-Keraguan

637 107 20
                                    

Sudah Abil bilang, ia akan mengikuti kemanapun kaki Bu Irma melangkah.

Satu tahun terakhir ini, Abil bahkan enggan berkunjung ke rumah sakit milik papahnya. Bukankah tempat itu selalu saja mengingatkan Abil tentang satu pengalaman buruk yang menghantuinya selama ini?

Dan demi Bu Irma, ia berani datang ke sini. Bahkan tanpa diikuti sang papa, Abil mengekori tubuh Bu Irma yang mulai masuk ke dalam sebuah ruangan.

Sepertinya, Bu Irma tidak tahu jika rumah sakit ini milik papahnya Abil. Dan Abil yakin, ada hal sedang Bu Irma sembunyikan dari semua orang. Lihat saja, wanita paruh baya itu datang seorang diri. Tidak ditemani putra nya sama sekali.

Gadis itu membuka kata sandi dalam ponselnya, menekan sebuah gambar gelembung pesan dan masuk ke dalam percakapannya bersama Zio.

Hari ini Bu Irma kemana mas?

Satu pesan meluncur, Abil tinggal menunggu balasan saja. Tidak akan lama, lihat saja. Dalam waktu kurang dari lima menit pun sudah ada pesan balasan dari Zio.

Mas Zio
Hari ini jadwal bunda cek kesehatan, seperti biasa.

Abil belum paham kesehatan yang Zio maksud. Apa Zio memang tidak tahu apapun soal penyakit yang sebetulnya belum terdiagnosa.

Mas zio gak anter Bu Irma?

Matanya tak lepas dari layar ponsel yang langsung mengembalikan kata mengetik..

Mas Zio
Bunda gak pernah mau di antar kalo cek up, soalnya kadang setelah cek up itu bunda sekalian meet sama temen-temennya.

Semudah itu Zio percaya? Abil yang bukan keluarganya saja rasanya tidak percaya dengan alasan Bu Irma itu. Tapi kita lihat nanti.

Cukup lama waktunya menunggu Bu Irma keluar dari ruang dokter. Meski begitu, Abil tak akan menyerah dan akan tetap menunggu. Sampai berakhir sudah pertemuan itu, dan ia lihat Bu Irma keluar sembari melipat kecil selembar kertas yang ia bawa.

Kelihatannya baik-baik saja, tapi Abil akan memastikan langsung pada dokternya.

Ia menyembunyikan tubuhnya dibalik dinding, sampai Bu Irma melewatinya tanpa sadar dengan kehadiran gadis itu.

Sedikit berlari, Abil memasuki ruangan yang baru saja Bu Irma tinggalkan. Seorang dokter perempuan duduk manis, dengan kaca mata bertengger di kepalanya.

"Permisi dok" ucap Abil.

Dokter itu menoleh, lalu membalas senyuman Abil tanpa keheranan. "Iya, eh ini putrinya pak Firman ya?"

"Iya dok" jawab Abil dengan anggukan kepalanya.

"Masuk-masuk, sini duduk cantik!"

Abil menurut, ia duduk berhadapan dengan ibu dokter. Abil membawa tangan ke atas pahanya, menyembunyikan di bawah meja agar tak ia taruh di atas meja. Karena sebetulnya ia canggung berhadapan dengan orang baru, meski dokter ini pasti mengenalnya.

"Ada apa cantik?"

Dehaman Abil terdengar sebagai pembuka obrolan, ia menegakkan tubuhnya. Abil terlihat serius dengan tatapannya kali ini.

"Aku mau tanya dok, ibu-ibu yang barusan pergi itu kenapa ya dok?" Dengan raut wajah yang teramat penasaran, Abil berharap dokter di hadapannya mau menjelaskan.

"Sakit dek"

"Sakit apa dok?"

"Maaf dek, ibu yang tadi berpesan. Agar penyakitnya dirahasiakan dari siapapun yang menanyakan. Jadi, saya gak bisa jelaskan."

Seni mengeja dukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang