukan keduany...