18.| Chapter 17

58 3 14
                                    

Chapter 17 |Buku Kembali Ke Masa Lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 17 |Buku Kembali Ke Masa Lalu

Buku yang di tulis oleh Kakek Angga, dengan judul Kembali Ke Masa Lalu adalah buku yang menceritakan kisah bahagia keluarga De Radigan, cerita bahagia Angga kecil dan keluarganya, keluarga yang hangat dan selalu penuh tawa, itulah sebabnya Angga sangat menyukai buku ini, hatinya selalu menghangat mengingat kenangan bahagia masa kecilnya.

"Terlalu beresiko lebih baik jangan," Angga menanggapi Laura sembari menggenggam tangannya, "Kita harus mencobanya," Laura siap meskipun risikonya besar, mengeratkan genggamannya pada tangan Angga.

"Aku setuju denganmu Ra, kita harus mencobanya, kita nggak akan tahu kalau nggak coba," Celetuk Nada, sudah ia bilang kan akan membantu sebisanya.

"Pertama kita buat perjanjian jiwa dulu," Laura menaruh surat dan buku Kembali Ke Masa Lalu di depan tubuh mereka, membuka halaman pertama dalam buku itu, "Tempelkan darah ibu jari, di halaman pertama buku ini," Nada membaca surat yang ada di depannya, dengan segera ia mengigit ibu jarinya keras sampai berdarah, kemudian menempelkannya di halaman depan buku itu.

Laura juga ikut mengigit ibu jarinya hingga mengeluarkan darah kemudian menempelkannya di samping darah Nada, "Berikan tanganmu," Tanpa menunggu jawaban dari Laura, Angga lebih dulu mengambil tangannya kemudian mengusap ibu jari Laura dengan lembut, namun darahnya tidak berhenti dan dengan segera Angga memasukkannya ke dalam mulut, sampai darahnya berhenti, sejenak Luara terpaku dengan perilaku Angga kepadanya, setelah tersadar ia langsung menarik tangannya.

Sedangkan Nada memperlihatkan tingkah malu-malu Laura sembari mengemut ibu jarinya sendiri, menghentikan darahnya keluar, "Y-yang kedua adalah kita memejamkan mata dan siap untuk pergi ke dalam buku ini,"

"Genggam tangan ku Nada," Laura mengulurkan tangannya dan Nada menerima dengan baik, menggenggam erat tangan Laura.

Laura menoleh menatap Angga, menurunkan pasangannya pada tangan mereka yang sudah bertaut dengan erat, "Dalam hitungan ke tiga kita pejamkan mata sama-sama,"

Laura, Angga dan Nada memusatkan pasangan mereka pada jendela besar di depan, siap untuk mulai menghitung bersama.

"Satu,"

"Dua,"

"Tiga,"

***

"Maaf Pak Asgard kami tidak bisa melanjutkan kerja sama ini, kerugian yang di dapatkan sangat banyak pak, keuntungan yang kami dapat juga sangat sedikit pak, nyaris tidak ada," Seorang laki-laki dengan beberapa orang di belakangnya, kemudian mereka berjalan meninggalkan ruangan.

"Pak saya mohon, berikan saya satu kesempatan lagi, saya janji akan proyek kali ini akan memberikan keuntungan yang besar bagi perusahaan bapak," Asgard berdiri di depan mereka, berusaha untuk menghentikannya.

"Kesepakatan kita sudah berakhir," Dengan angkuh mereka meninggalkan Asgard sendiri di dalam ruangannya.

Angga, Laura dan Nada melihat itu semua, mereka menatap satu sama lain, memang awalnya Laura sedikit terkejut saat pertama kali mendapati dirinya di sini, tapi hal itu tidak berlangsung lama, "Angga laki-laki itu Ayahmu kan?"

Angga mengangguk, "Iyaa beliau Ayahku,"

"Kurasa wajahnya lebih muda dari yang terakhir ku lihat," Laura ingat betul wajah Ayah Angga saat di restoran, berbeda dengan yang ia lihat sekarang, tampak seperti laki-laki umur kepala tiga.

"Berarti saat ini kita kembali ke waktu Angga masih kecil, lihat di sana," Nada menunjukkan bingkai poto yang terpajang di meja kerja Asgard, poto keluarga Angga terpampang jelas di sana, Angga kecil dan kedua orang tuanya.

"Apa kamu ingat saat itu umurmu berapa?" Tanya Laura menatap Angga yang ada di sampingnya. Genggaman tangan mereka belum terlepas, dan semakin erat.

"Poto itu di ambil, saat Aku umur sepuluh tahun," Jawab Angga, di poto itu ia sedang memakai baju seragam sekolah dan setiap tingkatan kelas di sekolahnya di tandai oleh pin yang di pakai setiap murid.

"Ingatan mu sangat kuat ya, Angga, Ditto pasti ingatannya juga sangat kuat, " Nada menanggapi dengan takjub, karena ia orang yang pelupa sekali, ia butuh pengingat permanen dalam hidupnya. Seperti ditto.

Melihat Nada yang tersipu dengan perkataan nya sendiri, Angga dan Laura terkekeh pelan, "Nada kamu yang bener aja deh,"

Nada tersenyum geli melihat tingkahnya, kemudian menoleh menatap Angga dengan wajah terkejut, "ANGGA BISA KETAWA, OMG INI SEJARAH KAYAKNYA,"

"sejarah nih, Rara cubit pipi Aku sekarang, ini ngga mimpi kan," Laura semakin terkekeh mendengarnya, kemudian mencubit pipi kanan Nada.

"Aduh," Nada mengelus pipinya yang terasa sakit, ini tidak mimpi, ia masih tidak percaya, karena selama dirinya sekolah dan sekelas dengan Angga tidak sekalipun melihat Angga tersenyum apa lagi tertawa seperti ini.

"Kamu ngga mimpi kok Nada, ini Aku Angga, meskipun terlambat salam kenal ya, makasih udah mau membantuku," Nada terdiam mendengarnya, Angga juga bicara dengan panjang lebar.

"Santai aja, kita kan teman ya nggak Ra," Setelah tersadar dengan tingkah konyolnya Nada merangkul bahu Laura dengan akrab.

"Tapi kalau kamu sama Angga si Aku nggak tahu ya, temen apa demen," Bisik Nada kemudian melepaskan rangkulannya, Ia tersenyum melihat Laura yang tengah blushing.

***
Halo temen temen, panggil aja aku thata ya, jangan lupa Vomen ( vote and coment), matane!

***Halo temen temen, panggil aja aku thata ya, jangan lupa Vomen ( vote and coment), matane!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Anggara | school series [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang