-Sebelum Ldr

976 169 31
                                    

Sepanjang perjalanan dari studio, Zio tak sekalipun melepas tautan tangannya dengan Abil. Si paling ahli menyetir dengan satu tangan itu terlihat tak panik sama sekali meski harus mengendalikan setir ke kanan dan ke kiri secara cepat.

Reyzio, pria itu adalah salah satu suami yang tak pernah menyia-nyiakan kesempatan jatuh cintanya. Sebab baru dalam waktu dekat ini dirinya merasakan cinta sekaligus memahami perasaan yang tujuannya hanya untuk satu wanita.

Pernikahan tanpa melakukan hal yang di haramkan sebelum nya adalah salah satu kehidupan paling membahagiakan bagi Zio. Jatuh cinta nya tepat waktu, perasaan terbarunya bisa ia salurkan dengan tenang tanpa rasa bersalah pada sang penentu kehidupan.

Jika harus Zio katakan, ia tak pernah menemukan cara merangkai kata perihal cinta yang teramat tulus dalam hatinya. Untuk satu wanita yang rela ia sebut dengan lantang namanya dan segala penduduk bumi serta langit pun menjadi saksi.

Abila Tanaya, yang tangannya sedang ia genggam hangat. Yang lukanya ia bantu sembuhkan, ketakutannya ia bantu lawan, juga cintanya yang hilang ia bantu kembalikan, dan yang pernah membenci takdir tapi ia bantu lapang serta relakan.

Tangan Abil terangkat mengudara. Detik selanjutnya, sepasang benda kenyal mendarat di punggung tangan putih nan menggemaskan. Zio mengecupnya.

"Dua hari ke depan, mas izin ya."

Belum menimpali, Abil yakin masih ada kalimat lanjutannya setelah ini.

"Ke luar kota, mas sebetulnya udah mempertimbangkan. Tapi ternyata tetap gak bisa." Helaan nafas berat terdengar menghembus, "mas tetap harus mau jadi juri lukis di sana."

Oh, itu alasan kenapa seharian ini Zio tak henti menghubunginya. Adapun ketika berdua, tak lepas tangan Abil digenggam.

"Kamu ikut mas aja ya?"

Ke luar kota? Lalu bagaimana dengan bunda, jika tiba-tiba kesakitan dan perlu bantuan. Sedangkan di rumah tidak ada siapa-siapa. Membayangkan hal itu saja membuat Abil memberikan gelengan nya tanpa ragu.

"Kenapa?" Ekspresi tak terima tercetak jelas.

"Bunda di rumah sendirian mas, Eksa ke luar terus. Kalo bunda kesepian gimana? Aku gak mau bunda merasa kesepian semenjak mas Zio nikah sama aku."

Benar, sejak kapan Zio tak peduli dengan rasa kesepian sang bunda?

"Kamu bener sayang." Pasrahnya.

Terlihat lesu entah dibuat-buat atau bukan, tapi Abil anggap itu serius. Sebab Zio terlihat seperti tidak ahli bersandiwara. Tak tega dengan wajah yang ia tatap, Abil menggeser tubuh sehingga posisi mereka semakin dekat.

Zio tak pernah memprediksi sesuatu akan terjadi secepat ini. Secepat Abil mendaratkan kecupan pada pipi kiri suaminya.

Matanya membulat sempurna, hal yang barusan terjadi hampir membuatnya kehilangan kesadaran sebab oksigen yang ada di paru-parunya pun semakin menipis. Nafasnya tertahan beberapa saat, ia mencerna sesuatu yang terjadi pada dirinya.

Terlalu berlebihan?

Jelas tidak. Bagi seorang Zio yang tak pernah tersentuh siapapun selama pernikahan belum terlaksana.

Abil lah wanita pertama yang berani mengecup bahkan meninggalkan jejak bibirnya di sana. Warna lipstik membentuk bibir itu terpampang jelas pada pipi Zio, membuat Abil sedikit terkekeh hingga akhirnya menghapus sisa lipstik yang tak sengaja menempel.

"Sabar ya mas. Belajar LDR dulu kita" ucapnya santai.

Setelah aliran darah kembali normal, serta seluruh kesadaran kembali terkumpul, pikiran Zio berpusat pada kalimat LDR yang Abil ucapkan. Belajar LDR katanya?

Seni mengeja dukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang