-Pukul 02.00

1.4K 209 60
                                    

Abil tak bohong, ia ketakutan saat mendengar suara dari dapur yang mengganggu tidurnya malam ini. Apa mungkin maling seperti di tv-tv, atau makhluk astral. Perlu ia pastikan.

Berjalan mengendap-endap, agar derap langkah kakinya tidak membuat makhluk di luar sana kabur begitu saja. Untungnya saklar lampu ada di samping pintu kamarnya sehingga mudah ia nyalakan.

Suaranya dari arah dapur, suara benturan barang jatuh dengan keras.

Abil melangkah pelan ke arah sana, pandangannya ia tajamkan. Ia harus melihat apa yang terjadi hingga kedengarannya seperti ada barang jatuh.

"Aaaaa!"

"Meow~" seekor kucing putih, berada di atas kulkas juga beberapa sendok makan telah berserakan di atas lantai.

Alis Abil bertaut, "sejak kapan rumah ini ada penghuni lain selain manusia?"

Tak sopan pula!
Abil mendengkus kesal. Bukan seperti kebanyakan wanita yang menyukai hewan berbulu halus itu. Abil justru tak menyukainya. Baginya, kucing begitu menggelikan.

"Huss husss, turun meng!" Ia mengibaskan tangan demi mengusir hewan yang masih dengan santai duduk di atas kulkas.

"Husss!"

Rupanya Abil di abaikan oleh si kucing. Namun, usahanya tak hanya sampai sana. Melihat ekor si kucing putih bergerak ke kanan dan ke kiri. Membuat Abil menyentuh ekornya, lalu Abil tarik perlahan agar kucingnya turun. Merasa terganggu, dengan gerakan cepat si kucing meraut punggung tangan Abil sampai Abil memekik kaget.

Setelahnya, si kucing tanpa dosa melenggang pergi dari ruang dapur. Menyisakan tubuh Abil mematung di sana. Dengan perih mendera secara perlahan terasa di punggung tangannya.

Dua garis merah melintang di punggung tangan yang mulus. Bekas cakaran kucing terpampang di sana, perih. Abil tak bohong, sebab ia sampai meniup lukanya beberapa kali.

"Ada apa?"

Sontak saja Abil mendongak, saat seorang pria berjalan ke arahnya. Pria yang setiap malam tak ia sambut lagi kedatangannya. Pria yang pagi tadi ia bekalkan masakan pertamanya. Pria yang membuatnya kesal sebab katanya, malam ini tak perlu di masakan apapun lagi. Alasannya, pria itu akan pulang larut.

Benar, Abil sempat terlelap dan tak tahu jika Zio sudah berada di rumah saat ini. Tidurnya terganggu sebab ricuh di dapur terdengar menakutkan. Ia kira apa, ternyata kucing.

"Mas, sejak kapan di rumah ini bebas ke luar masuk kucing?"

Meow, meow~

Hewan itu berjalan ke arah mereka. Lebih tepatnya berhenti di samping kaki kanan Zio.

"Kucing siapa itu mas?"

"Kucing jalanan, mau saya adopsi."

Raut wajah Abil berubah masam seketika itu. Bagaimana akan berekspresi senang, sedangkan sejak dulu saja Abil tak pernah sekalipun menyukai kucing. Dan mulai saat ini harus dipaksa terbiasa menghadapi satu kucing menyebalkan di rumah ini?

Mata Abil kembali pada lukanya yang berdenyut lagi. Membuat Zio tak sempat menyembunyikan tatapan penuh kekhawatiran.

"Kenapa bisa sampe gitu?"

"Aku tarik ekor kucingnya, soalnya dia naik ke atas kulkas mas. Aku udah coba usir tapi dia tetap mau di sana. Terpaksa aku tarik ekornya dan──gini" terang Abil seraya menunjukkan punggung tangannya yang jelas terluka.

Wanitanya, terluka. Padahal Reyzio menyelamatkan nyawa makhluk di sampingnya, tapi seekor kucing tak tau diri itu malah melukai manusia kesayangannya.

Se-abai apapun seorang Reyzio, ia tetap tak pernah rela wanitanya tergores sedikitpun. Apalagi soal fisik yang jelas terlihat oleh matanya.

Seni mengeja dukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang