Ada banyak hal yang harus Zio syukuri dalam hidupnya. Termasuk keadaan hati juga pikirannya yang akhir-akhir ini jauh berbeda dari sebelumnya.
Ia harus pintar berterima kasih pada bundanya, sebab semua ini adalah rancangan sang bunda untuknya.
Contohnya merasa bertanggung jawab atas sesuatu yang jelas bukan sebuah pekerjaan ataupun orang yang terlibat dalam pekerjaannya.
Rasa tanggung jawab kali ini jauh berbeda. Ia pergunakan cinta, meskipun tidak mudah oleh Zio untuk merasakannya. Tapi sejak Bu Irma membuat kesepakatan dengannya untuk memilihkan perempuan bagi Zio, di sanalah mulai tumbuh rasa tanggung jawab dalam dirinya.
Bertanggung jawab atas sebuah pilihan yang ia sepakati.
Zio benar-benar berbeda dari lelaki manapun termasuk adiknya sendiri. Zio tidak pernah memikirkan soal cinta, karena baginya jodoh itu akan tiba pada waktunya nanti. Tidak perlu pusing memikirkan cinta yang membuat ia terbebani.
Sedangkan bagi bundanya, itu sangat tidak wajar. Pria berumur 27 tahun masih tidak memikirkan persoalan masa depan. Masa depan yang terlepas dari pekerjaan.
"Beneran mas gak ada hubungan apapun kan sama Celine?" Pertanyaan berulang yang terdengar. Membuat Zio mesti menghempaskan nafas beratnya.
"Gak ada Bun, mas cuman teman. Kalo bunda gak percaya, mas bisa bawa Celine buat jelasin ke bunda"
Bukan begitu, Bu Irma hanya tidak ingin putranya bermain cinta yang merugikan perasaan perempuan manapun.
Bu Irma khawatir, Zio memiliki perasaan pada Celine tapi lebih memilih Abil hanya demi bundanya.
"Gak usah, ga papa. Bunda percaya sama mas Zio" ujarnya sembari mengelus punggung putra sulungnya.
"Jadi, progres selanjutnya apa mas?"
Wajah yang semula fokus ke depan, ia alihkan ke samping. Melihat Bu Irma yang sudah menyalurkan senyuman hangat untuknya.
"Sore nanti, katanya Abil mau ambil lukisan dia ke studio Bun."
Bu Irma sebetulnya sudah menyiapkan banyak cara agar nama Fero tidak Abil ungkit lagi di antara dirinya dan Zio. Bukan tanpa alasan, semua usaha Bu Irma kerahkan. Demi mendapatkan Abil sebagai menantunya nanti. Dan Bu Irma yakin itu pasti berhasil.
"Lukisan almarhum Fero ya?"
"Iya Bun."
Tatapan Bu Irma terlihat serius, "bunda punya cara, supaya Abil gak akan ber-nostalgia mengenai hubungannya dengan Fero lagi."
Meski Zio tidak bertanya apa, wanita paruh baya di hadapannya akan tetap mengutarakan itu.
"Jangan kamu kasih lukisan itu ke Abil, kamu simpan di studio. Kamu tahan lukisan nya mas."
"Gak bisa gitu Bun, lukisan itu juga kan pesanan Abil" sanggah Zio.
"Bisa dan harus mas Zio lakukan!" Tegas bu Irma tak mau kalah.
"Caranya?"
Bu Irma dengan detail menerangkan bagaimana strategis yang perlu Zio lakukan nanti.
Perlu di ingat, selama Bu Irma membersamai Zio sejauh ini. Lelaki itu adalah seseorang yang cerdas akan segala cara. Kecuali, soal cinta. Yang benar-benar harus Bu Irma suapi segala tentangnya.
Sudah sering Bu Irma menggelengkan kepala dengan putranya yang satu ini. Perihal menunjukan usaha untuk seorang perempuan saja, ia tidak tahu caranya.
Beruntung, bundanya ini mau membantunya untuk menentukan pasangan. Bahkan menetapkan pasangan untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seni mengeja duka
عاطفيةBagi seorang pria dewasa, kabar duka lima tahun lalu membuatnya takut kehilangan lagi. Pun bagi gadis manis yang merasa satu tahun ini teramat lama prosesnya untuk menamatkan sebuah cerita kesedihan. Lalu bagaimana jika semesta mempertemukan keduany...