"Ranjang aku kecil, apa gak terlalu sempit untuk kita berdua mas?"
Lawan bicaranya menggeleng, "muat buat kita. Ayo dicoba dulu."
Zio merebahkan tubuhnya terlebih dahulu, lalu menepuk bagian kosong di sebelahnya. Abil yang paham tentu segera mendarat di sana, meski ragu dan takut jatuh.
Gadis itu berbaring lurus dengan tangan dilipat di atas perut. Jujur, ia gugup dengan posisi seperti sekarang ini.
Kenyataannya, ranjang di kamar Abil memang cukup untuk berdua, hanya saja kurang leluasa dan akan terbatas ruang geraknya.
"Cukup." Ucapnya dibalas senyuman kaku oleh Abil.
Gadis itu terlalu kentara tegangnya sampai tak menoleh sedikitpun.
"Mas gak macem-macem, kamu gak perlu takut gitu, bil."
Bagaimana tidak takut, ia gugup berada sedekat ini dengan Zio. Apalagi posisi mereka samasama berbaring.
Beda halnya saat di hotel semalam, dengan ukuran kasur yang luas. Hingga tubuh Abil dan Zio masih berjarak. Sedangkan sekarang, mereka seolah tak bisa berjarak lagi.
Merasakan ketegangan Abil membuat Zio bangkit dan mengakhiri adegan mengukur keleluasaan kasur.
Zio kembali duduk di sisi ranjang, diikuti Abil yang juga bersila di atas tempat tidurnya.
Mata Zio menyapu seluruh isi ruangan bernuansa pink. Ia baru pertama kalinya melihat kamar yang dekorasinya teramat manis dan feminim. Gerakan bola matanya berhenti di satu titik.
Pada sebuah benda kotak tersimpan di atas meja belajar istrinya. Ia penasaran, sepertinya memang ada sesuatu menarik di dalam sana.
Zio melangkah mendekati meja, di angkatnya sebuah buku ke udara. "Mas boleh buka buku ini?"
Seharusnya tidak boleh, karena pasti perasaan Zio sedikit terusik saat membaca isi di dalamnya. Tapi Abil enggan menyembunyikan hal apapun dari pria yang berstatus suaminya.
Mau sampai kapan ia menutupi semuanya? Sudah waktunya terbuka pada lelaki satu ini.
"Boleh mas." Putusnya.
Gerakan tangan Zio membuka lembaran awal.
Baru saja halaman pertama, lelaki itu sudah dibuat terkejut dengan chapter utama yang ia baca.
~My long journey untuk mencapai lapang~
Tentang kehilangan..
Hal 1.
~Dia memang belum menjadi siapa-siapa. Tapi karena dia, aku percaya bahwa perjuangan itu nyata adanya.Zio, paham. Dia-nya Abil itu siapa. Zio paham, tokoh utama yang tertulis di buku ini siapa. Tangannya bergerak membuka lembar selanjutnya.
Hal 2.
~Aku takut, jika terus di suarakan. Perihal kehilangan yang perlahan sudah mulai aku ikhlaskan. Tentang keberatan yang aku lepaskan. Tapi tidak tentangmu yang akan terus ku abadikan. Dengan jari jemari yang menari di atas kertas. Menuliskan setiap ruas kebaikan yang identik denganmu tanpa terlepas.Sebaik apa Fero?
Sampai istrinya terlihat sulit menghilangkan setiap jejak kebaikan itu.Hal 3.
~Kalimat panjang pada lembaran sebelumnya, itu karena aku sedang rindu.Hal 4.
~Padanya, yang tak bisa aku lihat lagi seperti dulu, tak bisa ku sentuh raganya seperti tahun lalu, tak bisa aku dengar suaranya setiap waktu. Padanya yang masih mencoba ku relakan..Hal 5.
~Karena kehilangan, membuat aku merasa berubah jahat. Tidak bisa menerima niat baik seseorang untukku. Karena sebuah kehilangan, yang membuat cintaku seakan memudar, meski tidak sampai habis. Karena sebuah kehilangan, yang membuat cinta itu seperti hal yang tidak mungkin aku rasakan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seni mengeja duka
RomanceBagi seorang pria dewasa, kabar duka lima tahun lalu membuatnya takut kehilangan lagi. Pun bagi gadis manis yang merasa satu tahun ini teramat lama prosesnya untuk menamatkan sebuah cerita kesedihan. Lalu bagaimana jika semesta mempertemukan keduany...